Part 3: Sinar matahari di Korea

6 1 0
                                    

Kata orang, rumah adalah tempat ternyaman dan tempat untuk melepas penat dari kesibukan dunia. Tapi baginya, rumah adalah tempat saat tidak ada lagi tempat yang dikunjungi.

Rumah ini terasa sangat hampa baginya. Tidak ada canda tawa dan keharmonisan yang tercipta, yg ada hanyalah aksi piring terbang dan pertikaian semata.

Ia bingung, untuk apa Tuhan menciptakannya di dunia ini jikalau tdk ada kebahagiaan padanya. Ia sebenarnya ingin menangis disaat teman-temannya menceritakan tentang keharmonisan keluarga. Ia ingin merasakan hangatnya pelukan ayah dan ibu. Ia ingin merasakan nyamannya bersandar di pundak ayah dan ibu. Ia ingin merasa dikhawatirkan sama ayah dan ibunya saat ia pulang larut malam. Ia ingin merasakan nikmatnya shalat berjama'ah dengan ibunya. Ia ingin merasakan nikmatnya makan bersama di meja makan dengan ayah dan ibu. Ia ingin merasakan itu. Ia hanya mampu bermimpi melakukan itu semua. Tapi, ia ingin semuanya nyata bukan hanya mimpinya semata.

Lagi dan lagi, Ia terus merenung. Tuhan pasti akan memberikannya hikmah dari ini semua. Pasti ada kebahagiaan yang ia dapatkan kelak. Tuhan ingin ia menjadi wanita yang kuat dan tangguh serta tidak manja.

Ia beranjak dari tempat tidurnya menuju balkon kamarnya. Dari sini, ia dapat melihat matahari bersinar terang di langit yang begitu tinggi. Dari matahari tersebut, ia dapat mengetahui kenapa ia diberi nama "Matahari", agar ia bisa seperti matahari di langit itu. Sendirian, namun bisa menerangi semua orang dengan sinarnya. Yang kedatangannya, mampu membuat orang kepanasan. Dan ketidakhadirannya, mampu membuat orang rindu dan berharap agar matahari segera tiba.

°°°
Saat ini, Tari sedang makan dikediamannya Langit. Bintang mengajaknya untuk makan malam bersama. Di meja makan ini, Tari tersenyum kecut kala melihat hangatnya keluarga Langit.

"Tar, lo kenapa? Kenapa nggak dimakan?" Tanya Langit yang kini duduk disampingnya.

"Tari, maaf yaa, makanannya hanya ini yang ibu sajikan." Ucap Bintang.

"Tidak apa-apa Bu. Masakan ibu sangat enak. Saya begitu senang melihat kehangatan keluarga ini Bu."

"Tar, kita ini keluarga. Anggap aja orangtua gue itu sebagai orangtua lo. Lo jangan merasa sungkan disini." Ucap Langit sambil memegang pundak Tari.

Tari hanya tersenyum kecil menanggapinya.

"Oiya, lusa kita ke Korea yuk. Tari ikut juga sekalian." Ucap Indra.

"Beneran Yah? Ayah serius?" Tanya Langit dengan mata berbinar mentap Sang Ayah.

"Serius dong sayang."

"Tari di Indonesia aja Om, Tante, Lang." Semua mata tertuju padanya.

"Lohh, kenapa begitu?" Tanya Indra.

"Tar, pokoknya lo harus ikut. Temani gue. Lo tega melihat gue sendirian menikmati korea?" Ucap Langit dengan mendramatisir.

"Kan lo sama bokap nyokap lo Lang." Ucap Tari heran dengan perkataan Langit.

"Mereka kan pasti mesra-mesraan, gue pasti sendirian jadi obat nyamuk. Ikut yaa Pliss, demi gue." Ucap Langit memohon.

"Gue segan Lang, ini kan acara keluarga lo. Nggak mungkin gue ikut."

"Ikut aja Tari, gapapa kok. Kami hanya liburan kok sekalian merayakan kemenangan Langit kemarin." Ucap Bintang.

"Iyaa Tar, lagipula om sudah memesan tiketnya untukmu. Sayang kan kalau kamu tdk ikut." Ucap

Dengan berbagai bujukan, akhirnya Tari menyanggupinya. Tari ikut bersama mereka ke Korea.

°°°
Korea, tempat dimana berkumpulnya para oppa-oppa yang dikagumi para wanita, termasuk Tari. Tari sangat ingin pergi keluar negeri bersama orangtuanya, namun tdk bisa. Tapi, ia bahagia. Ia bisa liburan bersama sahabatnya yang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri.

Ketika Langit Mengeluarkan Air MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang