3. Where Bunda?

77 11 3
                                    

5 tahun kemudian..

Si kembar sudah besar. Mereka sudah pandai berbicara. Tahun ini mungkin menjadi tahun pertama keduanya masuk sekolah PAUD.

Saat dikelas banyak anak yang diantar ayahnya tapi tak sedikit juga yang diantar sang Bunda.

Felix menoleh kearah kembarannya. Dan seperti kembar kebanyakan Jisung ikut menoleh kearah adiknya. Dia faham apa yang dirasakan sang adik.

"Dimana Bunda?"

Tanya Felix dengan wajah polosnya. Jisung hanya tersenyum mengusap pelan rambut adiknya.

"Bunda macih tidul. Nanti kita jenguk bunda sama ayah mau?"

Bayangkan anak kecil berusia 5 tahun berbicara seperti orang dewasa untuk menenangkan adiknya.

Menyedihkan dan miris. Seakan takdir menuntut mereka dewasa saat usia nya masih anak-anak.

Felix memiringkan kepalanya. "Kok bunda tidul telus? Kapan piliks main cama bunda?" Celetukan Felix membuat suasana hening sesaat.

Tanpa mereka sadari Seungwoo menonton interaksi keduanya. Matanya berkaca-kaca. Dan segera memeluk Felix berusaha kuat untuk kedua anaknya.

"Felix doain Bunda supaya tenang disana ya? Sekarang kan ada papa sama abang. Felix ga boleh sedih oke?"

Felix terisak dipelukan sang ayah. "Felix mau Bunda hiks" Jisung ikut menangis dan memeluk Felix berusaha menenangkan kembarannya disisa sisa tangisannya.

<< ☆DEAR BROTHER☆ >>

14 tahun kemudian..

"ADEK WOI TUNGGUIN GUE!"

"LELET LO BANG!"

"BANGSUL UNTUNG ADEK LO!"

Sekuat tenaga Jisung mengejar Felix. Kenapa? Karna barang keramatnya lagi dibawa kabur Felix.

"KEJAR GUE KALAU BISA BANG!"

"UDAH LIX GUE CAPEK ASLI!"

Jisung langsung selonjoran ditaman. Dia tak habis fikir kembarannya bisa berlari sekuat itu. Dia saja sudah mau pingsan.

Felix berhenti. Dia menoleh kebelakang. Jarak mereka dua meter. Terlihat Jisung memukul dadanya sembari mengatur nafas.

Felix yang khawatir langsung berlari menuju kakak kembarnya. "Bang lo kenapa?" Tanyanya panik. Jisung memukul dadanya sekali lagi. Masih sesak kemudian dia mengambil nafas panjang.

Menatap adiknya yang khawatir. "Tau gue pu..punya asma masih diajak lari" Keluh Jisung setelah nafasnya mulai teratur. Mata Felix berkaca-kaca dia melengkungkan bibirnya kebawah sembari menunduk.

"Abang maaf.." katanya lirih dan sedikit terisak. Jisung mengusap pelan pundak Jisung.

"Tau kok abang lemah. Ga bisa ajak kamu main, Capek dikit sakit, abang yang salah maaf ya?" Kata Jisung menyesal sambil memeluk adiknya.

Felix membalas pelukan Jisung. "Abang ga boleh sakit. Felix ga suka" rengek Felix sambil cemberut dibalik punggung Jisung.

Jisung tersenyum tipis. "Gak akan. Abang ga akan sakit. Mau main?" Felix melepas pelukannya dan memberikan boneka tupai kesayangan Jisung dia menggeleng pelan.

"Pulang aja. Abang pasti capek"

Jisung menyrengit dia menerima pemberian Felix. "Yakin?" Tanyanya memastikan. Felix mengangguk yakin.

Hal yang paling dia takutkan. Kehilangan seseorang untuk kedua kalinya.

Dan Felix tak mau itu terjadi lagi.

"Yaudah pulang yuk! Eits.." Jisung menahan tangan Felix.

"Telfon papa dulu" lanjut Jisung dihadiahi cengiran lebar sibungsu.

Hari ini Si kembar belajar. Perbedaan fisik tak akan mampu membuat ikatan persaudaraan seseorang menjadi longgar.

<< ☆DEAR BROTHER☆ >>



Selap selip amanat cerita di setiap chapter. Icung harap kalian bisa ambil hikmahnya.

Kangen baekho? BENTAR INI OTAK ICUNG KERACUNAN HANLIX. TAMATIN INI DULU GA PAPA KAN? BARU  AFTER IT?

maap icung khilaf capslock kepencet wkwk.

Readers be like: "baca kata khilaf jadi anu..."

HEH GA BOLEH YA!? NANTI BOOK INI GA JADI TERBIT MA--UPS KELEPASAN MAAPIN ICUNG TUHAN:)

Dear Brother ; HanlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang