• Ao the Despair (2) •

748 88 2
                                    

Pekerjaan menyuruh lalu menendang orang ketika tak sejalan dengan apa yang diinginkannya adalah keahlian Samatoki yang sudah tidak asing lagi di mata rekan-rekannya, terutama Jyuto dan Riou, keduanya memaklumi tetapi Jyuto lah yang lebih sering kerepotan menghadapi tingkah pola Samatoki.

"SUDAH KUBILANG RAMUDA AMEMURA BUKAN SI PENULIS PEMBOHONG, DASAR SAMPAH!!"

‘BRAKK !!!’

Emosi Samatoki sudah memuncak, ia akan menendang apapun yang ada disekitarnya. Beruntung kedua orang suruhannya tak kena amukan tendangannya.

Dengusan dengan kerutan di dahi sudah sangat cukup mendeskripsikan kemarahan Samatoki.

“M-maaf Aohitsugi-s—”

“PAKAI SAMA!! APA KAU TULI HAH?!”

“Sekali lagi ma—”

“KELUAR KALIAN KUTU BERAS !!”

Dan terdengar suara pintu dibanting kasar oleh Samatoki.

Lalu di sisi lain ....

"Kuda itu mengamuk lagi ....” Wajah Riou tenang seperti biasa.

Jyuto santai dengan hisapan rokok yang diapit dua jarinya, “Begitulah, sudah menjadi kebiasaannya.” Lelaki bermata empat ini juga tak mau mencampuri Samatoki.

Tapi tetap siap sedia, cepat atau lambat Samatoki akan mengeluh dengan umpatan kasarnya pada Jyuto.

“Kau mau coba resep baruku?” Lagi-lagi Riou menyempatkan diri tak sungkan menawarkan menu baru (masih) ala-ala survival cooking miliknya.

Layaknya Samatoki, tentu saja Jyuto akan menolak dengan halus. “Lain kali saja, perutku masih penuh saat tadi pagi sarapan.” Jawaban yang cukup klise, tapi hanya itu yang muncul di kepala Jyuto.

“Hah~ Sayang sekali ....” Ucap Riou sedikit kecewa. Meski ditolak rekan-rekannya ... Ia sudah terbiasa karena hanya beberapa teman jauhnya yang selalu menerima masakan random survival life style-nya.

Keduanya sibuk dengan kegiatan dan pikiran masing-masing setelah percakapan super singkat diantara Jyuto dan Riou.

Tidak lama setelah itu, terdengar pintu yang tendang dengan keras. Tak perlu repot menduga siapa pelakunya, Jyuto dan Riou sudah tahu hanya mendengar suara gaduh itu.

Dan pintu yang dibanting kasar (lagi.)

Kemudian Jyuto dan Riou sudah siap mendengar ocehan Samatoki.

“Kali ini apa?” Dasar Jyuto ... pada akhirnya ia melontarkan pertanyaan juga pada Samatoki meskipun dalam hatinya ia ingin sekali saja tak peduli pada si kuda putih barbar itu.

Samatoki tak bergeming tapi kerutan di dahinya mudah ditebak.

“Aku meminta kutu-kutu itu menemui Ramuda tapi mereka malah salah tangkap pada penulis pembohong itu!” Samatoki menyeru tapi tak ada umpatan tetap ada panggilan yang tak seharusnya di sana.

“Tenang, Samatoki.” Kali ini Riou angkat bicara meski sesedarhana itu.

“Mana bisa aku tenang jika uangku melayang begitu saja tanpa hasil seperti yang kumaksud.”

Suaranya hampir merendah diakhir antara pasrah dan sedikit sedih yang sebenarnya sulit diekspresikan. Karena Samatoki cenderung memilih melamun dengan rokoknya jika merasa sedih, stress bahkan ketika bosan melandanya.

Helaan nafas Riou baru kali ini terdengar diantara keduanya. “Apa yang membuatmu menghubungi Amemura-san?”

Samatoki terdiam.

“Dan sebegitukah kau ingin membuat Ichiro kembali?” Jyuto main saja menebak pertanyaan, hanya ingin memastikan.

Sudah pasti ditelinga Samatoki itu terdengar meremehkannya.

Entah kenapa rasanya tenaga Samatoki terasa terkuras banyak, ia diam sejenak dan menyalakan pemantiknya. Jelas Samatoki akan menjawab pertanyaan dua rekannya disela merokoknya.

“Pertama, Ramuda punya banyak 'orangnya' dan kupikir itu akan membantuku menemukan Ichiro. Kedua ....” Samatoki memberi jeda, ia menghempaskan kepulan asap dari mulutnya.

Jyuto dan Riou tetap khidmat mendengarkan Samatoki.

“Aku mungkin tidak akan repot-repot selama dua tahun ini untuk mencari bocah merah itu jika aku tak menginginkannya kembali, jelaskan?” Final pria Aohitsugi itu.

Rasanya ia sangat puas memberikan penjelasan pada dua rekannya, senyum miring pun terlihat.

Lalu Jyuto mengusap kasar permukaan wajahnya sembari menghela nafas. Mau tidak mau, ia sudah jelas secara tidak langsung harus membantu rekan kudanya itu.

“Mulai besok akan kusuruh anak buahku mencari Yamada bersaudara itu.”

Wallflower; Samaichi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang