TAP TAP TAPSuara langkah kaki menggema sepanjang lorong yang hanya diterangi oleh cahaya api dari obor, terlihat seorang wanita dengan gaun malam sutra yang lembut tengah berjalan menulusuri lorong yang tampak sepi itu, karena tak terlihat satupun pengawal yang berjaga. Rambut keemasan panjang yang bergelombang itu tampak bergerak pelan, mengikuti gerakan sang wanita yang berjalan dengan anggun.
Langit kini sedang cerah, bulan purnama bersinar dengan terang tanpa tertutup oleh awan hitam. Semilir angin terasa menusuk kulit sang wanita yang tak tertutup kain dan kedua kakinya yang tak terbalut apapun itu terus melangkah menginjak lantai yang dingin.
Kedua netra berwarna emasnya berubah menjadi khawatir dan langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia berdiri di antara tiang-tiang tinggi dan menyandarkan tubuhnya di sana sembari menatap cahaya bulan. Pikirannya menerawang jauh dan tanpa sadar jika ada sekelebat bayangan hitam muncul di belakangnya lalu menghilang.
"Setelah 300 tahun, aku baru menemukan bulan yang seterang ini.. apakah ini pertanda sang kegelapan malam akan pulang?" Gumamnya dengan mata masih terpaku menatap langit. Ia mendongak dan terdiam sejenak, terhanyut untuk mengagumi rupa sang permata malam yang tengah bersinar setelah sekian lama tersembunyi.
"Mengapa kau belum tidur, tuan putri? Ini sudah malam, waktunya kau beristirahat." Sebuah suara terdengar dan membuat wanita itu menoleh ke arah suara, namun sayangnya ia tak melihat siapapun di sana.
"Siapa?" Putri Edelweis ialah nama wanita itu, sang putri kerajaan Ignix Glacias yang akan naik tahta menggantikan kepemimpinan sang ayah. Ia berjalan maju dengan langkah waspada. Sebelah tangannya ia sembunyikan di belakang tubuh dan mulai mengeluarkan cahaya keemasan, menyiapkan kuda-kuda untuk melakukan penyerangan.
"Siapa di sana?!" Tanya sang putri sekali lagi lalu melihat sekeliling.
"Ini hamba, tuan putri." Secara tiba-tiba seseorang muncul dihadapan sang putri dan langsung bersimpuh hormat. Tubuhnya yang terbalut jubah hitam itu seketika menarik ingatan Putri Edelweis pada seseorang di masa lampau sampai-sampai kedua mata sang putri terbuka lebar dan tubuhnya mematung seketika.
"Nox Atra?" Tanya Putri Edelweis memastikan. Pria itu mengangguk dan ragu-ragu mengangkat wajahnya.
Putri Edelweis kembali terpaku saat melihat wajah yang tersinari oleh cahaya rembulan itu, ditambah tatapan setajam pedang dan juga onyx hitam yang menjadi ciri khas seorang Nox Atra, sang kegelapan malam. Pria itu terdiam, menunggu sang putri kembali berbicara karena sangat tidak sopan mendahului seorang putri mahkota berbicara.
"Syukurlah kau kembali. Hari ini tepat 300 tahun dan aku baru saja membicarakan mu." Ucap sang putri dengan nada lega yang kentara. Ia berjongkok dan menarik tubuh Atra untuk berdiri, kedua tangannya ia letakkan pada lengan kanan dan kiri sang kegelapan. Netra emasnya menatap Atra bangga, menilik setiap jengkal wajah Atra dan sebuah senyuman muncul di wajah cantiknya. "Kau sedikit berubah, sejak kapan kau memiliki pipi gembil seperti ini?"
Atra akan membungkuk namun dengan segera Putri Edelweis menahan tubuhnya. "Tidak Atra, jangan membungkuk terus padaku. Kkkk, kita dulu pernah menjadi rekan, bukan? Karena di sini tidak ada siapa-siapa, bersikaplah seperti biasa."
Atra tersenyum tipis. "300 tahun telah berlalu dengan cepat, dan dunia pun berubah begitu cepatnya. Aku telah berkelana mengelilingi dunia, untuk membawa elemen-elemen bumi untuk keenam rekan ku. Bagaimana kabar mereka?"
Putri Edelweis membawa Atra melangkah bersama untuk menelusuri lorong panjang itu. "Mereka sadar 30 tahun lebih cepat. Dan, menyakitkan melihat mereka bak baru terlahir karena tidak ingat apapun. Mereka baik-baik saja dan kini sudah di rawat oleh beberapa orang terpilih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic color
FantasyKetika 7 warna dalam ramalan harus bersatu untuk mengalahkan kembali penyihir hutan terlarang yang mengancam nyawa permaisuri kerajaan Ignix Glacias. Ardere sang penjaga api suci, Maris sang ombak suci dari selatan, Atra sang kegelapan malam, Alba...