Suara merdu ayam jantan selalu menjadi pertanda bahwa fajar akan tiba. Diiringi dengan munculnya matahari dari ufuk timur. Tak lama kemudian, ada seorang wanita paruh baya yang sedang berjalan menuju sebuah kamar. Beliau perlahan masuk dan mulai menyibakkan tirai yang bertengger di jendela kamar tersebut. Lalu wanita itu berjalan mendekat dan mencoba membangunkan putrinya yang sedang tertidur pulas dengan kondisi tubuh yang masih terbalut selimut.
Siapa lagi kalau bukan Alila Mufidatul Hasna. Gadis manis berkulit sawo matang itu rupanya masih tertidur pulas diatas ranjangnya."La, ayo bangun. Ini wes pagi loh" bujuk wanita paruh baya itu agar puteri kecilnya itu bangun.
"Huoammm..., lima menit lagi ya buk" tawar Alila agar ia diberikan kompensasi waktu oleh ibunya.
Setelah mendengar jawaban dari Alila akhirnya wanita itu pergi meninggalkan puterinya. Yah betul, wanita paruh baya itu adalah ibu Alila. Beliau bernama Dwi Hasna. Rupanya nama Hasna yang terselip pada nama lengkap Alila ialah marga dari sang ibu. Tak lama kemudian beliau kembali datang untuk membangunkan puterinya, tetapi jawaban yang diberikan Alila masih sama. Mau tak mau Hasna kembali melanjutkan aktivitasnya di dapur. Dirinya selalu sabar menghadapi puterinya yang masih teramat labil ini. Dan sampai pada tahap ketiga ia memanggil puterinya itu.
"La, bangun sudah pagi. Apa kamu gak ke sekolah?" teriak Hasna dari kejauhan.
"Lima me-" ucapnya kini terpotong oleh amukan sang ibu.
"Lima menit terus, kapan bangunnya? Nanti kalau telat jangan nyalahin ibu!" tegas Hasna.
"Tau tuh, telat baru tau rasa lo dek," tambah sang kakak.
Alila merupakan anak kedua. Dia memiliki kakak perempuan bernama Asti Dewi Hasna. Lagi-lagi ada marga sang ibu yang terselip pada nama kakaknya. Perlahan ia mulai mengerjapkan mata, hal yang pertama ia lihat adalah sinar mentari yang sudah memenuhi ruang kamarnya. Perlahan tangan mungilnya meraih jam beker di atas nakas meja kecilnya. Seketika bola matanya membulat sempurna, dirinya tak percaya kalau sekarang sudah pukul 06.00 pagi.
"Astaga, apa jam ini rusak? Atau mungkin batreinya habis?" herannya.
Dengan segera ia bangkit dan memberaskan tempat tidurnya. Ia berjalan menelusuri lorong-lorong kecil rumahnya sambil bernyanyi. Kakinya terhenti saat indra penciumnya mulai peka terhadap aroma makanan yang telah dimasak sang ibu. Tepat, itu memang aroma makanan kesukaan Alila. Nasi goreng dengan bumbu khas buatan ibunya menjadi makanan terfavorit Alila. Ditambah irisan daging ayam yang tertata di atasnya.
"Wah.. nasi goreng." senyumnya merekah dengan sempurna.
Secepat kilat tangannya sudah berkutit untuk mengambil porsi perdana. Alila sangat handal jika berurusan dengan makanan, apalagi kalau itu favoritnya. Gerakan kilatnya itu berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di meja makan.
"Dek lo waras kan?" tanya Tika heran saat melihat tingkah adiknya itu.
"Ya waras lah, buktinya gue masih bisa nikmatin nasi goreng ini," sahutnya dengan enteng.
"Bukan gitu dek, ga biasanya lo makan selahap gini. Doyan apa laper sih loh sebenarnya?" sambung kakaknya.
"Mending sekarang kakak cobain. Masakan ibu kali ini bener-bener enak pake banget," imbuhnya dengan posisi yang masih mengunyah.
"Dasar lebay," sarkas sang kaka.
Setelah prosesi sarapan pagi selesai, Alila bergegas membantu ibunya membereskan alat makan yang tadi telah dipakai. Di sela - sela membereskan ia melempar pertanyaan kepada ibunya..
"Buk, jam dirumah ini pada habis baterai atau gimana sih? Kok sekarang udah jam 06.15? Padahal masih pagi gini," herannya.
"Habis baterai gimana maksudmu? Ini emang udah jam 06.15. Lagian kamu dari tadi udah dibangunin malah gak bangun-bangun. Sekarang rasain aki-" ucapan Hasna terpotong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle In My Life
General FictionRendah bukan berarti tak berharga, tinggi pun bukan berarti berkuasa. Di dunia ini segala sesuatunya sudah di atur oleh sang pencipta. Mau berusaha sekeras apapun kalau memang belum waktunya maka percuma saja. Demikian lah yang dirasakan Alila, sem...