Prolog

604 62 9
                                    

"Ku dengar hari ini hasil tesmu akan keluar"ucap seorang kakek mengenakan topi jerami.

Kim Myungsoo yang menjadi lawan bicaranya dengan tulus mengukir senyuman.

"Iya kek, hari ini hasil tes terakhirku akan keluar. Aku tidak bisa tidur memikirkannya, semoga hasilnya bagus dan aku bisa segera memulai debutku menjadi seorang polisi"ucap pria tampan berusia 27 tahun tersebut. Binar matanya menunjukkan harapan yang begitu besar.

"Memangnya kalau hasilnya buruk kenapa? Kau punya banyak kemampuan, tidak jadi polisi pun tidak masalah. Lagipula aku tidak suka kalau kau menjadi polisi"sahut kakek itu, dengan ekspresi pura-pura jengkel.

Lagi-lagi Myungsoo tersenyum.

"Ayahku seorang polisi, dia sangat berharap aku bisa mengikuti jejaknya kelak"lirihnya sambil menerawang kondisi jalan raya yang tidak pernah sepi.

Tragedi kecelakaan beruntun tahun 2015 silam, telah merenggut keluarga kecil Myungsoo. Orangtuanya dan calon adiknya yang masih berada dalam kandungan. Ingatan Myungsoo masih segar seolah kecelakaan tersebut baru terjadi kemarin.

Hari itu orangtuanya memaksa menghadiri acara kelulusan sekolah dimana Myungsoo akan menerima penghargaan sebagai siswa dengan nilai kelulusan tertinggi. Nahas di tengah jalan bus yang mereka tumpangi terbalik kemudian terbakar.

"Kalau kau benar-benar menjadi polisi, kau akan meraziaku bahkan menggusur tempatku mencari uang"

Myungsoo tertawa renyah mendengar ujaran kecemasan semacam itu.

"Nanti akan ku buatkan kakek tempat yang layak untuk bekerja"

"Mudah berjanji, tapi tidak mudah untuk menepati"

Myungsoo tersenyum simpul, tidak ada keinginan untuk menyakinkan orang di depannya. Tapi setidaknya ia serius dengan apa yang ia katakan barusan.

Hidup sebatang kara tidak lantas membuat Myungsoo hidup sendirian dan kesepian. Banyak orang yang senasib dengannya, yang bisa ia jadikan teman bahkan keluarga. Contohnya kakek bertopi jerami yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sol sepatu di pinggir jalan.

Sebenarnya Myungsoo masih memiliki seorang paman, dan adik dari ayahnya itu sempat berniat ingin merawat Myungsoo, tapi istrinya menentang karena alasan ekonomi yang pas-pasan.

Myungsoo bisa mengerti, lagipula saat itu ia sudah cukup besar untuk bisa hidup mandiri.

"Ini, sudah selesai"ucap si kakek, menyerahkan sepatu butut Myungsoo yang sudah selesai di permaknya."Kalau setelah ini sepatumu rusak lagi, buang saja. Aku tidak mau memperbaikinya"

"Tenang saja, setelah ini aku akan membeli sepatu bermerek"dalih Myungsoo. Diletakkannya beberapa lembar won diatas kotak sol sepatu, setelah itu memakai sepatu bututnya dengan nyaman.

Sang kakek menatap lembaran uang tersebut dan menghela nafas panjang. Upah membenahi sepatu butut Myungsoo selama ini jika dikumpulkan mungkin lebih dari cukup untuk membeli sepatu baru.

"Kalau begitu aku berangkat sekarang, sampai jumpa"

Myungsoo berpamitan. Tangannya melambai riang mengikuti langkah kakinya yang kini berjalan menyebrangi lalu lintas padat di depan sana.

"Dia benar-benar pria yang baik"gumam kakek tersebut sambil memandangi kepergian Myungsoo dengan perasaan tersentuh.



































"Hari ini Direktur Bae akan datang untuk meninjau"ucap salah seorang rekan Myungsoo, namanya Jang Dongwoo.

Myungsoo yang sedang mengganti pakaiannya dengan seragam proyek hanya menoleh sekilas.

Beautiful SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang