Awan putih berarak..... terserak di antara birunya langit cerah. Indah, kupandang dari sudut lensa standarku yang tak mewah. Di bawah, terhampar lautan luas, makin lama kian terpampang jelas. Waktu mendekati menit-menit kritis nan cemas.
Satu dua jepretan, aku merasa hatiku berdegup kencang tak keruan. Aaaah yaaa, aku memang takut terbang. Setiap detik kala pesawat berguncang, aku tak pernah tenang. Kuletakkan "senjata perang" di pangkuan, mengistirahatkannya dari sekian momen yang tersimpan, merekam referensi untuk tulisanku mendatang.
Tahukah kamu, wahai awan. Saat ini, aku bahkan tak sanggup menguasai detak jantungku sendiri. Beribu tanya menggelora dalam gumpalan otak di kepala. Menumpahkan keresahannya pada kelenjar adrenalinku. Membawa serta hormon epinephrine dan norepinephrine dalam aliran darahku. Sungguh regulasi tubuh yang sulit kupahami, sesulit menepiskan rindu untuk bertemu. Mengapa kadar serotonin tak bisa berkompromi, hingga dopamine dan norephrine harus terproduksi, justru di saat-saat aku tak butuh keringat dingin ini.
Ingin rasanya kubagi kegelisahanku ini padamu, cakrawala biru. Sejak dia memberiku sebuah janji untuk menunggu, lewat dua jam lalu. "Aku di pintu tempat kamu turun dari shuttle bus nanti." itu kata katamu. Sebelum aku mengikatkan sabuk pengaman di pinggang, seerat aku mengingat seluruh percakapan kita yang terus berkelebat.
"Apa menu buka puasamu?" tanyamu suatu sore. Kukirimkan foto segelas teh serai dan beberapa potong bakwan udang yang terhidang
"That's all???"
"Iya, itu sudah sangat kenyang."
"Kamu bisa kurus drastis nanti kalau makan segitu doang."
Aku hanya tersenyum senyum membaca reaksimu, "Dasar tukang makan." Batinku geli karena kebiasaanmu yang sering mengirimkan foto-foto menu kulinermu di setiap negara yang kamu kunjungi.
Gembul, itu kesan pertamaku tentang kamu. Mr Busy, itu julukanku kepadamu, melihatmu menghabiskan hari hari dengan terbang, terbang, dan terbang. Selebihnya aku mencoba mengenalmu dari setiap rangkai kalimat yang kau tuliskan.
Kubayangkan bagaimana raut wajahmu kala aku membuatmu tertawa. Kureka reka seserius apa tatapanmu saat selorohanku membuatmu "murka". Atau paras usilmu ketika notifikasi darimu membangunkanku tengah malam, hanya demi sebuah foto Jaguar orange di bandara Hamad Doha, disertai emot sedih, "Yang merah udah nggak ada hiks...." *LoL*
Candaan candaan unfaedah, obrolan tak tentu arah, mengerucutkan rasa pada kepingan teka teki nan gundah.
Membuka device tak lagi mudah. Sehari, dua hari, seminggu tanpa tanda amplop dalam lingkaran biru darimu, bagai mengukir ilusi sampah. Andai bisa diungkap, mungkin tak sekelu ini berhenti di ujung lidah. Atau biarkan saja dilesatkan oleh busur anak panah. Namun aku tak punya hak atas tanya. Pun tak punya hak atas secuil asa......................
Kulemparkan kembali tatapanku ke luar jendela, pepohonan di daratan mulai nampak nyata. Aku berbisik dalam hati, mencoba bicara pada gurat senja. Apakah dia di bawah sana merasakan rasa yang sama? Apakah galau ini juga miliknya? Hhhmmmm..... Andai semua risau ini bisa kutitipkan pada sepoi angin tuk dihembuskan kepadanya.........
Tanpa sadar, pesawat telah menjejakkan roda rodanya. Kukemasi kameraku, sembari pikiranku larut mengolah rencana kata. Kisah apa yang kan kusampaikan nanti agar dia terkesan? Topik apa yang menarik supaya dia nanti tak cepat bosan? Semua bergelayut membisu, di tengah keriuhan penumpang yang mulai diijinkan keluar satu per satu.
Aku melangkahkan kaki memasuki belalai, ketika tiba tiba aku merasa hatiku membeku. Bayangan ketakutan tanpa diundang datang menyergap pilu. Benarkah dia menungguku di pintu itu? Apakah gairahnya juga bergelora untuk menemuiku?
Bergegas kususuri lorong-lorong panjang tak berkesudahan. Untuk pertama kalinya sejak keberangkatan, smartphone kuhidupkan. "Aku hanya transit, langsung pulang naik flight jam 6 sore." begitu tulismu tadi siang.
Nanar kumenatap antrian imigrasi di depan mata nan panjang. Aku masih harus melewatinya sebelum menaiki shuttle bus, ke pintu terminal tempat dia berjanji tuk menanti. Bahkan setiap detik, setiap hembusan nafas, terasa begitu lama saat ini. Tuhan, tolong, tak adakah tombol fast forward untuk sebuah waktu yang bagiku kini sangat berarti........
Ketika semuanya terlalui, aku tak lagi berani melirik arloji. Setegang duel jalanan "Fast and Furious", seperti itulah aku berkejaran dengan waktu yang berdentang.
Dalam getar kekalutan tapak kakiku, aku mulai tak kuasa membendung dilema.
Aku ingin bertemu denganmu, di pintu itu, sekadar menatap kedua matamu, memastikan engkau benar-benar ada. Bukankah kita hanya dua insan yang tak nyata, menjalani dunia fatamorgana nan semu belaka.
Cukup berikan satu tatapan mata, agar aku bisa menemukan sesuatu disana. Lalu kan kubiarkan kau pergi setelahnya.........
Sang surya dan rembulan pun tahu, mereka lah saksi bisu, tiada prolog dan epilog dalam cerita kita yang hanya terbingkai kata demi kata. Aku bukanlah Ratu Guinevere meski kuingin kau menjadi Lancelot. Juga bukan Alex Goran dalam kehidupan Ryan Bingham seperti kisah film kesukaan kita "Up In The Air", walau aku memendamnya dalam diam..........
Malam perlahan menyelimuti bumi menyaput senja. Kepada temaramnya ku ingin bicara, "tunggu aku atau tinggalkan saja selamanya."
Karna kau takkan pernah tahu
betapa perihnya berlari dari bayangmu yang menghantuiku
di antara kekasih sejatiku.................
YOU ARE READING
SOMEWHERE OUT THERE
RomanceSetelah hanya mengenal lewat olah kata, datang hari ketika aku dan kau pergi ke tempat yang sama. Engkau berjanji menungguku di bandara. Sebuah "rendezvous" yang kunanti setelah sekian lama. Namun benarkah engkau benar-benar menungguku? Akankah sem...