🍁🍁

3 0 0
                                    

"Nyatanya bukan sakit hati,tapi kekecewaan yang begitu menyayat."


Sayang,sudah berapa kali kau bertanya mengapa aku menerima dirimu yang seperti itu?

Aku selalu ingin mengatakan bahwa kegigihan mu, yang meluluhkan kerasnya ego dari pintu tertutup ini.
Menyuguhkanmu dengan senyum gemas berkata, 'aku menyayangimu.'

Tapi sialnya aku tak mendapati kesempatan itu. Suaraku tercekat ditenggorokan. Jadi,kau hanya mendapati maluku yang membumbung tinggi.

Jika banyak orang mengatakan bahwa mereka hanya butuh mencintai dalam diam,maka benar. Kini aku merasakannya juga. Bahkan lebih parah,padahal ketika tersadar nyatanya kau disini, aku memilikimu. Tapi tak cukup berani untuk berkata bahwa hanya aku yang pantas untuk kau tatap.

Kau bebas. Karena akupun tidak pernah ingin mengekang.

Berpuluh kali rasanya kau berkata, 'Aku memilikmu. Jadi tak perlu lagi yang lain.' Kau tahu?

Aku percaya.

Sangat.

Dan aku semakin mencintaimu.

Namun kini aku sakit.
Sakit rasanya ketika lidah ini kelu. Ingin berkata bahwa aku cemburu. Semua yang membuatmu ragu apakah hanya kau saja yang memiliki rasa. Pengakuan itu yang sedari empat bulan lalu ingin kau dengar.

Aku tahu.

Teramat.

Kukira dengan membalok tinggi,kau tidak akan terganggu. Kenyataannya membuat dirimu justru ragu.
Maaf untuk itu.

Aku selalu berusaha untuk terbuka. Mengesampingkan acuh terdahulu. Sikap yang menghasilkan pertentangan. Aku berfikir jika ini haruslah menjadi akar. Aku memberitahumu segala yang ku punya, dan tetap memiliki diriku untukku sendiri sampai waktunya tiba. Aku harap ini akan menjadi penting. Dan aku mungkin tak lagi harus bertanya.
Dengan banyak.

Aku ingin kau seperti itu juga. Kau selalu seperti itu. Anggapmu itu tak penting,jadilah kau menyimpannya untuk menjadi sampah berserakan. Tanpa kau tahu,aku siap lebih dari kemampuanku untuk mendengarkanmu. Mencoba memahamimu sebaik yang aku bisa.

Kau lupa jika aku akan memandangmu yang tengah bercerita saraya berseri-seri. Aku merasa diriku dianggap, dipercaya.  Jadi kau membagi kisahmu.

Aku tak disampingmu dalam jarak yang mampu untuk kau rengkuh. Jadi aku merindu. Berharap kau mau membagi kisah yang dilalui nafasmu. Aku bisa membayangkannya. Imajinasiku sangat tinggi. Itu perkara mudah. Setidaknya untuk mengobati diriku sendiri.

Kesalahannya hanya pada titik acuan  kedewasaan kita yang berbeda.

Jadi jarak adalah suatu bom yang akan meledak sewaktu-waktu.

Ku harap kau ingat,jika kita tak pernah berpaling saat jemari menggenggam.  Kau adalah rumah saat aku kehilangan.

Ini menyiksa.

.

Jangan marah.

Hal itu adalah pilihan terakhir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hope you know🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang