"Sudah kubilang, aku menolak perjodohan konyol itu, Ayah!" Perempuan muda awal 20-an itu berteriak marah. Manik mata yang biasa bersinar cantik kini tampak berkilat putus asa. Juga dengan tubuh yang bergetar ringan. "Aku sama sekali tidak mencintainya, Kim Namjoon itu... "
Bisiknya terbawa riuh ruang hampa yang tampak lenggang namun sunyi. Sesak. Dingin. Menggelar berbagai cabang pikiran menggelayut diam di setiap pasang kepala yang ada disana. 4 orang kepala.
"Berapa lama lagi waktu yang kau butuhkan? 2 minggu Jisoo-ya, Ayah sudah memberimu waktu yang lebih dari cukup. Suka atau tidak kau sama sekali tidak punya pilihan dalam hal ini, mengertilah... " Pria paruh baya, sang pimpinan keluarga, menyambung dalam sabar. Lalu menghela nafas lelah, "Hanya kau harapan kami terakhir, satu-satunya Kim Jisoo dan Ayah harap kau tidak akan mengecewakan."
"Tidak."
Geraman tipis itu mengalun. Memancing semua atensi beralih padanya. "Kenapa harus kak Jisoo yang berkorban? Dia masih 20 tahun jika Ayah lupa. Kakak-ku masih memiliki jalan panjang untuk menggapai masa depan gemilangnya dan Ayah tega menghancurkan semua mimpi itu begitu saja hanya karena ingin menyelamatkan perusahaan tua yang hampir sekarat?!"
"Jungkook! Jaga sopan santunmu!"
"Aku berhak berpendapat, Ayah! Menjadi anak bungsu di dalam keluarga bukan berarti aku tidak punya hak ikut campur dalam masalah ini." Teriaknya marah. Tangannya mengepal erat. Pemuda tanggung tingkat dua senior high school itu memicing tajam. Wajah rupawannya merah padam.
Demi Tuhan. Keluarganya sudah gila! Gila harga dan kehormatan!
"Jungkook-ah, bukan seperti it-"
"Lebih baik anda diam, nyonya Kim Yoona. Anda bukan siapa-siapa dirumah ini."
"Kim Jungkook!"
Sang kepala keluarga meradang. Beliau tanpa sadar berdiri dari kursi lalu menampar sang putra bungsu kesayangan. 2 pasang mata terkesiap. Termasuk Jisoo yang saat ini terbelalak kaget dengan manik mata beriak.
"Baik, pukul saja aku sesukamu. Ayah memang sering melakukannya kan?! Heh! Tentu saja ayah akan selalu membela mereka. Bahkan anak tiri itu-pun selalu ayah banggakan di depan semua orang. Aku muak."
Pipi memerah marah. Tapi Jungkook sama sekali tidak gentar. Dia lelah dengan semua keadaan ini. Ibu tiri baru juga kakak tiri. 3 tahun. Dia sudah menahan selama itu dan hari ini dia tidak akan lagi membiarkan mereka menang. Sekalipun dia harus babak belur di tangan sang ayah. Sekalipun dia harus melihat sang kakak tersayang, Kim Jisoo, menangis sunyi disampingnya.
Begitu pula sang nyonya Kim... Kim Yoona...
"Cukup, sayang... Jangan lakukan lagi. Kumohon, Jangan sakiti Jungkook kita."
"Dia sudah keterlaluan, Yoona! Dia tidak tahu pengorbanan apa saja yang sudah kau lakukan selama ini. Sudah saatnya dia belajar untuk menerima kenyataan dan berhenti bersikap kekanakan."
"Bagus sekali..." tersenyum sinis, Jungkook melanjutkan. "Berkorban, eh? Kalau begitu kenapa tidak Kim Seokjin saja yang bertanggung jawab? Ayah bilang, dia putra sulung keluarga kita. Dia bisa menanggungnya. Kim Seokjin yang hebat pasti mampu mengatasinya dengan mudah."
Membeku. Tuan dan nyonya Kim membisu. Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa manik kembar itu, disana, tampak memudar, kosong...
"Apa maksudmu, Kim Jungkook?"
Desisan perih itu...
"Well, dia bisa menikah dengan gadis kaya manapun di luar sana. Aku tidak peduli. Lagipula sebagai pria dia sudah cukup pantas untuk melakukannya-kan? Dia putra sulung, sudah sewajarnya menanggung beban milik keluarga."
KAMU SEDANG MEMBACA
M O O N
Fanfiction"Maaf, Jinseok..." setetes air mata turun, lalu membasahi pipi Seokjin yang ada dibawahnya. "Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat tanpamu. Jika kau pergi, tolong bawa aku juga..." Let's try this! Army! Namjin slight Taekook. AU. BL