Hujan dan Kisah Lalu

57 6 0
                                    

Hujan selalu punya cerita untuk setiap orang, entah sedih atau senang. Banyak yang bilang, hujan adalah berkat bagi sebagian orang. Beberapa orang menggantungkan hidupnya dari hujan. Mengais rejeki di bawah rintikan deras jutaan prajurit langit yang membasahi bumi. Seperti beberapa anak kecil yang kini berdiri berhujan-hujanan sambil menawarkan jasa sewa payung. Mengabaikan tubuh mereka yang menggigil kedinginan ditengah terjangan rintik hujan yang semakin deras.

"Om...payung Om...!" Sebuah tangan kecil yang keriput karena kedinginan menyentak Joo Won dari lamunannya tentang hujan.

Ia menatap sepasang mata polos yang menantinya penuh harap. Dengan tegas Joo Won menarik ujung jasnya yang tengah digenggam bocah tadi.

"Ya..., apa kau sengaja mebuat jasku basah ?" Sentaknya. Bocah itu sedikit kaget hingga melangkah mundur. Meski tak mengerti apa yang Joo Won katakan, karena pria itu berbicara dengan bahasa asing. Nampaknya ia paham kalau Joo Won marah hanya dengan melihat ekspresi wajahnya.

Bocah itu menunduk takut.

"Payung..." sebuah suara mengiterupsi kedua orang itu. Suara lembut yang datang dari arah belakang.

Joo Won dan bocah tadi menoleh ke arah datangnya suara bersamaan. Seorang gadis berambut panjang bergelombang, berjalan ke arah mereka. Joo Won terdiam, rasanya ia familiar dengan wajah itu. Tapi, dimana? Dan siapa?

"Payung, tante ?" tawar sang Bocah, kali ini wajahnya kembali ceria.

Gadis itu mengangguk dengan senyum ramah.

"Dari sini sampai halte situ, berapa ?" tanya si gadis sambil menunjuk ke arah halte beratap biru yang kini nampak dipadati orang-orang yang baru pulang kerja.

"Lima ribu, tante. Bisa ditawar." Jawab bocah itu.

"Wah...kok mahal ya? Sepuluh ribu deh." Tawar si Gadis. Bocah itu membelalakan matanya dengan senyum ceria.

"Boleh...boleh...tante !"

Alih-alih menawar dengan harga rendah, si gadis justru meminta harga tinggi. Aneh memang, tapi ia terlihat tulus.

Si Bocah mengulurkan payung hitam besar yang sejak tadi dibawanya.

Si gadis menerima payungnya, sebelum pergi ia menengok ke arah Joo Won.

"Tidak perlu sekasar itu dengan anak kecil. Ia hanya menawarkanmu sewa payungnya. Demi sesuap nasi." Ujar sang gadis dengan bahasa korea yang begitu lancar.

Joo Won tercengang saat kedua mata mereka saling beradu pandang. Ia semakin yakin pernah bertemu dengan si gadis. Tapi, ia masih belum bisa mengingat dengan jelas. Jantungnya mendadak berdetak cepat. Reaksi tak normal yang jarang bahkan hampir tak pernah ia rasakan entah sejak kapan.

Akhirnya sampai si gadis bergaun coklat itu pergi. Joo Won hanya mampu diam tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Hei... kenapa masih bengong di sini?" Seseorang menepuk pundak Joo Won. Mau tak mau Joo Won berbalik ke arah orang itu.

Dia Tobias, rekan bisnis Joo Won yang baru selama di Jakarta.

"Tidak apa, hanya sedang menunggu asistenku." Jawab Joo Won dengan bahasa Indonesia yang sedikit terbata-bata.

Tak berapa lama orang yang ditunggunya datang. Pria dengan stelan jas berwarna hitam turun dari mobil Rolls-Royce Cullinan berwarna hitam. Ia membentangkan payung dan berjalan menghampiri Joo Won.

Tanpa banyak bicara Joo Won pergi meninggalkan Tobias.

"Ya, hati-hati di jalan. Istirahat yang cukup !" Seru Tobias, menyindir sikap dingin Joo Won.

EPIPHANYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang