Setelah dibiarkan sendiri dan diberikan waktu serta ruang yang cukup---- Myungsoo kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Pria berusia 27 tahun itu mulai bersikap seperti biasa seolah-olah sudah bisa menerima kondisinya. Namun kenyataan hidup tidaklah semudah itu.Myungsoo bersikap baik-baik saja semata karena tidak ingin menyusahkan orang-orang terdekatnya. Memang benar ia sedih dan kecewa, tapi ia tidak ingin berakhir terpuruk dengan menyesali kondisinya saat ini. Itu akan membuat orang yang benar-benar peduli padanya seperti Dongwoo ikut bersedih, dan Direktur Bae semakin merasa bersalah.
Setidaknya Myungsoo akan mencobanya walaupun sulit, ia tidak akan menyerah begitu saja pada keadaan. Ia percaya Tuhan punya maksud lain dibalik kecelakaan yang menimpanya. Ia hanya perlu mengingat bahwa hidupnya bukan sepenuhnya miliknya. Oleh karena itu--- ia harus tetap berdiri tegar untuk mengetahui entah ini musibah atau justru ujian yang akan menempatkannya pada takdir yang lebih baik.
Sejatinya, Myungsoo memang pria yang kuat. Ia mampu mengatasi kesedihan ketika kehilangan keluarganya dulu, yang bahkan tak sebanding dengan situasi sekarang dimana ia kehilangan bagian dari dirinya yang membuatnya tak lagi seimbang.
Myungsoo yakin seiring berjalannya waktu---- ia akan mulai terbiasa dan sanggup melanjutkan hidupnya tanpa perlu merasa kesulitan.
"Myungsoo, apa kau ingin makan sesuatu?"tanya Dongwoo setelah meletakkan tas ransel berisi beberapa pakaian milik Myungsoo di samping ranjang pasien.
Dongwoo kemudian duduk di kursi yang berada dekat dengan Myungsoo.
"Aku sudah makan"jawab Myungsoo mengulum senyum tipis.
Dongwoo menatap lekat sosok sahabatnya yang sudah terlihat baik-baik saja, meski tak seorang pun tau isi hati orang lain.
"Kalau begitu aku akan mengupaskan apel untukmu"
Dongwoo berdiri sebentar untuk meraih satu buah apel dan sebilah pisau. Sesaat kemudian ia tampak serius dengan kegiatannya mengupas apel tanpa menoleh kanan-kiri.
Satu hal yang tidak biasa. Dongwoo dikenal selalu punya cara dan topik untuk di perbincangkan, diam dan fokus terhadap sesuatu sama sekali bukan gayanya.
Tidak bisa di pungkiri-- Dongwoo merasa canggung dan tidak enak hati, tidak tau harus bagaimana. Mengingat kondisi Myungsoo saat ini, tidak mungkin baginya untuk bercanda. Bahkan untuk menunjukkan kekhawatirannya saja ia tidak berani, takut membuat Myungsoo semakin terbebani.
"Dongwoo,"panggil Myungsoo membuat Dongwoo tersedot dari lamunannya.
"Ya?"
"Apa hari ini kau tidak pergi bekerja?"
"Proyek dihentikan untuk sementara waktu, jadi semua pekerja diliburkan"
Lewat bahasa mata Myungsoo, Dongwoo tau temannya itu sedang menuduh dirinya sendiri sebagai alasan dihentikannya proyek dan diliburkannya banyak orang.
"Dimana Direktur Bae?"
"Oh, dia pulang tadi malam"jawab Dongwoo sekenanya."Mungkin dia akan datang lagi nanti, jika sudah siap menghadapimu"tambahnya.
Myungsoo tersenyum lugu.
"Katakan pada Direktur Bae tidak perlu merasa bersalah, ini bukan salahnya"ucapnya halus."Aku akan lebih menyesal jika tidak menyelamatkannya"
"Ya, aku tau. Itulah dirimu. Kau selalu mendahulukan orang lain ketimbang dirimu sendiri"sahut Dongwoo dengan pandangan berkaca-kaca.
Myungsoo terdiam menyaksikan emosi timbul-tenggelam di dalam sorot mata Dongwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Soul
RomanceBagi Suzy, hidupnya yang sempurna perlahan hancur. Di mulai ketika sang ayah memaksanya menikahi pria cacat bernama Kim Myungsoo. [MyungZy Drama] @aprilonest 202010--