BAB 1

7 2 0
                                    

Dua orang siswi yang awalnya takzim mendengarkan penjelasan. Kini mereka mulai jengah dengan suara itu. Salah seorang menghela napas. Helaan napas itu cukup berat. Sudah pasti mewakilkan rasa ketidakpuasaan atas apa yang menimpanya. Apa lagi kalau bukan karena pengumuman pembagian kelompok yang tidak sesuai harapan.

“Sudah jelas ya semua? Oke silakan sekarang duduk bareng anggota kelompoknya.”

Mereka saling pandang. Ada rasa tidak rela yang menelusup ke dalam hati mereka.
“Gak apa-apalah kita beda. Mereka juga bakal curiga kalau kita bareng terus.”
Yang diajak bicara, tidak menjawab. Ia hanya tersenyum seraya beranjak dari tempat duduknya.

“Kamu beruntung, Pus. Lihat tuh ada Raka dan Gita. Belum juga ada Liam. Rezeki nomplok itu,” lanjutnya.

Siswi yang dipanggil Pus itu angkat bicara, “tetap aja, sungkan. Akunya musibah buat mereka, Ra.” Kata Puspa seraya tertawa. Tentu saja Puspa merasa tidak layak gabung dikelompoknya sekarang.

Mendengar itu, Rara sedikit sewot. “Mohon maaf nih, mbak. Kalau yang modelan kamu itu musibah. Terus yang modelan aku apa? Azab?”

Puspa tertawa. Ia tidak meladeni Rara. Ia lebih memilih pergi untuk bergabung bersama kelompoknya. Rara pun sama.

“Anjir!!! Haroream teuing urang jeung si Yayam,” seru Gita ketika Liam hadir bersamaan dengan Puspa. (Anjir!!! Malas banget aku sama si Yayam).

PLETAK!

“Bismillah dulu kalau ngomong. Gue pecat jadi sodara lu, ya.”

“Siapa berani?”

“Siapa takut, Git …,” tegur Raka.

“Eh iya, maksud aku itu. Siapa takut? Awas aja lo minta makan dirumah gue.”

“Awas aja lo nyolong manga-mangga gue,” ucap Liam tanpa urat tapi mampu membuat Raka yang kurang pedulian, menolehkan matanya. Hal itu tentunya membuat pula Gita memelototkan matanya sampai bulat sempurna.

“WHAT?!”

“Baru tahun ‘kan lo, Ka. Jadi pikir-pikir lagi kalau mau deketin Gita.”

Kali ini ucapan Liam sukses membuat Raka tersedak. Satu pukulan telak diberikan Gita pada Liam.

“Apa sih lo, Git. Bar-bar banget jadi orang!” protes Liam.

Terlepas dari keributan yang dibuat Liam, Gita dan Raka. Puspa hanya bisa mendengar acuh tak acuh. Begini nih kalau bersatu dengan orang-orang famous. Terkadang orang yang hanya remahan rengginang lupa dianggap ada.

“Semuanya sudah duduk bareng kelompoknya, ‘kan?” seru guru bahasa Indonesia itu. Seketika itu, para murid terdiam. Lalu satu persatu kelompk diberikan beberapa lembar untuk panduan mengerjakan tugas.

“Tugas membuat film kali ini, Ibu harap kalian benar-benar mengerjakannya dengan serius. Maka dari itu Ibu kasih waktu 2 bulan untuk pengerjaannya. Durasi waktunya terserah kalian. Jangan lupa untuk memerhatikan nilai atau pesan yang kalian ambil. Paham semua?”

“Paham, Bu….”

“Oke. Untuk 30 menit ke depan silakan diskusi mengenai tema yang akan di ambil.”

“Baik, Bu.”

Gita yang melirik kearah Gurunya kini kembali mengarahkan pandangan ke kelompoknya. Ia terlihat serius kali ini.

“Eh temen-temen. Sebelum ke tema siapa nih yang mau jadi ketua?” usul Gita, “gimana kalau kita pilih Raka?”

“Apaan pilih Raka. Lo mau nanti pas ngatur cuman ham-heum-him doang?” protes Liam tanpa memerdulikan perasaan Raka yang mulai terusik. Tapinya … dasar Raka manusia kurang peka dan ekspresi. Hal itu tidak ditunjukannya lewat air mukanya. Walaupun seperti itu, 9 orang lainnya menyetujui ucapan Liam.

My Bar-Bar FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang