Bisa saja, aku memilih menjadi rembulan yang banyak manusia kagumi.
Tapi tidak!
Aku lebih menyukai matahari, meskipun terkadang banyak menyimpan misteri.-----
"Gimana? Hukuman lo udah kelar?" Cecar Jhenga usai Denan sampai di kelas.
Denan mengangguk lesu.
Setelah pak Ervan melaporkan kelakuannya kepada wali kelasnya, langsung saja bu Ersa tak segan menyuruhnya membersihkan seluruh toilet sekolah.
"Tadi ada tugas gak?" Tanya Denan memastikan.
Jhenga mengangguk sembari menyerahkan sebuah buku ditangannya "Nih.. bu Ersa ngasih banyak banget tugas dan harus selesai besok. Jam pelajaran pertama harus udah ada di meja guru" Ucapnya.
Sekali lagi Denan hanya mengangguk lesu, dan mengambil buku yang Jhenga, sahabatnya itu sodorkan.
"Gue yakin sih lo pasti ngerti materi yang ini meskipun tadi lo gak ikut pelajaran. Secara otak lo itu kan udah pro banget sama yang ginian. Jadi, gak ada alasan buat lo gak ngerjain"
Yang dikatakan Jhenga memang benar adanya. Meskipun Denan sering kali bolos kelas, membuat keributan dan semacamnya, otak cerdas yang ia miliki cukup bisa menjadi andalan. Apalagi hanya untuk urusan matematika. Sangat mudah baginya menyelesaikan.
Mungkin itu juga yang membuat bu Ersa tidak memberikan hukuman yang terlalu berat untuknya, tatkala gadis itu sedang berulah seperti pagi tadi.
Bu Ersa juga pernah menawari Denan untuk mengikuti olimpiade matematika sewaktu ia kelas sebelas. Namun, gadis itu tolak mentah mentah. Padahal bu Ersa begitu mempercayai kemampuannya saat itu.
Dasar Denan.
'Tipe siswa yang tidak mau berprestasi, meskipun otak cukup memumpuni' mungkin sebutan itulah yang pantas untuk disematkan pada gadis berambut hitam pekat tersebut.
"Sama satu lagi, Materinya kan lumayan susah nih. Dan gue ga ngerti sama sekali. Jadi, kalau lo udah ngerjain jangan lupa jawabannya bagi ke gue, oke?" Melas Jhenga dengan cengiran di wajahnya.
Membuat Denan menatapnya tajam. "Jadi lo nyuruh gue ngerjain, biar lo bisa nyontek?" Ucapnya.
Jhenga mengangguk antusias.
Sementara Denan, gadis itu tampak berpikir sejenak, sampai sebuah ide brilian muncul di otaknya. "Oke deh nanti gue kasih lo contekan, tapi.. ada syaratnya" Putus Denan.
Jhenga memicingkan mata, menatap curiga pada sahabatnya. "Syarat? Gak aneh aneh kan?" Selidiknya kemudian.
Denan menggeleng. "Gak aneh aneh kok"
"Jadi, apaan syaratnya?"
"Gue kasih tau lo nanti pas pulang sekolah" Ujarnya.
"Kenapa gak sekarang aja" Tawar Jhenga yang memang sudah tidak sabar dengan keanehan apa lagi yang akan sahabatnya itu lakukan.
"Gak sabaran banget sih, odadingnya mang oleh"
"Kalo gue odading, berarti lo sahabatnya odading dong"
Denan menggeleng. "Tentu tidak, gue kan ratu"
"Ratu apaan?"
"Ratu kecantikan yang paling cantik di seluruh semesta dan sekitarnya" Ucapnya kemudian.
Membuat Jhenga mulai merasakan mual, pusing dan pandangan berkunang kunang dengan tingkah konyol yang dilakukan sahabatnya itu. "Percaya diri sekali anda"
"Ratu mah be-" Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Denan terhenti.
Seorang laki laki menyodorkan minuman dingin ke arahnya. Gadis itu menaikkan pandangan, berusaha mencari tahu siapa yang sudah berbaik hati memberikannya minuman. Sesuatu yang memang ia butuhkan sedari tadi, tetapi belum sempat ia peroleh. Mengingat setelah dihukum ia langsung diperintahkan masuk ke kelas untuk mengikuti mata pelajaran selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denan
Teen FictionDenanta Wrespati.. Cerita ini berkisah tentangnya, Gadis secerah matahari. Namun, menyimpan segudang misteri. -------------------------------- *ON GOING STORY *JADWAL UPDATE: TIAP HARI, KALO AUTHOR LAGI GOODMOOD HAPPY READING♡♡