4. Awal dari semuanya

422 77 12
                                    

Sudah hampir sebulan Bella diantar dan dijemput oleh Satria. Dirinya merasa senang karena Satria sudah semakin terang-terangan memperlihatkan perasaannya. Apalagi ketika mereka sedang makan berdua sepulang sekolah, pembahasan yang dibicarakan mereka berdua benar-benar membuat Bella selalu tidak menyangka.

"Aku kalau sama cewek lain, nggak bisa tuh makan siang begini berdua. Kenapa kalau sama kamu bisa?" Satria menatap Bella dengan tawa khasnya, "mungkin karena ceweknya ini spesial ya?"

Bella yang sedang minum hampir saja tersedak, "ya, udah deh."

"Hahahahaha! Muka kamu lucu banget!"

Perempuan dengan rambu terurai hampir sedada itu malah ikutan tertawa, meskipun pelan. "Udah ya, udah..."

Bagi Satria, momen sebulan itu terasa sangat amat lama untuknya mendekati perempuan. Biasanya ia dengan mudahnya menaklukan perempuan dengan jangka waktu kurang dari seminggu. Yah, namanya juga fuckboy ya kan? Wajar saja kalau sebulan ia sebut lama.

Namun, menurut Satria saat ia mendekati Bella, ia merasa bahwa Bella adalah perempuan yang sangat berbeda jauh dengan kebanyakan perempuan yang ia dekati. Bahkan bisa dikatakan mantan Satria tidak ada yang selugu dan sepolos Bellavina.

Bagaimana tidak lugu dan polos? Bellavina Luthfia Alwi adalah anak perempuan dari pasangan Abi Alwi dan Bunda Salma yang notabenenya adalah seorang agamis yang nasionalis. Bagaimana?

Tumbuh menjadi perempuan yang cantik, santun, berperilaku baik, dan tetap memiliki pandangan yang luas menjadikan Bella sangat jauh berbeda dibandingkan banyak perempuan lain. Ditambah lagi, melihat Bella bagaikan paket lengkap. Duh, Satria jadi tidak sabar memiliki Bella.

Satria kemudian bangkit dari kursinya, "udah? Yuk! Keburu hujan, Bel."

"Yuk."


cCc


Bulan desember biasanya memang selalu ditemani dengan hujan deras setiap harinya. Seperti saat ini saja, dua orang lelaki yang menunggu hujan reda di sebuah pujasera tidak jauh dari sekolah mereka. Ghifari atau sebut saja Aghi dan Fatur, teman sekaligus sobat karibnya.

Fatur menatap Aghi setelah ia bosan melihat jalanan yang basah. "Lu sampai kapan mau ngelihat jalanan, Ghi? Nggak bakalan berhenti juga itu hujan meskipun lu liatin sampai mata lu copot."

"Kampret banget," celetuk Aghi.

Fatur terkekeh, "untungnya kita berhentinya di sini, Ghi." Ia menunjuk beberapa stan makanan dengan dagunya, "masih bisa nungguin hujan sambil makan. Kalau di tengah jalan? Mampus lu, masuk angin yang ada."

"Iya sih," Aghi seperti menimang nimang, "Tuy, gue mau seblak deh satu ya. Pedasnya cukupan aja deh."

"Minumnya?"

Aghi nampak berpikir lagi, "es teh anget aja kali ya?"

Pria yang sudah berdiri dan seksama mendengarkan itu langsung mendorong pelan kepala Aghi. "Mana ada es teh anget nyet."

Pria berkulit putih bermata sipit itu tertawa, lalu mengatakan ia memilih es teh saja. Setelah Fatur pergi untuk memesan, Aghi kembali melihat ke jalanan yang hanya sedikit kendaraan berlalu lalang. Ia seakan menatap jauh ke depan.

"Beberapa tahun setelah ini, gue jadi apa ya?"

Pikiran Aghi langsung terdistraksi oleh kembalinya Fatur dan duduk di depannya dengan membawa dua gelas besar es teh dan teh hangat. Sudah jelas, es teh pasti miliknya.

Sweet WatermeloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang