"APA? PELIT?!"
"Eh? Enggak enggak. Bercanda sayang. Kamu ini," sanggah Erika cepat. "marah-marah mulu." Cetusnya dengan bibir mengerucut. Mata Lesy memincing tajam ke arahnya dan sanggup membuat dirinya tidak berani menatap balik anak gadisnya itu.
Lesy kemudian berbalik. Melanjutkan langkahnya menuruni tangga sembari menggerutu sepanjang perjalanan.
Dia dibuat kesal kembali saat melihat keberadaan kucing putih berkalung di dalam ruang wadrobe-nya. Siapa lagi kalau bukan adiknya, Ariksa.
"Kirain ke kamar,"
Peliharaan sekaligus adiknya ini yang tadi sempat mengundang perdebatan antara dirinya dan Erika. Hanya karena mempermasalahkan makanan seperti apa yang kucing itu inginkan.
Gadis itu menepuk dahinya pelan. Terlalu geram dengan Ibunya dia sampai lupa menutup pintu. Lesy memekik pelan sebelum berlari kecil menuju Ariksa yang sudah mulai mendekati lemari pakaian yang memang tidak diberi pintu atau penutup apapun.
Kucing bandel itu mungkin akan segera mengacak-acak tumpukan bajunya jika dibiarkan beberapa detik saja.
"No. Arik, no!" seru lesy setelah Arik berhasil dia gendong. Sebagai balasan, Arik mulai menggosok-gosokkan kepalanya di leher Lesy.
Cewek berponi itu keluar dan bergerak membuka pintu kamarnya yang berada tepat disamping privat room yang kali ini tidak lupa dia tutup pintunya. Kalau tidak, mungkin seekor hingga dua ekor kucing lain akan mengambil alih kegiatan mengacak-acak lemarinya menggantikan Arik.
Berbeda dengan 2 kucing lainnya yang diberi nama cukup normal, serta diperlakukan seperti hewan peliharaan pada umumnya, adiknya, a.k.a kucingnya itu memang diberi nama layaknya manusia. Arik juga dianggap seperti anak bungsu dikeluarga ini.
Bahkan Arik ini memiliki kamar pribadi. Tidak besar memang, tapi tetap saja tak lazim di mata orang-orang.
Lesy membawa Arik bersamanya menuju kasur dan meletakan kucing itu tepat disampingnya sedangkan gadis itu mulai membuka lockscreen ponselnya yang dia abaikan sejak pagi.
Tidak sepenuhnya diabaikan sih. Saat masih di café, dia juga membukanya sesekali kalau ada sebuah notifikasi penting masuk.
Namun, belum sempat Lesy membuka password akun social medianya dengan touch ID, dia mengurungkan niatnya kembali kala teringat pesan Papanya agar dia membiasakan mandi sebelum maghrib.
***
Lesy baru saja akan bergelung diatas Kasur saat ponsel yang baru dibelinya 2 minggu yang lalu itu berbunyi diatas nakas. Sebelum mandi tadi dia sudah me-nonaktifkan mode getar pada benda pipih tersebut agar Kembali normal seperti sedia kala.
Namun sepertinya Lesy salah. Harusnya dia biarkan saja ponselnya dalam mode getar agar dirinya leluasa terbang di alam mimpi tanpa gangguan.
Saat Lesy membuka aplikasi Line, seperti tebakannya, semua notifikasi bertubi-tubi yang masuk itu datang dari grup chat-nya bersama tujuh manusia yang sudah menjadi temannya sejak 6 tahun yang lalu.
Mereka adalah Laina, Anjani, Fani, Millie, Aliya, Seva dan Niken. Grup itu dibentuk saat mereka sama-sama duduk di kelas 3 SMP. Itulah masa-masa awal kedekatan mereka yang semula hanya berstatus sebagai teman satu sekolah menjadi sahabat dekat dimulai.
Entah bagaimana cara pendekatannya, Lesy pun lupa.
Yang jelas, pada akhir tahunnya di Sekolah Menengah Pertama, mereka-merekalah yang menjadikan masa remaja Lesy tampak berwarna.
KAMU SEDANG MEMBACA
VACILLATION
Teen FictionTentang Lesy, sang pemilik kedai kopi hits di daerah Jakarta Pusat yang dihadapkan oleh sebuah pilihan sulit. Awalnya, ia yakin dirinya sudah jatuh kedalam pesona Adimas Ragil. Cowok yang sudah berhasil mengambil hati Lesy disaat cewek itu belum se...