Selama di pesawat, Roger memikirkan bagaimana caranya untuk bertemu dengan Alana. Bagaimana jika Alana pindah rumah? Bagaimana kalau dia sudah tidak ada di Canada? Itu akan sangat merepotkan, bukan? Dilihatnya kotak kecil yang berisikan cincin yang akan digunakannya untuk melamar Alana. Terukir senyuman yang sangat manis dari wajah Roger melihat cincin itu. Disimpannya dengan baik-baik cincin itu dan mulai menulis di buku jurnalnya yang berisi tentang isi hatinya jika merasa sangat senang dan sedih.
Roger kini sudah sampai di Toronto, Canada, jam sudah menunjukkan pukul 5:00 P.M.
"Sebaiknya.... Aku mencari tempat dimana aku akan tinggal," Roger mencari taxi, namun ada seseorang yang melihatnya, dan itu agak mengganggunya. Dilihat lah orang itu, dan orang itu ternyata anak kecil ingusan yang kira-kira usianya masih 8 tahun. Dia terlihat sangat marah dengan tanpa sebab apapun. Roger ingin sekali pergi, namun anak kecil itu masih meliriknya dan membuntutinya.
"Sial, ada anak kecil yang mengikutiku. Kenal ngga,"
Mata Roger mencari taxi, namun tidak ditemukan taxi itu dimanapun.
"Sial..." Roger melihat ke arah anak ingusan itu, dan anak itu tampaknya memang melihat Roger dengan sangat marah. Padahal selama dia di pesawat sampai turun dari pesawat tidak melakukan hal yang aneh-aneh.
"Halo Nak?" Roger memutuskan untuk menghampiri anak itu dan mensejajarkan tingginya dengan anak itu. Ekspresi wajahnya yang marah masih saja sama, tidak berubah sedikit pun.
"Nama aku Roger, umm..... Apakah kamu ada urusan dengan ku?" Anak itu masih saja diam, hanya matanya saja yang berkedip.
"Nak???" Tiba-tiba anak itu meludahi wajah Roger dan kabur. Kini wajah Roger agak lengket dan menahan amarahnya. Ingin sekali dia menjitak anak itu. Roger mengambil sapu tangannya dan menghapus air liur anak itu yang menempel di wajah Roger.
"Pulang-pulang ke sini malah disambut kek gini..." Roger menghela nafasnya, kembali berdiri dan mencari taxi lagi.
--------------
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?"
"Ya, saya ingin memesan unit di apartemen ini." Resepsionis itu memberikan rincian tentang unit-unit yang ada di apartemen tersebut, dan Roger memilih yang harganya tidak terlalu mahal dan tidak murah. Unit itu bernama Turnip dan memiliki view yang indah.
"Baik, ikuti saya." Roger mengikuti resepsionis itu ke unit Turnip yang berada di lantai 12. Dan tentu saja unit itu masih kosong.
"Ini kamar anda, dan ini kartunya." Resepsionis memberikan kartu unit tersebut dan meninggalkan Roger.
"Baiklah, aku akan beristirahat dulu. Tapi, sebelumnya aku akan mencari makan dulu, perutku lapar daritadi," Roger keluar dari apartemen dan pergi menuju restoran yang biasanya ia kunjungi bersama ibunya.
Makanan Roger sudah datang, yaitu Spaghetti Carbonara dan Jus Alpukat. Disantap makanan itu dengan lahap dan tiba-tiba ada satu orang yang menangkap perhatian Roger. Si anak kecil ingusan itu lagi.
"Aduh... Anak itu lagi, dosaku apa sih?" Ucap Roger dalam benak hatinya. Anak itu sendirian lagi dan Roger pura-pura tidak melihat anak itu supaya tidak diganggu.
"Paman!" Roger tersedak karena sahutan tiba-tiba dan suara itu berasal dari anak itu. Diteguknya Jus Alpukat itu dan memelototi si bocah ingusan. Anak itu berjalan menuju Roger dan memandang Roger dengan wajah yang menyebalkan.
"Ada apa, Nak?" Tanya Roger dengan senyuman yang dipaksanya. Anak itu merogoh-rogoh kantong celananya dan mengeluarkan secarik kertas yang dilipat sebanyak 2 kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Road That We Promise To Took
General FictionRoger adalah seorang anak lelaki yang selalu menunggu akan wanita yang sudah lama dikejar olehnya. Karena mereka sudah saling berjanji akan berjalan di jalan yang sama seumur hidup. Dia terus menunggu untuknya, walaupun banyak wanita lain yang menga...