Jalan

311 14 0
                                    

       Satu preman yang masih berdiri, mengambil kuda-kuda. Mengepalkan tinju untuk membalas serangan meski tahu tinju tangan kosong tidak akan menang melawan kunci inggris besar.

Mata preman itu menyalak tajam. Bukan tidak takut karena lawannya membawa senjata, tapi semua juga sudah terlanjur. Dia menoleh ke arah Fasha yang ketakutan.

Fasha tidak bisa lari, dia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja menimpahnya. Menunggu ojek online, disekap dari belakang, diseret ke gang gelap, lalu setelah dia pasrahkan semua, ada seorang laki-laki yang menolongnya.

Dia harus kabur atau tetap disini? Tidak masalah jika si lelaki yang menang. Namun jika preman itu yang menang, lelaki yang menolongnya malah akan dijadikan samsak tinju. Fasha memilih untuk tetap disini dengan segala gemetar yang menjalar di kaki.

Lelaki dengan kunci inggris itu juga memasang kuda-kuda. Mengambil gerakan kaki memutar untuk bisa memilih waktu yang tepat buat menyerang. Pengalamannya nol dalam menghadapi preman, tapi berkat kunci inggris, setidaknya itu menambah peluang kemenangan.

Jaraknya dengan preman di depan sekitar dua meter. Bagian belakangnya, sementara gadis berhijab itu cukup jauh. Tapi tidak lari kabur.

Harry—nama laki-laki itu—mengganti posisi kunci inggrisnya hingga ke belakang kepala.

Bukan serang pukulan yang akan dia gunakan. Tapi ...

Buk!

Kunci inggris di tangannya, Harry lemparkan sekuat tenaga. Menghantam tepat di dada preman di depan. Preman itu sempat mengaduh kesakitan, tapi akhirnya tumbang. Menyusul temannya.

Harry mengembuskan napas. Mengucap syukur dirinya tidak apa-apa. Boleh jadi benar kata Istiana tadi di bengkel, ketika kamu mempunyai niat untuk menolong seseorang. Allah akan ikut serta membantu.

Harry mengambil takut-takut kunci inggris yang dilemparnya tadi. Semoga kedua preman itu tidak sampai mati. Ada dua pilihan tadi, melempar persis di kepala preman, lalu membiarkan dia menerima hantaman, kepalanya bocor. Bisa juga ke dada atau ke kaki, setidaknya rasa sakit bisa memberikan Harry tambahan waktu untuk menendang wajah preman.

Harry berjalan ke arah Fasha yang masih mematung di dalam gang gelap.

"Kamu tidak apa-apa?"

Fasha bergeming, tidak menjawab. Harusnya dia tidak perlu diselamatkan.

Untuk apa?

Tidak ada lagi yang bisa Fasha perhatankan. Salah satu preman tadi sempat mencium pipinya, sebelum akhirnya Harry datang.

"Nona? Kamu tidak apa-apa?"

Untuk apa dia diselamatkan? Tidak perlu. Bukannya menolak, tapi tidak ada yang berubah jika pemerkosaan itu terjadi atau tidak. Tubuhnya sudah hina.

Karena tidak mendapat balasan, sementara Fasha hanya memantung dengan kaki gemetar. Harry melepas jaket yang ia kenakan, lalu menyelimuti tubuh Fasha.

Hangat.

Jaket Harry membungkus pundak Fasha hangat. Sebuah rasa dimana Fasha merasakan jika pemilik jaket ini tengah melindunginya. Menjaga Fasha seolah sesuatu yang begitu berharga.

Pelan-pelan Harry menuntun Fasha berjalan keluar gang gelap. Ia akan membawa gadis itu ke bengkelnya.

"Tenang. Kamu aman bersamaku."

Ya, bukan untuk malam ini saja. Fasha akan selalu merasa nyaman dan aman bersama Harry.

Harry akan selalu menuntunnya. Bukan hanya malam ini. Bukan hanya menuntun ke bengkel miliknya. Tapi juga menuntun Fasha kepada dirinya yang lebih baik.

Cinta tidak pernah tahu kapan ia bertemu. Bisa saja di taman penuh bunga-bunga indah. Bisa juga di jalan gelap dengan kondisi yang paling tidak terduga.

Cinta itu memang sudah bertemu. Tapi belum tumbuh. Fasha masih milik Septyan, sementara Harry masih sibuk membesarkan bengkel miliknya.

Keduanya sama-sama belum tahu. Jika besok lusa keduanya akan sama-sama menguatkan. Sama-sama mau menerima kekurangan dan menjadikannya pelajaran.

Harry terus menuntun Fasha.

Hingga Fasha dapat menemukan jalan.

***

KARENA AKU BUKAN LAGI PERAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang