Log 1: Tentang luka dan Si Muara Rindu

47 9 8
                                    

Promt pertama:

1. Tidak ada akhir yang buruk, aku akan abadi selamanya bersamamu di dalam memori. (Eight)

***

We losing.
We missing.
The wound can't be healing.
But, i know you're together with me.
In my memories and my heart.

- About Wound and Missing You.

Dering bel berbunyi nyaring. Suasana kelas yang awalnya sunyi karena siswa-siswanya mendengarkan penjelasan guru mendadak riuh seketika. Terlebih ketika guru sudah meninggalkan kelas--diikuti segerombolan siswa dan siswi pergi meninggalkan kelas--pergi ke tujuan masing-masing. Kecuali, salah satu siswa laki-laki yang terduduk di pojok belakang. Ia membuka resleting tasnya--mengeluarkan ponselnya. Menghidupkannya dan memainkannya.

Oh, ya. Perkenalkan namanya Adimas Danendra. Bisa dipanggil Adi, Dimas. Cowok kelas 3 SMA yang hobinya bengong sambil memandang jendela. Magernya minta ampun--sampai-sampai chairmate nya sendiri tidak mengerti dengan kelakuan Dimas. Namun, anehnya loker tempat menaruh barang-barangnya selalu penuh dengan makanan dan surat berwarna pink. Kadang tidak terjamah lama sekali--sehingga sekalinya saat ia membuka lokernya (karena terpaksa) saat pembelajaran olahraga, kertas-kertas pink itu membludak keluar--memenuhi lantai dan berakhir ke tong sampah.

Tatkala membuka ponsel, cowok itu mengerutkan kening. Dimas mengetukkan jarinya di atas meja--sementara tangan yang lain membuka roomchat dari salah satu temannya.

Ojuy: mas, lo dimana?
Dimas: don't call me, mas.
Ojuy: dimaaas atuh dimasss bukan mas mas yang onoh.
Ojuy: tapi, bener deh lo dimana?
Dimas: kelas.
Ojuy: si anjir. keluar lah, lo enggak bosen?
Dimas: mager.
Ojuy:  dih??? cowok lu?
Dimas: lo pikir?
Ojuy: apa gue pikir??

Dimas baru saja ingin membalas chat dari Ojuy sebelum derap langkah kaki makin mendekat membuatnya mengurungkan niatnya. Dimas menaruh ponsel. Ia menatap presensi seorang gadis memasuki kelasnya. Menghampirinya dengan membawa satu kotak--entah apa isinya. Dimas menghela napas. Lagi-lagi ya ....

"Mas," ujar cewek itu saat sudah dekat dengam Dimas. "Eh, maksud gue, Adi. Maaf lancang manggil lo gitu, padahal lo enggak suka ya."

Dimas menghela napas. Ia melirik ke arah jendela--dimana siswa-siswi berlalu lalang sambil tak sengaja melirik mereka berdua di kelas. Setelah itu, pandangannya kembali pada presensi di sebelahnya. "Well, Gissele Anastasya, mau lo sekarang apa?"

Namanya Gissele Anastasya. Salah satu cewek yang lumayan dekat dengan Dimas. Gissele mengatupkan bibir. Ia menaruh kotak yang ia bawa tepat di depan Dimas. "G-gue bawain lo brownies." Cewek itu menatap Dimas dengan seutas senyum tipis. "Kemarin gue enggak sengaja ketemu tante. Beliau bilang lo suka brownies.  Kebetulan kemarin gue lagi beli kue--dan sekalian aja."

Dimas mengatupkan kedua belah bibirnya. Memandang sekotak brownies itu dengan nanar. Lidahnya kelu--memori kelam terpaksa  kembali muncul. Ia menghela napas--lalu memandang Gissele. "Gue--lo--kenapa lo selalu begini, Gis?"

"Mm ... karena gue sayang, lo ... mungkin," cicit Gissele pelan.

"Gue bukan orang baik," sergah Dimas. Tenggorokannya tercekat. "Lo ... lo padahal udah beberapa kali gue tolak. Kenapa? Kenapa lo malah masih sama gue? Lo udah tau fakta tentang gue, kan? You can't be her!"

Gissele tertawa. "I know, Dimas Danendra. Gue bukan dia. Tapi, setidaknya terima presensi gue. Lo selalu menolak kehadiran gue karena dia, kan?! Sebenarnya kenapa lo enggak mau nerima gue?! Dan ... apa, sih yang lo harapin dari orang mati?!"

Dimas mematung. Ia bergerak berdiri lalu memandang Gissele dingin. "Kita udah diskusi tentang ini berkali-kali! Gue cuman enggak mau posisi gue jadi orang berengsek disini! Lo enggak akan bisa jadi dia! Kapanpun!"

"What?" Gissele menatap Dimas tidak percaya. "Lo enggak lihat bagaimana perjuangan gue?! Lo enggak lihat gimana gue bertahan sama lo?! She is not here again! Ngapain enggak mau buka hati, Adi? Gue bener-bener enggak ngerti sama lo."

Suasana kelas panas-dingin. Beberapa siswa dan siswi menengok ke arah mereka sebelum berjalan kembali. Cuek. Sudah biasa kalau kata mereka.

"Gue enggak pernah, tuh nyuruh lo buat berjuang deketin gue. Lo nya aja yang bego."

"Adimas Danendra lo benar-benar--"

"Berengsek? Iya emang. Makanya lo jangan deketin gue karena gue berengsek," jawab Dimas menekankan tiap perkataannya. "Gue bahkan menghilangkan seseorang gara-gara gue lambat menyadari perasaan gue. Dan lo tau pasti Gissele Anastasya."

Gissele merapatkan bibirnya. Ia meraih kotak yang ada di meja Dimas sebelum berderap pergi dengan perasaan campur aduk. Dimas menghela napas. Ia terduduk lagi dengan pikiran semrawut.

Ayuna, aku rindu kamu ... muara rinduku. Meski kamu enggak ada disini, kamu masih ada di hatiku di memoriku, kamu enggak akan tergantikan, Bumiku. Poros hidupku. Merahku. []

FIN.

P.s: Aku jadi dapet suatu ide baru gara gara prompt ini..............

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Once Upon A Time: #25DaysFicletChallenge.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang