Berpacaran beda agama? Apa salahnya?
Bagaimana dengan berpindah keyakinan?
Siapa yang berhak menghakimi?
Bukankah setiap orang itu berhak untuk memeluk agama dan keyakinan masing-masing?
Bahkan dalam undang-undang negara ini pun, hal itu sudah diatur.
***
Cintya Alona. Gadis cantik berusia dua puluh empat tahun. Memutuskan untuk menerima pernyataan cinta dari seorang pria bernama Abidzar. Selain perbedaan usia yang terpaut cukup jauh, nyatanya keduanya pun berbeda keyakinan.
Cintya adalah seorang Kristiani. Bahkan tergolong rajin mengikuti kegiatan keagamaan. Sementara Abidzar yang terpaut sepuluh tahun dengannya, merupakan seorang Muslim. Dan sama seperti dirinya, Abidzar sendiri pun termasuk rajin. Dia adalah pria saleh.
Saat menerima cinta dari Abidzar, Cintya sendiri pun masih bingung akan seperti apa masa depan hubungan mereka. Ia hanya merasa nyaman berada di dekat Abidzar. Dan nyatanya, Abidzar pun memperlakukan dia dengan sangat baik.
Hal yang menjadi beban pikirannya adalah, akankah kedua orang tuanya merestui hubungan mereka?
"Kakak serius, udah pacaran sama kak Abi?" Santika, adik sepupu Cintya bertanya. Baru saja Cintya menceritakan pasal hubungannya dengan Abidzar pada Santika.
Keduanya kini sedang berada di rumah orang tua Santika, yang memang tidak jauh dari rumah Cintya. Ia sering berkunjung, hanya untuk curhat pada adik sepupunya itu. Kadang, Santika yang datang berkunjung.
Cintya yang telungkup di atas kasur, mengangguk. Tatapannya serius, tidak ada candaan.
Sorot Santika yang duduk di meja rias kini berubah menjadi suatu kekhawatiran. "Kakak yakin? Kakak serius dengan kak Abi?"
Lagi-lagi Cintya mengangguk. Dalam hatinya memang tidak ada niatan lagi untuk bermain-main pasal hati dan hubungan asmara. Di usianya kini, ia merasa sudah waktunya untuk serius. Tujuan sebuah hubungan itu adalah pernikahan.
Keyakinan boleh berbeda, tapi tujuan mereka adalah sama.
"Kakak berencana pindah agama, dan ikut kak Abi? Atau kak Abi yang akan ikut kakak?"
Kali ini Cintya menatap adik sepupunya itu. "Untuk hal itu, kakak belum memutuskan. Dan kakak pikir, nanti akan ketemu jalan keluarnya seiring berjalannya waktu."
Santika mendesah panjang. Bahunya pun meluruh. "Aku bingung deh sama kakak. Apa kelebihan kak Abi sampai kakak menerimanya? Padahal ada banyak pria lain yang seiman, yang juga menyukai kakak. Kakak malah memilih kak Abi."
Cintya menatap Santika. "Tapi kamu juga tau kan, kalau hati tidak bisa dipaksakan?" tanyanya dan diangguki pelan oleh Santika. "Dan itulah yang kakak rasakan. Bersama kak Abi, rasanya jauh lebih nyaman dibanding mereka."
"Memang sih, kak Abi baik banget," gumam Santika. "Bagaimana kalau dia memaksa kakak untuk berpindah keyakinan?"
"Memangnya apa yang salah dengan keyakinan kak Abi? Semua keyakinan itu mengajarkan kita untuk melakukan hal yang baik. Tujuannya semua sama. Hanya caranya saja yang berbeda."
"Iya sih, kak. Tapi kan..." Santika bingung harus melanjutkan kalimatnya.
"Tapi apa?" Cintya memberikan tatapan menyelidik.
"Nanti kakak harus melupakan berbagai makanan yang sudah sering kakak makan. Kakak akan punya banyak pantangan." Santika berkata jujur pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen
RandomKumpulan cerpen absurd. No copas ya! Dan terima kasih buat yang sudah vote dan komen.