Part 5 - Baik Baik Saja

375 23 3
                                    

#KARENA_AKU_BUKAN_LAGI_PERAWAN
Part: 5 (Baik-Baik Saja)

       Fasha masih belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Dia hanya menatap kosong ke hadapan. Ingatan tentang dia didorong hingga menatap tembok, wajah nyalak preman seram yang hampir memerkosanya. Perkelahian. Semua begitu cepat.

Hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga jam. Kenapa hidupnya jadi sehancur ini?

Malam selalu menyakitkan. Memberi luka yang bahkan tidak akan hilang.

Setelah membuat teh hangat dan kakaknya pergi. Istiana menghampiri gadis yang dari tadi termenung diam.

Gadis mana pun akan melakukan hal yang sama jika sesuatu yang buruk menimpanya.

Istiana tersenyum. Bukan karena dia bahagia, karena ingin menularkan senyumnya pada gadis yang duduk di sofa. Jujur, Istiana bingung harus mulai bicara darimana, berkata apa untuk membuka topik obrolan.

Lalu dia teringat saran kakaknya. Jika kamu bertemu dengan orang asing, maka sapalah dengan kalimat.

"Halo, saya Istiana. Saya datang dengan damai. Bip-bip. Saya tidak ada niat untuk menghancurkan bumi. Bip-bip."

Oke, saran kakaknya salah. Itu bukan kalimat yang tepat untuk memulai pembicaraan. Sembari terus memegang secangkir teh hangat. Istiana ....

"Namaku Fasha. Terimakasih sudah menolongku."

Mata Istiana melebar. Susah-susah dia mencari topik membuka percakapan. Ternyata Fasha yang menyapanya duluan.

"Sama-sama. Memang sih disana gelap jadi rada bahaya. Tapi kamu tidak apa-apa, kan?"

Fasha mengangguk. Dia tidak apa-apa. Setidaknya tidak ada yang terluka di tubuhnya, entah di hatinya. Tapi selama tidak terlihat, Fasha masih bisa berpura-pura baik-baik saja.

Istiana membuang napas lega. Syukurlah jika tidak apa-apa.

"Ini, diminum dulu."

Fasha menerima cangkir itu, menyesap teh hangat itu pelan.

Apa teh memang sehangat ini?

Fasha memang penyuka teh. Tapi kenapa teh yang baru saja diminumnya begitu hangat, sampai-sampai bisa seolah bisa menghangatkan hatinya.

Menghangatkan tubuh yang baru saja diselimuti dinginnya malam.

"Kamu tidak menghubungi keluargamu dulu? Mungkin saja mereka khawatir." Istiana mengingatkan. Ya! Mama dan papanya pasti khawatir. Sebelum pergi papa Fasha sempat berpesan agar pulang sebelum jam makan malam.

Ponsel?

Dimana ponselnya?

Fasha mencari di dalam tas kecil yang ia bawa tidak ada. Ponsel itu terjatuh saat salah satu preman tadi membekapnya.

"Aku kehilangan ponselku."

"Dimana? Saat di gang tadi? Aku ambilkan, siapa tahu masih ada."

Istiana langsung sigap. Jika dia cepat, ponsel itu bisa masih ada di sana. Toh, tidak jauh. Hanya menyeberang jalan besar.

Saat Istiana mau berdiri, Fasha menahan tangannya. "Tidak perlu."

"Tapi ponselmu bisa saja masih ad—"

"Tidak perlu. Preman itu bisa saja masih ada di dalam gang itu. Aku tidak ingin ada yang terluka lagi. Biar ponsel itu hilang. Tidak apa-apa."

Kemungkinan besar memang ponsel itu masih ada di sana karena jalanan sepi. Tapi karena jalan sepi itulah jadi berbahaya bagi ....

"Ohiya, namamu siapa?" tanya Fasha pada gadis di depannya. Istiana menepuk dahi. Dia lupa untuk mengenalkan diri.

"Perkenalkan. Saya Istiana, dan saya datang dengan damai. Bip-bip!" ucap Istiana dengan suara robot—entah suara alien. Aneh sekali suaranya.

Fasha tersenyum.

Setelah semua yang terjadi. Fasha bisa sedikit tersenyum. Istiana menyambutnya hangat dan dia memang hangat. Juga suka bercanda.

"Kalau lelaki tadi?"

"Dia kakakku, Harry. Dia pergi karena ada acara makan malam dengan om siapa gitu. Aku lupa. Janjiannya sih rada tadi, tapi kakak milih buat memeriksa gang dulu."

"Maaf."

"Tidak apa-apa. Diselamatkan itu bukan sebuah kesalahan. Menyelamatkan seseoramh juga bukan. Yang salah itu udah nulis panjang-panjang, tapi cuman di-read doang."

Fasha kembali tersenyum. Dia bisa melupakan sejenak rasa sakitnya. Istiana benar-benar bisa mencairkan suasana. Gadis itu bahkan benar-benar memasang raut wajah penuh kesedihan.

Ternyata bukan hanya tehnya saja yang menghangatkan. Pribadi Istiana juga bisa membuat hati Fasha tenang.

"Tahu, nggak? Kata Kak Harry om-om kali ini mau ngenalin dia sama anak gadisnya."

"Om-om?"

Istiana mengangguk cepat. "Iya, om-om. Kakak sering banget main sama om-om."

Entah cuman perasaan Fasha saja, atau memang pikirannya yang salah. Kata om-om yang disandingkan dengan kakak Istiana yang tinggi, gagah, dengan pipi tirus seperti memberi kesan lain pada pemikiran Fasha.

Ternyata malam tidak selamanya memberi Fasha hawa dingin yang selalu menusuk tulang.

Malam ini Fasha merasakan hangat. Di dalam dirinya, juga di dalam hati.

Besok lusa, Istiana bukan saja orang asing yang menghibur Fasha di saat terburuknya. Istiana akan menjadi adik ipar terbaik. Seorang gadis yang menyatukan dia dengan seorang imam dalam keluarga.

Malam. Tidak selamanya tentang kesedihan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KARENA AKU BUKAN LAGI PERAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang