Cinta atau Nafsu

702 16 0
                                    


       "Jika nanti sakit, Fasha, akan kuhentikan. Tidak akan kupaksakan seperti kemarin. Saat kita baru pertama kali mencoba. Aku janji."

Septyan memegang lembut kedua tangan gadis berhijab biru di depannya. Ini bukan tentang apa yang akan Septyan minta untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Ini tentang cara apa yang harus Septyan lakukan agar Fasha melakukan hubungan badan dengannya untuk kedua kalinya. Dia genggam jemari-jemari lentik Fasha, tidak ingin melepaskan. Untuk mencapai tujuannya, Septyan harus melakukannya secara pelan. Tidak perlu terburu-buru, atau nanti Fasha tidak akan lagi mau.

Kemarin saat pertama kali mencoba berhubungan, Fasha menitikkan air mata. Tangannya meremas kuat punggung Septyan demi bisa menahan perih luar biasa yang ia dapatkan dari Septyan di balik selimut putih. Rasa sakit yang rela Fasha dapatkan untuk membuktikan seberapa besar cintanya kepada Septyan. Rasa sakit yang sampai besok lusa tidak akan pernah bisa disembuhkan oleh Septyan sendiri. Rasa sakit yang harus Fasya terima seumur hidupnya.

Ya, di satu sisi Fasha memberikan bukti cinta, tapi di sisi lain Septyan telah melanggar janji tidak bisa lagi menjadi lelaki yang kuat menjaga. Menjaga apa yang dia yakini, menjaga hawa nafsu dan perintah Tuhan-nya, juga tidak lagi bisa menjaga Fasha, gadis yang begitu mencintainya, lantas kemudian Septyan memanfaatkan cinta Fasha dan meminta bukti seberapa besar cintanya.

Kisah ini bukan tentang gadis yang merelakan tubuh dan kehormatannya. Kisah ini tentang Fasha yang seumur hidupnya harus menanggung akibat dari besarnya pembuktian cinta.

Kemarin—tepatnya tiga hari lalu—meski sudah keluar darah. Fasha tidak kuat menahan sakitnya. Dia mengiba pada Septyan agar menghentikan semuanya. Itu terlalu menyakitkan. 

Bukankah cinta memang seperti itu? Seolah menjaga dan tidak memaksakan nafsu, tapi sejatinya nafsu itu dimasukkan secara perlahan. Mulai dilakukan setiap hari, lalu akhirnya menjelma sebagai kebiasaan. Apa yang tadinya dirasa sebagai dosa di dalam dada, tiba-tiba saja menjadi keharusan yang harus dituruti.

Awalnya percaya kalau itu memang sebuah salah. Lantas seiring waktu berjalan, hingga dianggap hal yang biasa-biasa saja.

Entahlah, apakah memang yang seperti itu dinamakan cinta atau sekadar nafsu?

Fasha menarik tangannya. Dia menggeleng. Cukuplah malam itu saja kesalahan yang ia buat, tidak lagi untuk petang ini. 

Dinding-dinding kost-an Septyan masih menampilkan bayang-bayang mereka tiga hari lalu. Bantal dan kasur itu masih sama. Selimut putih dan sprei juga telah selesai Septyan cuci di laundry. Tidak terlupa walau hanya satu kelebatan.

Petang ini, Fasha ingin sekali menolak, tapi apa yang kini dia pertahankan? 

Tubuhnya? 

Harga dirinya?

Atau cintanya?

Tubuh Fasha sudah pernah dilihat seutuhnya oleh mata Septyan.

Harga dirinya juga sudah diambil laki-laki di depannya.

Cinta. Ya, mungkin dengan ini Septyan akan terus menjaga hati untuk Fasha.

KARENA AKU BUKAN LAGI PERAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang