What's My Life Again? (Not) A RomCom?

759 73 52
                                    

Sebenarnya Jisung gak suka terlalu lama menyesap alkohol diluar. Terlalu bising—dan menyusahkan. Terutama bagi dirinya yang menyebalkan kalau sedang benar-benar naik, pasti akan sangat menyusahkan orang lain.

Walau gak se-menyusahkan orang ini, sih.

Gak, bukan Jisung kok. Justru kali ini Jisung sedang melihat tokoh utamanya—dimana sosok ini terus menjadi pusat perhatian kedai dekat kantor Jisung, dan selalu menjadi pelanggan yang paling... Nyentrik?

"PAAAAAAAKKKK, HYUNNIE GAK MAU NGELIAT KERTAS! HYUNNIE ALERGIIIIII! HUHUHUHUHU..—aduh pusing... HUWEEEEEE!"

Kan, nyentrik.

Lagipula, siapa juga yang akan membahas permasalahan personal sambil berteriak begini? Harusnya sih kalau mereka sudah terbiasa dengan pahit dan kerasnya soju, mereka takkan mengacaukan diri mereka sendirian begini. Tapi nyatanya—pemuda ini melakukannya, sendirian. Tanpa orang lain yang menjaganya—well, memangnya dia siapa? Anak konglomerat yang butuh dikawal 24 jam dan 7 hari non-stop? But atleast, u need accompanies when it comes to the worst later.

Jisung sendiri gak terbiasa untuk mabuk diluar apartment begini. Biasanya ia akan membungkus beberapa botol berwarna hijau itu—juga membungkus makanan! Sushi! Ayam goreng! Pizza! Dan setelahnya ia akan menyesap cairan pahit itu sendirian, meratapi pahitnya kehidupan yang telah ia lewati seharian itu. Namun akhir-akhir ini—rasanya ia tak mau menumpahkan kegundahannya di apartnya, jadi ia memilih untuk menumpahkannya di kedai terdekat sampai puas, lalu kembali ke apartment dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Kedai kok, bukan bar—karena Jisung sendiri merasa, permasalahannya akan jauh lebih runyam jikalau menyemplungkan dirinya pada lautan manusia—dengan dentuman musik keras yang tak ada habisnya sampai menjelang subuh.

Tapi rasanya—di bar dan di kedai takkan ada bedanya. Karena di kedai pun, ia juga bertemu dengan pemuda bising yang terus mendatangi kedai yang sama tiap harinya. Sama seperti Jisung.

Bising dan... Menyedihkan.

Entahlah, seharusnya Jisung tak mengomentarinya begitu. Karena rasanya Jisung juga sama saja sepertinya—yang terus menumpahkan rasa frustasinya dengan alkohol. Walau Jisung tak setiap hari mendatangi kedai untuk alkohol—mungkin datang untuk menyantap salmon sashimi segar—, tapi untuk pemuda ini—ia hampir menemukannya tiap hari jumat malam—hari terakhir weekday. Erangan frustasi yang dilontarkan juga kacau, tak jelas, dan selalu diselingi dengan teriakan. Dan mungkin juga 'BUUUUUU AKU MAU SALMON SATU EKOR!' yang selalu membuat ibu kedai menggeleng, namun tetap memberikan seporsi sashimi besar untuknya.

Tapi sepertinya kali ini kasusnya agak sedikit... Berbeda.

Pemuda itu jadi lebih banyak menangis dibanding menggila seperti biasa, lebih banyak diam sesenggukkan, dan lainnya—yang mungkin bisa menjadi essay sendiri kalau Jisung jelaskan disini. Namun ia masih terlihat lahap menyantap sushinya—harus Jisung akui, pemuda ini memang luar biasa. Bahkan mungkin kalau Jisung se-stress itu, ia takkan mau menginjakkan kakinya kemari dan mungkin nafsu makannya akan sangat hancur. Pipi tembamnya mungkin akan kempes karena stress yang dialaminya.

Dengan kata lain—kegiatan Jisung ini tak sampai membuatnya se-hancur itu. Tapi cukup melegakan perasaan Jisung yang berkecamuk tak karuan.

"HUWAAAAAAAAA—CAPEK BANGET TOLONG, MAU JADI UNDUR-UNDUR AJAAAAAAA!"

Mungkin—harus Jisung akui, kehadiran pemuda itu di kedai cukup memberikan tarikan pada bibirnya. Walau tarikan yang aneh, seperti mendengus geli, tersenyum konyol, atau mencebik sebal, tapi rasanya—melihat eksistensi sang pemuda di kedai tiap hari dan waktu yang sama, membuat rasa penasarannya meningkat. Mungkin tak terasa senang seperti itu, namun menghibur dirinya yang overwhelmed dengan kehidupan pekerjaannya.

Amerta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang