2. Felixa Cakra Farenzo

21 3 0
                                    

Dipanggil Cakra karena kini laki-laki itu tinggal di Jakarta. Laki-laki yang sering disapa Felix atau paling tidak Faren ketika SMP di Aussie dulu. Nama Cakra diambil dari nama tengah yang diberikan Sang Ibu asli Surabaya.

Cakra anaknya murah senyum, gampang berbaur namun susah mendapat pasangan. Gaya bertemannya dengan laki-laki sama saja dengan gayanya berteman dengan perempuan.

Walaupun begitu, Cakra bukan seseorang yang nyablak dan kasar pada sesama jenis, alhasil para perempuan yang diperlakukan seperti laki-laki pun santai saja.

Suatu hari Cakra pernah berpikir, bagaimana jika dia tak kunjung mengenalkan pacar pada Mama dan Papa. Takutnya, ia dijodohkan seperti kakak-kakaknya yang masih tinggal di Aussie bersama Papa.

Mama dan Papa tidak berpisah, namun memang begini lah ajaran keluarga. Meskipun Mama turut ikut ke Indonesia, Cakra tetap dididik mandiri. Papa paling-paling berkunjung tiap sebulan sekali. Dan bulan depan Mama malah akan kembali ke Aussie. Meninggalkan Cakra tinggal sendiri hingga lulus nanti.

Ah ya, kakak perempuan pertama Cakra sudah menikah dengan pilihan Papa, sementara kakak laki-lakinya saat ini sedang melakukan pendekatan dengan wanita pilihan Mama.

Cakra tidak mau dijodohkan. Terlebih ketika melihat Fenzi (kakak laki-lakinya) yang sempat berontak tidak mau dijodohkan.

Namun apa boleh buat? Laki-laki itu tak kunjung membawa pacar. Cakra sih bilang boro-boro pacar, orang Fenzi tidak ada waktu kosong bekerja. Mungkin ada satu waktu, Fenzi pasti lebih memilih menghabiskannya dengan teman tanpa tertarik melakukan pendekatan dengan perempuan.

Salah satu alasan Cakra memaksa Papanya agar menyekolahkan di Indonesia adalah ini. Mencari pacar, karena Cakra yakini kehadirannya di Indonesia akan membuat para cewek-cewek tertarik.

Cakra tau dirinya beda, dirinya bule.

"Hahahaha!"

Laki-laki kurus yang kini duduk di atas motor itu menoleh ke depan. Melihat ada Naran bersama adiknya tengah menonton tayangan komedi di ponsel Sang Adik. Mereka berdua saudara kembar, tapi menurut Cakra mereka berdua lebih cocok jadi pasangan kekasih. Mengingat betapa bucinnya temannya itu pada Jeane.

Cakra fokuskan mata pada Si Gadis, Jeane. Sedikit memicing  meneliti wajahnya. Jeane cantik, tentu saja. Gadis itu punya garis wajah sedikit bule dengan mata sipit persis seperti Naran. Cakra jadi tersenyum tipis tanpa ia sadari. Apa Cakra dekati Jeane saja kalo begitu?

"Heh!" Jeane tau-tau menepuk bahu Cakra membuat laki-laki itu mengerjap. Tidak sadar sedari tadi tatapannya sudah dibalas kernyitan keduanya.

"Apa?" Tanya Cakra kalem. Berdehem, menolehkan kepala sekaligus menyerong bedannya ke arah lain. Berikutnya jadi merutuk diri bagaimana cara mendekati Jeane jika dia terus kaku begini.

Jeane terdengar mendengus keras di sampingnya. Cakra menoleh, menaikan sebelah alis tatkala melihat wajah masam Jeane yang memandang gerbang di sebrang parkiran yang kini jadi tempat mereka nongkrong—mumpung masih pagi, OSIS belum datang mengamankan kendaraan.

Cakra mengikuti arah pandang gadis itu. Di gerbang sana, tampak laki-laki berperawakan tidak terlalu tinggi. Garis wajahnya kalem, malah terlihat culun dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya menurut Cakra.

Kalo tidak salah namanya Arjuna—Cakra hampir mengenal semua peserta MPLS terutama laki-laki, karena bergaul dengan Naran yang suka celetuk sana-sini sok akrab.

Arjuna sedang bersama perempuan, tertawa bersama.

Cakra mengernyit, kembali menoleh pada Jeane yang tak mengalihkan sedikitpun perhatian pada keduanya.

Not FRIEND but MoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang