Di hari ke tiga belas, suasana tak akur masih kental di sekitar Juan dan Dirga. Tak ada yang mengalah untuk bicara duluan, saling diam dan mengacuhkan satu sama lain. Sejak mereka bertengkar di sungai memang mereka tak saling bicara, tapi selepas pertengkaran kemarin yang melibatkan Wendy, mereka bahkan tak betah berada dalam satu ruangan lebih dari dua detik.
"Eh, bak sampah ujung kampung itu udah bersih?" tanya Hoshi pada Joy yang tengah asyik kutekan di teras Adipati. Warna merah maroon sudah melapisi setengah dari kuku jari kakinya.
"Gue udah minta Juan ngomong ke Pak Kadus, katanya mau dibersihin hari ini sama anak karang taruna."
"Di sini ada karang taruna?" tanya Dania yang tengah membuat buku kas koperasi di teras nimbrung.
Joy mengendikkan bahunya tak tahu. "Tahu tuh, gue denger dari Juan doang."
"Panggil Kak kek lo, sama senior gak ada hormat – hormatnya," cela Kalla meregangkan tubuh sembari berjalan keluar rumah. Joy melirik sedetik lalu kembali dengan kegiatannnya.
"Penghormatan gak perlu dengan panggilan," sahut Mahasiswa DKV itu santai, mengulas jari kelingking kakinya yang terakhir.
"Gue cukup menghormati Juan sebagai sesama manusia yang masih beradab," lanjut Joy. "But to be honest penghormatan gak hanya dari Junior ke Senior, vice versa. Agak menyesalkan kalo liat kemaren kenapa Juan gak menghormati pendapat Dirga. Dia cuman minta anggota kita buat hati – hati, tapi diomelin seolah ngelakuin kejahatan besar," alunnya santai sembari menutup botol kutek lalu melesat masuk ke dalam berniat mengambil jaket almamaternya.
Dania dan Hoshi terdiam. Sementara Kalla memutar tubuhnya menatap Joy, kaget gak kaget dengan ucapan Joy barusan. Mengingat saat pertama kali bertemu gadis itu saat jadi moderator, Joy memang terlihat berani dan pandai bicara. Meski saat bertemu lagi di program pengabdian ini tertutupi dengan kebiasaannya yang suka gossip.
"Omongan dia pedes tapi gue setuju." Hoshi menganggukan kepala ikut memutar tubuh masuk ke dalam.
"Kall, katanya hari ini anak karang taruna mau berkunjung."
Kalla menoleh saat Lino mendekatinya. "Sementara yang lain kerjain proker, harus ada yang jaga di sini."
"Juan mana?" tanya Kalla.
"Gue sama dia abis dari Pak Kadus, terus dia melipir bantuin Arin bawa alat ke Proker Tim Air."
Kalla mengangguk mengerti, lalu hendak masuk tapi ditangan Lino yang menghela nafas. Dia belum selesai bicara, tapi udah mau ditinggal.
"Belom beres gue ngomong." Kalla menghentikan langkah dan meringis kecil.
"Kata Juan, lo, Rendy sama Yerin diem di sini nyambut mereka." Tak menanggapi banyak, Kalla hanya mengangguk sekilas lalu meninggalkan Lino.
Lelaki itu terdiam selama sedetik sebelum menoleh, Dania yang curi – curi pandang panik membuang muka. Keadaan cukup canggung selama beberapa saat.
"Buku kas-nya belum beres?" Dania hanya mengangguk kecil sembari menggerak – gerakan bolpoin asal.
"Kalau capek rehat dulu, kasian otak lo dipake mikir terus."
Seolah tak berarti apa – apa, Lino pergi setelah mengatakannya. Menyisakan perasaan membuncah bagi Dania seorang diri yang meremat rambutnya gemas.
"Kenapa sih Lo Dan?! Digituin doang baper lo?!" bisiknya pada diri sendiri kesal.
"Baper sama siapa lo?" tahu – tahu Joy keluar lagi, sudah lengkap dengan almamaternya.
Dania yang sudah panik tadi bertambah panik karena tatapan curiga Joy. Melihat gerak gusar dalam mata Dania, tentu saja Joy paham.
Joy bergerak hendak memakai sepatunya, lalu berdecak tak heran. "Hidup bareng selama puluhan hari tuh emang gitu. Perhatian dikit baper, ada moment dikit jatuh cinta. Tahu – tahu pas pulang mewek karena sadar cuman pelarian dari rasa bosan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [OPEN PO check IG allyoori]
General Fiction[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tinggi berbeda, untuk hidup bersama selama 47 hari kedepan dalam sebuah rumah yang terletak di dusun terp...