S A T U

1 2 0
                                    

Aku baru pulang dari kampusku, waktu sore seperti biasa dengan seabrek rasa lelah dan tugas-tugas yang belum kuselesaikan. Ku seret kaki yang baru turun dari motor yang setia menemaniku selalu, duduk sebentar di teras sambil merasakan semilir angin sore.

Bicara soal angin sore, jadi mengingatkanku pada dia yang sudah lama pergi, entah pergi kemana tak ada kabar. Jika dihitung-hitung hampir satu tahun dia pergi.

"Aaah, ayolah sukma! Dia sudah pergi, menikah mungkin. Gak usah dipikirin lagi, nanti rindu lagi, mewek lagi dah lu, 'ntar," Aku bergumam sembari mengusap kepala yang tertutup kerudung.

Kuangkat tubuhku berjalan ke dalam rumah, sepi. Orangtuaku masih di toko, pulang saat jam sembilan malam nanti.

"Segarnya Ya Allaah mandi sore ini," gumamku.

Setelah aku siap dan tak lupa juga aku kunci pintunya. Ku keluarkan motor, melaju untuk pergi ke toko orangtuaku. Aku memang biasa membantu di toko, tapi aku pulang lebih dulu dari mereka.

Setiba di sana kulihat Ayahku sedang bercakap-cakap dengan seseorang laki-laki.

"Mungkin temannya atau pelanggan yang sedang menunggu pesanan, jadi diajak ngobrol deh," pikirku.

"Assalamualaikum." Aku mengucap salam tanpa menoleh pada laki-laki yang tadi hanya ku lihat punggung saja, karena memang kebiasaanku tak mau lihat wajah laki-laki, apalagi yang masih muda. Bisa baper nanti aku.

Aku langsung masuk dan menyapa ibu, dan saat melihat kedepan baru aku sadar dia amat sangat familiar, setahun sudah aku terbiasa dengan rindu dan rasa. Kini dia datang dengan senyum bahagia tampakkan diri di depan muka. Sue!

Dia melihatku, tersenyum. Masih sama ramah dan senyumnya. Aku sedikit terkejut dan bergeming sebentar, lalu aku tersadar buru-buru kubalas senyumnya dengan sedikit anggukan.

Aku tak kuat. Aku langsung masuk memegangi dadaku, bias kaca ingin sekali mengalir, berharap luruhkan rindu yang setahun ini cukup mengganggu.

Allaah, dia kembali. Senyum dan ramah tamahnya masih sama. Aku harus bagaimana? Aku sudah mulai terbiasa, tapi dia kembali. Tunggu! Dia kembali sendiri. Atau kembali untuk beri kabar bahwa dia sudah menemukan belahan jiwa? Lagi-lagi pikiranku.

"Sukma ... Sukma, sini!" teriak Ayah.

Aduuh kenapa harus aku? Dimana si Novan tadi? Anak itu ... Awas saja dia.

Aku melangkah keluar, "Kenapa?" tanyaku

"Ini bawa ke dalem, dari si Ikhsan tadi," suruh Ayah padaku. Kuterima beberapa bungkusan itu, yang lumayan berat.

"Makasih, ya, om," ucapku. Memang, usia yang terpaut lumayan jauh membuatku sedikit kaku jika harus kupanggil mas, atau abang. Jadi, lebih baik kupanggil 'Om'.

Dia tersenyum dan meganggukkan kepala. Aiiih ... tak taukah dia ini? Jantungku lompat-lompat dari tadi, menatapnya sedekat ini biasanya aku hanya menatapnya dari seberang ke seberang, tapi sekarang hanya beberapa senti saja.

Perantara JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang