Malam semakin larut. Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB. Angin berhembus ringan, perlahan menggoyangkan ilalang. Mengajaknya menari-nari diiringi hembusannya. Mereka berdua masih tak beranjak dari tempat itu. Duduk diatas semak dan hanya beralaskan koran yang tadi sempat Yovi ambil dari jok vespanya.
"Suka tempatnya, Nai?" tanyanya seraya beranjak dari duduknya dan beralih menuju teleskop didepannya.
"Suka banget kak, tau aja kalau aku bahagia melihat langit."
"Sini, Nai."
Lalu Rinai berjalan kearahnya. Kemudian memberi kesempatan Rinai untuk menggunakan teleskop tersebut.
"Apa yang kamu lihat?"
"Banyak bintang, kak!" seru Rinai bergembira.
"Eh itu ada bintang yang jatuh."
"Oh ya? Mana?" Kemudian Rinai sedikit menepi.
"Kamu tau apa yang membuat tempat ini indah?" tanya Yovi seraya menatap manik mata Rinai yang bercahaya terpantul sinar rembulan. Rambutnya ia biarkan tergerai. Sehingga ujungnya dengan mudah dipermainkan oleh semilir angin.
"Karena bintang jatuh mungkin."
"Salah."
"Lantas? "
"Karena ada kamu sebagai hiasannya." ucapan Yovi baru saja membuat Rinai semakin berdesir.
"Ih, dasar gombal!"
"Beneran, Nai. Akuu... " Rinai sedikit mendongak. Ia ingin segera mendengar apa yang akan Yovi ucapkan malam ini.
"Nggak jadi deh." Rinai memanyunkan bibirnya. Kesal? Pasti.
"Ih, aku serius nih." Yovi tertawa.
"Okay, kita replay." Yovi kembali menormalkan raut wajahnya. Entah mengapa detak jantungnya terasa berpacu kencang. Sehingga mungkin siapapun dapat mendengar lompatannya.
"Aku mencintaimu." hanya dua kata berjuta rasanya. Seketika ujung bibir Rinai tertarik keatas. Bahagia? Dengan senang hati, iya. Sangat bahagia. Bagaimana tidak, kata yang selalu ia harapkan setiap bertemu dengan kakak tingkatnya kini tersiar sangat jelas.
"Aku juga, "
"Aku juga? " tanya Yovi meminta penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sendu
Teen FictionSesuatu yang kita harapkan, tak selamanya akan indah. Terkadang, kita membutuhkan waktu untuk mengikhlaskan sesuatu itu kembali pada tempatnya. Tentang hati, tentang komitmen, dan tentang perjuangan. Akankah sebuah atma yang kian terluka kembali men...