[chapter 04 - perasaan bersalah]

113 25 5
                                    

Bingung dan merasa tidak tahu lagi harus bagaimana dengan hidupnya adalah gambaran perasaan Jennie ketika Yoongi mengatakan hal itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bingung dan merasa tidak tahu lagi harus bagaimana dengan hidupnya adalah gambaran perasaan Jennie ketika Yoongi mengatakan hal itu. Mengatakah bahwa Ayahnya sudah membunuh kedua orang tuanya.

Gadis itu duduk, lalu perlahan melihat wajah Yoongi. Lelaki itu berdiri tanpa ekspresi. Tidak marah, tidak juga sedih. Namun justru wajah tanpa ekspresi itu membuat hati Jennie merasa terenyuh sekaligus sedih, hingga dia ingin bicarapun lidahnya sudah kelu.

Hening.

Jennie memeluk dua lututnya, lalu menatap bawah ke arah kakinya. Dia merasa menjadi orang yang paling jahat di dunia meski Jennie tahu dia tidak melakukan kesalahan apapun.

Ya, kesalahan tidak langsung. Kesalahan yang kini dilimpahkan ke bahunya.

"A-aaku.. aku minta maaf." Ujar Jennie dengan melirih rendah.

Yoongi mendengar lirihan Jennie lalu segera menoleh ke wajah gadis itu yang sebagian wajahnya tertutup rambut panjangnya. Yoongi tertawa lemah, lalu menatap langit-langit kamar putus asa.

"Semudah itu meminta maaf?"
"Kalau saja maaf bisa membangunkan orang yang sudah meninggal."

Jennie tidak berani bicara lagi. Dia melirik Yoongi sekilas, dan perasaan takut tiba-tiba menjalar dihatinya.

Apa dia akan di bunuh? Di siksa? Di pasung sampai mati untuk menebus semua kesalahan Ayahnya? Jennie tidak tahu.

Membayangkan hal kejam itu membuat Jennie semakin mengeratkan kepalan tangan pada lututnya. Gadis itu takut, seperti dia ingin bersembunyi di tempat yang aman. Namun dia tidak tahu harus kemana. Dia masih berada di ranjang dan tidak bergerak barang se senti pun.

"Mulai detik ini. Kau akan tinggal disini dan terkurung di rumah ini."
"Selamanya."

Hati Jennie mencelos mendengar kata yang di ucapkan Min Yoongi.

Seketika harapan akan kehidupan yang indah yang pernah dibayangkan Jennie pupus sia-sia.

Kuliah, Kerja Part time, Jalan-jalan di Mall, Pergi ke Restauran enak, Bertemu teman yang bisa menerima dia apa adanya. Semuanya langsung hilang dari secercah harapan di hati Jennie. Harapan yang terus tumbuh di hidupnya selama ini. Harapan yang membuatnya bisa melalui masa sulitnya. Namun, sekarang sudah hancur tak tersisa sebab ucapan Min Yoongi.

Hati gadis itu gemetar. Merasa tidak terima. Tetapi bagaimana? Dia juga tidak tahu!

Tidak mungkin dia meminta pertolongan pada Rose. Pada keluarganya Rose atau pada Ayahnya.

Tidak ada yang akan menolongnya dan mengetahui hal itu rasanya sangat menyakitkan.

"Maafkan aku."
"Maafin segala kesalahan Ayahku. Dia tidak bersalah. Aku yakin itu."

Saat ini Jennie tidak kuasa menahan air matanya. Perlahan, satu persatu cairan krystal bening itu jatuh dari matanya membasahi dua pipi yang sudah berubah berwarna kemerahan.

"Cih, Omong kosong."
"Bangun sekarang. Jangan cengeng!!"

Jennie masih berada di atas ranjang, Yoongi menghampirinya lalu menarik tangannya kasar.

"Bangun!!!"

Kepalan tangan Yoongi yang kuat membuat gadis itu mengaduh.

"Ii—iya. Aku bangun."

"Turun sekarang. Siapa yang suruh tidur dan duduk enak di ranjang?!"

Jennie lalu menapakkan kaki di atas keramik dan berdiri didepan Yoongi. Kakinya terasa lemas hingga rasanya ingin limbung. Dia merasa lapar dan tidak berenergi karena belum ada makanan yang masuk sejak semalam.

"Pergi ke bawah dan bersihkan halaman belakang."

"Ss-ssekarang?"

"Tentu saja. Apa aku bilang untuk tahun depan?!"

***

Rumah megah milik Yoongi terasa lengang ketika hanya di huni satu orang. Sisanya adalah para pesuruh rumahan yang membantu membersihkan rumahnya. Terdiri dari 3 orang Ahjumma yang sudah tidak lagi muda dan satu orang supir. Dari 3 itu satu orang sudah mengundurkan diri lantaran sudah tua dan sekarang tersisa dua.

Yoongi mengatakan bahwa akan ada satu orang lagi yang akan bergabung dengan mereka. Tentu saja mereka tahu orang itu siapa. Ya, gadis itu memang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh seluruh penghuni rumah.

Yoongi mengatakan bahwa semua beban pekerjaan akan ditanggung gadis itu. Jadi, sisanya tidak perlu melakukan hal yang berarti. Yang satu cukup memasak saja untuknya dan satunya lagi mengurus taman. Sisanya, pekerjaan rumah akan dikerjakan oleh gadis itu seorang diri.

"Tuan Muda. Nona Jennie sudah bangun? Uhm— aku lihat dia sedang membersihkan halaman belakang. Apa dia sudah makan?" Tanya Bibi Jung dengan hati-hati.

Yoongi tidak merespon, membuat Bibi Jung merasa bersalah sudah bertanya. Ya, seharusnya dia tidak perhatian sebab Tuan Mudanya membenci gadis itu.

"Maaf.. kalau begitu Saya pamit Tuan Muda."

Yoongi sedang menatap pemandangan melalui Jendela dan sekali lagi tidak merespon ucapan pelayannya itu.

Saat itu matanya sekarang menatap sosok gadis yang sedang menyapu halaman belakangnya yang sangat luas.

Ini hanya baru permulaan.

Iya dan betapa hatinya merasa senang ketika Ayah dari gadis itu tahu bahwa putrinya berada di bawah kuasanya dan merasa benar-benar tidak terima. Melihat wajah pembunuh itu yang memohon agar putrinya tidak menjadi pelampiasan atas kesalahannya membuat sedikit hatinya merasa puas. Tidak, belum. Hanya sedikit saja dan tidak sebanding.

Bagaimana rasanya? Yoongi ingin memberikan beban psikologis pada gadis itu. Mengatakan bahwa dia akan terkurung selamanya. Dia tidak akan pernah melihat restauran, mall  atau bahkan taman hiburan.

Disini, seperti burung yang tidak bisa kemana-mana dari sangkarnya.

Ya, hanya dirumah saja dan menjadi babu selama sisa hidupnya. Bukankah itu agak cukup adil huh?

***
Tbc

Begin AgainWhere stories live. Discover now