Nirmala.

507 75 7
                                    

Apa yang kau pikirkan ketika engkau melayangkan pandang pada bunga sakura bermekaran?

Musim semi.

Ya, tentu saja sebagian orang akan berpikir demikian.

Musim semi, salah satu musim yang banyak disenangi suatu kaum. Musim dimana waktunya salju berhenti menampakkan batang hidungnya. Musim yang menenangkan sekaligus menyenangkan untuk banyak orang. Entah itu karena suhu musim, kehidupan yang searah dengan ekspektasi, hingga menurunkan populasi orang-orang jomblo yang memulai aktivitas barunya sebagai pasangan bersama dengan tambatan hatinya.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, untuk kebanyakan orang. Tidak dengan lelaki yang kini duduk tegap menyender pada Pohon Sakura, menerawang luas pada hamparan rumput dengan banyaknya kicauan burung, terasa begitu nyaman. Pohon Sakura yang begitu rindang, pula sejuk dipandang mata.

Mengapa semua orang terlihat berbanding terbalik dengan suasana hatinya sekarang? Lagi-lagi, dunia memperlakukannya dengan sangat berbeda.

'Aku tersanjung.'

Menyindir dunia yang Ia pijak, senyuman mengejek terukir sempurna pada wajah tampannya. Terus melamun membuatnya semakin terlihat menyedihkan. Akhirnya Ia bangkit dari duduknya, membersihkan segala sesuatu yang dirasanya tidak nyaman menempel pada baju, juga celana.

Baru saja Ia memutar-balikkan badannya, dirinya terpaku sejenak pada sesosok pria mungil berjalan ke arahnya. Tidak- lebih tepatnya ke arah Pohon Sakura yang menjadi tumpuannya sementara untuk melepas rasa penat yang ada. Lima detik telah berlalu, Ia mulai melangkahkan kaki jenjangnya ke tempat minimarket di seberang jalan setapak, kembali bersikap bodoamat terhadap sekeliling. Sikap yang sudah ia lakukan sedari dini, yaitu 7 tahun.

Pemuda tersebut masuk ke dalam mobil. Terparkir rapi di sebelah minimarket, lalu Ia menghela napas kemudian. Melajukan mobil sport-nya membelah keheningan, mencari keramaian untuk mengisi kekosongan hatinya.

Di lain sisi,

Lelaki mungil mendudukkan dirinya dibawah rindangnya Pohon Sakura. Jika saja pohon dapat bertingkah layaknya manusia, mungkin Ia akan tersipu malu akibat senyuman yang terpatri jelas pada wajah si pria mungil. Bagaimana tidak, wajahnya bak gulali kapas, pipinya yang gembil seperti merayu untuk dicubiti, hidung bangirnya yang terlihat lancip membuat wajahnya terlihat sempurna. Tak ada cacat di daerah manapun.

Terdiam, masih enggan 'tuk berbicara demi merasakan sejuknya semilir angin. Tenggelam dalam euforia selama berpuluh-puluh menit sehingga hampir melupakan tujuan awalnya datang kemari.

"Hai, pohon! Lama tak berjumpa, ya?" Kekehan gemas keluar dari bibir ranumnya. Ia menyamankan duduknya di bawah Pohon Sakura, masih betah berlama-lama. "Sudah 5 tahun lamanya aku tidak duduk disini. Aku rindu sekali denganmu, teman."

Aneh memang, menyebut kata teman pada pohon yang bahkan tidak dapat berbicara. Tetapi itulah salah satu keunikan lelaki mungil ini, terlihat begitu lugu bahkan jika berbicara pada benda mati sekalipun. Orang-orang akan menganggapnya sebagai suatu kegemasan tersendiri. Kim Sunoo namanya. Nama yang lembut seperti empunya.

"Ngomong-ngomong, orang tadi siapa?" Kembali berbicara pada pohon yang tidak mungkin membalas ucapannya. "Tumben sekali ada orang yang datang ke daerah sepi begini," lanjutnya. "Tapi tidak masalah buatku. Sepertinya dia nyaman untuk mencurahkan hatinya padamu, sepertiku. Benar, kan?"

Kim Sunoo dengan segala ke-sok-tahuannya. Untung orang-orang tidak menganggapnya sebagai orang yang sesat akal. Berbicara pada pohon, hingga pada benda mati, sesuatu yang terlihat aneh bagi sebagian banyak orang. Tenang, Sunoo tetap punya teman. Bahkan, tanpa perlu mengenalkan diri sekalipun, sudah banyak yang mengenal sesosok Kim Sunoo ini. Di samping sifat anehnya, Sunoo seorang yang supel, kritis, banyak bicara, namun sederhana.

Spring Day (봄날) [Heeseung X Sunoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang