A. III

23 16 1
                                    

Dalam keramaian Indrie seolah seorang diri, tak lagi fokus pada obrolan ayu dan liana yang masih asyik membahas kain kain cantik di toko tadi. Berkali-kali indrie melamun, ayu yang memperhatikan indrie heran kenapa tiba-tiba indrie tak banyak suara dan melamun, bahkan makanan nya tak disentuh sedikitpun.

"kenapa ndi? salah pesan makanan? "
"........."
"ndiiiii...! apasih kok bengong ?" sentilan liana di kening indrie berhasil membawa indrie dari lamunan nya.

Indrie tak menjawab, dia hanya menggelengkan kepalanya dan tertawa lalu memakan pesanan favoritnya itu. Dilahap nya makanan indrie dengan cepat, kemudian segera bangkit mencuci tangan nya dan langsung meminta untuk segera pulang pada ayu dan liana. Entah kenapa perut nya sekarang terasa mual dan kepala nya berat.

' masa istri? ahh yang benar aja.'

indrie menggerutu dalam hati.
Ayu sadar betul jika ada yang salah dengan keponakannya itu, sesampainya di parkiran mobil indrie lebih memilih duduk di belakang. Ayu berusaha memulai percakapan di dalam mobil yang di laju oleh liana.

" Lia, kamu tau kejadian waktu aku SMA dulu? ." ayu menyentuh jemari liana yang sedang ada di kemudi matic itu sembari mengerjap kan sebelah matanya. seolah mengerti arah tujuan ayu bercerita liana menjawab mengikuti alur yang ayu buat. " ada apa emang mba? "
" dulu kelas X-5 itu ada anak yang tiba-tiba suka bengong melamun ga jelas gitu li, waktu ditanya- aa. ... ..." tak sempat ayu selesaikan kalimat nya, indrie seolah tau cerita itu untuk menyindir nya, bergegas memotong pembicaraan dan bertanya pada ayu dan lia.
" mba, aku mau kasih tau sesuatu..." indrie ragu untuk meneruskan nya.
Melirik indrie dari kaca tengah mobil nya liana memutuskan untuk berbicara.
" kamu mau bilang kalo tadi ada hamdi dan perempuan gendong bayi di restoran?." Indrie kaget dengar pernyataan Liana yang terasa ringan di ucapkan tapi entah kenapa sulit sekali bagi nya untuk di ucapkan.
" mba akan kasih tau kamu ndi. mba ma- u... "
" Liaaaa." Mata ayu melotot pada liana yang berusa memberikan imformasi kebenaran tentang 'hamdi'.
Laju mobil yang terasa lama sejak tadi, kini telah terparkir perlahan di halaman rumah umma. Seolah tak ada harapan lagi bagi nya untuk tau ada apa dengan hamdi dan kenapa semua menolak hamdi, indrie berjalan gontai menaiki tangga dan menutup kamar nya rapat-rapat. Sementara di lantai bawah, ayu dan liana hanya bisa saling menatap seolah saling melemparkan tanya.

Mobil terparkir di garasi rumah minimalis di tengah kota malang itu, ditangannya hamdi membawa beberapa perlengkapan yang dibutuhkan bayi untuk belajar makan, belajar berjalan dan beberapa mainan dari balok kayu yang ringan.
Wanita itu lebih dulu masuk kedalam rumah untuk menidurkan bayi nya di box bayi, kemudian bergegas turun untuk membatu merapihkan belanjaan nya tadi.

" taro aja di ruang tengah, nanti aku rapihkan." suara nya yang selembut sutra memecah keheningan.
Hamdi berjalan menuju meja dapur, menuang air dingin kedalam gelas, di teguk nya air tadi hingga habis.
Laras memandang dalam kearah saudara kembar nya itu, lagi-lagi melamun dengan mata yang entah sedang membayangkan apa.

" sampe kapan kamu disini? kasian bapak." laras tak bisa berkata terlalu banyak, sebab dia tau jika sampai dia berkata yang bukan-bukan atau menyinggung hal yang tak disukai hamdi, maka hamdi akan pergi dari rumah nya dan akan menghilang lagi.

" kamu kasian bapak atau sudah tidak mau menampung abang mu ini ?" jawaban sekaligus tuduhan hamdi pada laras yang membuat laras merasa keputusan untuk berterus terang pada hamdi adalah hal yang paling benar saat ini.
" hamdi kamu tau betul aku dan suami ku tidak keberatan sama sekali kamu disini. tapi aku khawatir bapak akan semakin marah. sudah berapa tahun? hamdi.. mamah punya sakit jantung yang harus kita jaga kondisinya."
laras berusaha untuk menjelaskan ketakutan nya. Laras tau kakak nya begitu keras kepala, dan orangtua mereka selalu ikut campur urusan anak-anak nya.
Hamdi menatap dalam adik kembar nya, mereka kembar tak identik. Hamdi hanya bisa berbisik dalam diri nya, hidup dalam keluarga yang tak bisa melihat mana yang baik untuk anak nya, pernikahan laras dengan suami nya pun adalah hasil perjodohan dari orangtua laras. Meninggalkan pendidikan nya demi menuruti keinginan orangtua nya, menikah setahun lalu, dan kini memiliki bayi yang masih berusia 2 bulan. suami laras juga sempat menolak perjodohan nya tapi pada akhirnya menerima keputusan keluarga besar nya, dan memutuskan menikah. Lama hamdi menatap kegiatan ibu dan anak itu dari kejauhan, hamdi menghampiri laras diruang tengah. " ras, aku mau tau deh.. ."
" tau tentang apa? ." singkat jawaban laras yang masih menyusui bayi nya.
" apa yang ngebuat kamu jadi mau di jodohkan dulu sama bapak?" pertanyaan hamdi yang langsung tertuju pada inti nya.
menatap dalam pada saudara nya itu, laras kembali tertuju pada bayi nya sambil melengkungkan senyuman ringan di wajah nya. " kamu beneran gatau alasan aku mau dijodohkan? "
" abang kembar yang katanya bisa merasakan juga kembarannya,tidak bisa menebak kenapa aku sampai mau di jodohkan? " kekehan laras terdengar sangat menyudutkan, membuat hamdi beranjak dari tempatnya dan berjalan ke kamar nya. " ngasih tau aja engga, ngeledek iya."
Lagi-lagi tawa laras yang puas dengan tingkah kekanak-kanakan hamdi mengisi seluruh ruangan.
Puas dengan tawa nya, laras menghampiri hamdi setelah putri nya tertidur lelap.

tok... tok... tok..
" hamdi. udah tidur? " suara sendu laras di lorong lantai dua rumahnya menggema.
hamdi yang tengah asik dengan gawainya melihat kearah pintu kamar " ada apa ras? masuk lah."

Dibuka nya perlahan pintu kamar hamdi, perlahan duduk diujung ranjang tua yang terbuat dari kayu nangka pemberian mending mertua laras dulu.
" kamu bener gatau kenapa aku sampe mau di jodohkan? "
hamdi yang sadar arah pembicaraan adiknya menyimpan gawai di tangan nya dan mulai serius mendengarkan cerita laras.
" waktu bapak minta aku menikah, aku marah sama kaya kamu sekarang. bedanya, aku hanya sebentar sementara kamu sampai ga pulang 3tahunan ini. Alasan pertama aku terima perjodohan karna aku tau bapak ga mungkin menjerumuskan anaknya ke seseorang yang ga baik. aku berusaha mengenal calon ku, berusaha kenalan gitu. makanya kamu coba dulu kenal sama mba lisa. setelah kenal dan tau orang nya baru kamu cari tau alasan kenapa bapak minta kamu menikah sama dia. baru kamu nanti putuskan." ~
" lalu apa alasan dari bapak yang buat kamu jadi mau di jodohkan? " desak hamdi yang tak sabar dengan cerita laras.
Laras menghela nafas dalam, menuju rak kecil disamping lemari kayu dekat jendela. mengeluarkan album foto usang yang setiap fotonya hampir menyatu dengan plastik pembungkus nya. " ini liat, ini alasan kenapa aku manut sama keputusan bapak."
ditunjukan satu foto hitam putih ada 3 orang dalam kolase itu, 2 orang tengah berbaring lengkap dengan infus dan 1 orang berdiri di antara bed rumah sakit. " ini bapak, ini mertua ku dan ini yang akan jadi mertua mu andai kamu setuju nanti." ~
" aku masih ga ngerti deh ras. " hamdi masih berusaha memahami apa yang laras jelaskan.
" ingat kan bapak pernah cerita kalo kaki bapak dulu di pasang pen karna patah? operasi kesekian bapak, dia kekurangan darah dan ayah mertua ku lah yang jadi pendonor bapak waktu itu." ~
" lalu apa hubungannya? "
Laras mendengkus kesal karna hamdi tak kunjung paham arah pembicaraan nya. " pada intinya, bapak berhutang budi sama 2 orang ini. mereka punya anak yang bisa di jodohkan dengan kita. makanya bapak bersikeras mau menikahi mu dengan lisa. karna lisa udah yatim piatu sejak remaja hamdi. bapak merasa bertanggung jawab untuk kehidupan lisa, makanya bapak ingin kamu nikahi lisa. karna almarhum ayah lisa lah yang membantu biaya pengobatan bapak, bahkan sampai bapak menikah dulu menumpang di rumah orangtua lisa. Lisa cantik kok ham, dia baik budi pekerti nya. Daripada kamu menunggu anak belasan tahun? yang bahkan keluarga nya akan jadi besan kita juga bulan besok? " penjelasan yang begitu jelas dari laras berhasil membuat hamdi termangu. Selama ini dia melarikan diri dari perjodohan tanpa tau alasan dan tanpa mau mengenal calon nya. Hamdi merasa ada benar nya kata kata laras, indrie anak sekolah belasan tahun dan dia lelaki hampir seperempat abad, teringat hamdi pada kata-kata ahmad yang mengatakan jika sudah sifat indrie ramah pada semua orang disekeliling nya. Hati nya masih terus menyimpan nama indrie, tapi logika nya mulai mencoba menariknya keluar dari bayangan gadis remaja belasan tahun itu.
" tapi ras, gadis belasan tahun itu terlanjur punya tempat disini. Dia hanya belum sadar Rasa yang dia miliki." lagi dan lagi hamdi tak bisa beranjak dari indrie yang entah sejak kapan telah menancapkan akar akar cinta yang begitu kokoh. Laras hanya tersenyum mendengarkan kisah tak berujung hamdi.
Kali ini, hamdi yang telah lama kehilangan arah kapal nya untuk bersandar mulai membuat pilihan untuk mencoba bersandar di pulau yang baru, pulau yang mungkin saja membuat dirinya melupakan cerita lama yang sungguh tidak memiliki kesan selain ' chatting dan keliling kebun kopi '.

' indrie... mungkin tidak hari ini, bisa saja besok atau lusa. '

Hamdi masih percaya jika indrie hanya belum menyadari rasa nya. Tentang rasa yang tumbuh, tumbuh seperti kecambah tanpa sinar matahari.

R A S A !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang