AUTHORS' POV
Krist mengerjapkan mata indahnya, membiasakan penglihatannya dengan sekitar. Dapat ia rasakan cahaya matahari mengintip malu-malu dari sela-sela tirai yang menutupi jendela kamarnya. Sudah waktunya beranjak dari peraduan. Menundukkan kepalanya semakin dalam di ceruk leher suaminya, Krist menggumam, mencoba membangunkan sosok lelaki yang memeluknya sepanjang malam. Namun sayang, yang Krist dapat hanyalah pelukan yang terasa semakin erat di pinggangnya, membuat Krist mau tak mau tersenyum dan meninggalkan satu kecupan di bawah dagu Singto yang mulai ditumbuhi rambut-rambut kasar.
"Ah, aku harus mencukurnya," batin Krist.
"Pagi..."
Suara serak dan berat itu membuat Krist menggigit bibirnya sebelum membalas ucapan lelaki yang sudah menjadi pasangan hidupnya beberapa tahun ini.
"Pagi..." balas Krist. Jemarinya naik menyentuh pipi Singto, mengelusnya sebentar sebelum mencubitnya pelan. "Ayo bangun! Meski menghabiskan waktu di sini sangat nyaman, tapi perut ini sepertinya sudah lapar," tambahnya. Krist terkekeh saat suara gerutuan terdengar keluar dari mulut Singto yang masih belum kunjung membuka matanya.
Suara tawa merdu pria yang lebih muda memaksa mata indah nan tajam Singto untuk terbuka. Menundukkan wajahnya, sebuah kecupan ia daratkan di dahi Krist. "Kau benar." Jemarinya memegang jemari Krist di pipinya, membawanya ke bibir dan mengecup jari manis tempat cincin pernikahan mereka terpasang.
"Tapi aku masih ingin di sini," bisik Singto membuat Krist tersenyum lebar. Ia sebenarnya juga masih ingin berlama-lama di ranjang hanya berdua, terutama saat akhir pekan seperti sekarang. Setelah sama-sama saling disibukan oleh tanggung jawab sebagai pekerja yang tak punya banyak waktu untuk melakukan quality time. Meski bekerja di perusahaan yang sama, tapi perbedaan pekerjaan yang keduanya jalani, karyawan kantor biasa dan direktur, tak urung mengurangi waktu kebersamaan mereka di rumah. Jadi, dua hari di ujung pekan seperti saat inilah satu-satunya kesempatan yang dimiliki untuk bisa mencurahkan semua atensi pada masing-masing.
"Tenanglah. Kita punya banyak waktu hari ini. Lebih baik segera bangkit dari kasur." Krist duduk dan menarik tangan Singto. Ia menarik tubuh lelaki itu agar bangun, tapi bukannya menurunkan kaki dan beranjak, pria itu justru kembali memeluk tubuh Krist.
"Phi Sing!" ucap Krist sedikit merajuk.
"Baiklah, kesayanganku. Kau mau kugendong?" bisik Singto di bahu Krist.
Krist menyipitkan matanya, sedikit menelengkan kepalanya. "Meski hal itu sangat menggoda, tapi lebih baik Phi cuci muka karena ada sesuatu di mata Phi," ucap Krist, mengecup pipi Singto lalu segera berlari keluar kamar.
Singto mengerutkan keningnya sebelum berdiri menuju wastafel di kamar mandi mereka, bercermin memperhatikan matanya dan tak mendapati rheum di kedua sudut matanya. "Hhmm Krist." Menggelengkan kepala, Singto memikirkan cara untuk membalas Krist. Bertahun-tahun mengenal bahkan sejak masih berstatus senior dan junior di perguruan tinggi, sifat usil lelakinya itu tak juga hilang.
🦁🦁🦁 --------- 🐢🐢🐢
Hal yang paling menyebalkan kala akhir pekan adalah waktu yang seakan berjalan begitu cepat. Rasanya baru beberapa saat lalu bangun dari lelap, kini waktu matahari sudah bergerak condong ke arah barat saja. Setidaknya apa yang kini tengah Singto pandang sedikit memberikan guratan hangat di hatinya. Pemandangan Krist yang sedang merawat tanaman di halaman belakang rumah mereka adalah pemandangan yang indah untuk Singto, meski hanya punggung tegap yang terlihat di matanya, hal itu tetap tidak akan mengubah pendiriannya bahwa Krist adalah sosok yang indah. Matahari sore yang memancarkan cahaya terangnya tidak menyurutkan Krist untuk menyirami tanaman kesukaannya, sesekali semilir angin menerpa anak rambutnya. Sungguh indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Teen FictionKrist dan Singto kenal satu sama lain sejak masih duduk di bangku kuliah, Mereka dekat sebagai senior dan junior hingga memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan serius di mana sampai berlanjut ke tahap pernikahan yang kini menginjak usia tiga tahun...