Delapan

895 95 28
                                    

Joshua baru saja sampai di apartemennya dan memperhatikan sekeliling ruangan dengan bingung, ia sudah mulai bekerja hari ini dan ia ingat betul telah mematikan lampu saat pergi ke kantornya, jadi bagaimana bisa semua lampu menyala? Merasa khawatir akan ada pencuri, Joshua mengambil stik bisbolnya dan berjalan mengelilingi rumahnya, namun bukan pencuri malah Hansol yang di dapatinya sedang menonton tv sambil memakan keripik kentang milik Joshua.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Joshua setelah meletakan stik bisbolnya, Hansol tidak menjawab dan tetap fokus menatap tv yang menampilkan sebuah serial asal Amerika, "Kau begitu merindukan negeri itu rupanya." Ejek Joshua membuat Hansol mematikan televisi yang sebenarnya tidak ia perhatikan.

"Aku akan menginap." Kata Hansol sekali lagi membuat Joshua terkejut, terakhir kali ia datang anak itu menolak untuk menginap, tapi sekarang malah datang sendiri tanpa diundang lalu meminta untuk menginap tanpa perlu diajak.

"What's wrong?" Tanya Joshua khawatir.

"Nothing, aku hanya mengantuk." Hansol meletakan bungkus plastik kosong di atas meja dan membaringkan dirinya sendiri di sofa Joshua, ia bahkan meletakan kakinya di paha Joshua karena Joshua duduk di sampingnya.

"Hey you know what? You can use my room and I don't mind it!" Hansol tidak menggubris Joshua, mungkin ia terlalu lelah hingga dengan mudahnya terlelap, "I mean it, but you already sleep ..."

Malam itu adalah malam terpanjang dalam hidup Wonwoo, sudah pukul 2.43 pagi dan Wonwoo belum juga bisa memejamkan matanya, tubuh dan kepalanya sudah terasa sakit ditempa lelah dan diserang oleh berbagai macam pikiran. Wonwoo selalu menyanjung ibunya sebagai malaikat, pahlawan, wanita yang sempurna, tidak pernah sekalipun dalam hidupnya Wonwoo pernah berpikir bahwa wanita kedua adalah sebutan yang selalu melekat untuk ibunya.

Wonwoo menjambak rambutnya sendiri dan menghela napas kasar, ia harus tidur karena besok ada ujian harian, Wonwoo sangat disiplin dan taat pada peraturan, tidak satupun nilainya yang dibiarkan jatuh. Bahkan setelah ibunya meninggalpun Wonwoo malah lebih rajin belajar karena ia yakin ibunya akan bangga jika Wonwoo bisa menjadi orang yang sukses walau tanpa ibunya. Tapi saat ini memikirkan ibunya sama sekali tidak membuatnya semangat belajar, sebaliknya malah membuatnya merasa penat dan muak.

Tidak tahu kapan ia mulai tertidur yang pasti Wonwoo terbangun kembali pukul 5.55 dan suara ketukan di kamarnya itu benar-benar mengganggunya, Wonwoo mendengar suara ayahnya memanggilnya berkali-kali tetapi karena kamarnya dikunci oleh Wonwoo, jadi ayah tidak bisa membuka pintunya. Wonwoo mengusap kasar wajahnya, ia duduk diam sebentar sebelum berjalan dengan langkah goyah demi menghampiri pintu kamarnya.

"Jangan kunci pintumu dari dalam, kau akan menyulitkan dirimu sendiri kalau terjadi sesuatu yang berbahaya." Jihoon mengambil kunci kamar Wonwoo dan memberikannya kepada bibi Kim, ini masih sangat pagi dan karena kurang tidur Wonwoo jadi malas berdebat dengan ayahnya.

Wonwoo mengerjapkan matanya dan memandang malas ke arah tumpukan bukunya, ia harus sekolah hari ini karena ada ujian, tapi Wonwoo bahkan tidak belajar semalam. Setelah mandi dan membereskan buku-bukunya dengan setengah hati Wonwoo turun ke bawah dan mendapati hanya ada ayah dan ibu tirinya di sana.

"Kau tahu di mana Hansol?" Tanya Tiffany membuat Wonwoo menghentikan kegiatan minum susunya, Wonwoo hanya menggeleng malas sebagai jawabannya.

"Kata bibi Kim kau mengenal temannya, coba hubungi dia dan tanyakan apakah Hansol berada di sana?" Wonwoo menatap sinis ayahnya, ia mulai mengerti kenapa pagi-pagi sekali ayahnya sudah datang untuk menggedor pintu kamarnya.

"Maaf, tapi itu bukan urusanku." Wonwoo mengambil tasnya dan bergegas pergi tanpa lebih dulu berpamitan kepada ayah dan ibu tirinya.

Melihat itu tentu saja membuat Jihoon naik pitam, namun Tiffany menahannya, wanita berparas cantik itu tersenyum hangat dan menggelengkan kepalanya sembari menggenggam tangan Jihoon dengan lembut, "Mereka sedang terluka dan kau tidak boleh menambahnya dengan amarahmu, bukan begitu caranya berdamai dengan anak-anakmu, Jihoon-ah."

JeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang