"hai, Kay.." sapanya padaku sambil melambai dan tersenyum jika bertemu tak sengaja
"hai.." jawabku malu, menyambut sapaan Dhya, lelaki dengan kepribadian ramah, baik hati dan tidak sombong. Sangat sesuai dengan dharma yang kupegang pada ke-Pramukaan.
Kami selalu bertemu, bernyanyi, berseni peran dan berdiskusi tiap 2 hari dalam seminggu. Ya.... Kami berkumpul di sanggar yang sama dan tergabung dalam sebuah kelompok vokal yang sama. Symphony Khatulistiwa, nama yang disematkan sebagai penyemangat dan pembawa visi dan misi pada tim yang kami banggakan. Lebih tepatnya kami adalah anak padus. Begitulah biasanya cara untuk menyebut anggota sebuah tim paduan suara. Dan untuk seterusnya aku akan menyebutnya begitu.
Tim padus ini bersifat umum. Siapa pun boleh bergabung asalkan mau. So, tak jadi soal jika berasal dari sumber pendidikan yang tak sepantar, mulai dari pelajar sekolah menengah kelas X yang baru mengenal cinta yang belum sejati sampai dengan mahasiswa yang sok tau dengan cinta yang katanya sejati bahkan pegawai baru di kantor dengan bidang pekerjaan masing-masing yang mungkin sudah menemukan cinta sejati, justru itu yang membuat tim kami lebih berwarna. Kebersamaan dalam satu tim di rasa seperti dalam satu keluarga rumah indekos. Abang-adek. Kakak-beradik. Mbakyu-diajeng. Kakanda-dinda. Sukaria anak-anak di saat orang tua sedang bekerja diluar rumah. Nyaman.
Di suatu sore hari usai latihan, Dhya, menemukanku di depan sanggar sedang menunggu angkutan umum "Kay... Pulang?"
"iya" jawabku
"rumah dimana?"
"margawangi"
"oya? Searah tuh"
"emang kamu dmn?"
"margahayu"
"ooo"
"bareng aja yuk"
"ah, makasih, ngerepotin, kan jd hrs nyimpang dulu"
"searah kok, cuma beda arah masuk nya aja, yuk... Buruan" mengisyaratkan aku untuk naik di boncengan vespa nya
"emang bawa helm?" tanyaku ragu
"tenang... Sdh malam ini" sambil senyum jahil.
Tak kuasa menolak karena aku pun t'lah lelah berdiri menanti armada umum yang tak kunjung kosong sebab itu memang bersamaan dengan jam pulang kantor yang artinya semua akan berebut tempat duduk.
Duduk manislah aku di atas vespa biru navy nya dengan pasrah untuk diantar pulang.
"makasih banyak ya, maaf ngerepotin"
"ngga masalah...lain kali, aku bawa helm cadangan,, deh" kata Dhya saat sampai di depan pagar rumah orang tua ku. Aku tersenyum geli. Menutup pagar, lalu merestui nya untuk melanjutkan perjalanan menuju pulang.
YOU ARE READING
Jurnal Kayzathi
Short StorySebuah catatan harian yang menceritakan pengalaman hati seorang perempuan di setiap hari saat hatinya terjatuh pada lelaki yang dikaguminya. Perasaan yang tak dapat dia ungkapkan dengan bangga, perasaan yang tak dapat dia ceritakan dengan detail bah...