Kisah berlanjut,
Hal yang pertama ditangkap mata Singto saat sadar adalah ruangan yang terlihat asing, bukan kamarnya ataupun juga kamar rumah sakit.
"Aku di mana?" batinnya.
Singto berusaha bangun, tetapi kepalanya rasanya berputar, akhirnya ia bersandar pada kepala ranjang. Tak lama pintu kamar yang ia tempati terbuka.
"Oh! Khun sudah sadar!"
Singto hanya diam memandangi Krist, tak menanggapi. "Jadi, aku di dalam rumah Krist. Astaga! Malu rasanya dirawat oleh Krist!" runtuknya dalam hati.
Krist melambaikan jarinya di hadapan Singto.
"Khun? Apa kau baik-baik saja?"
Singto tersadar dan segera berterima kasih. "Ah, maaf! Terima kasih sudah menolong saya, Khun. Maaf jika merepotkan."
"Tidak apa, santai saja. Silakan dimakan dulu buburnya," ucap Krist mempersilakan.
"Khun bisa sendiri atau mau aku bantu suapi?" lanjutnya lagi.
"Tidak perlu, biar saya makan sendiri saja," ucap Singto.
"Baiklah!" Krist memberikan mangkuk berisi bubur pada Singto dan membiarkannya makan dengan tenang. "Jangan lupa dihabiskan!"
"Iya," balas Singto.
Setelah Singto selesai memakan buburnya, Krist memberikan obat dan air mineral untuk diminum oleh Singto.
"Minumlah ini, Khun," ucap Krist.
"Saya Singto." Singto mulai memperkenalkan diri karena kondisinya hanya dirinya yang tahu nama Krist.
"Oh, Khun Singto. Aku Krist. Salam kenal, Khun. Maaf, ya! Khun sampai pingsan seperti tadi gara-gara mengantar paketku."
"Panggil Phi saja, Krist. Kau tidak perlu minta maaf. Memang sudah risiko dan tanggung jawabku untuk mengantarkan paket."
"Tapi, Phi sampai basah kuyup seperti tadi apa tidak membawa jas hujan?" tanya Krist.
"Tidak. Aku lupa. Baru di jalan tadi aku menyadarinya," jawab Singto.
"Kalau cuacanya tidak baik lebih baik Phi tunda dulu mengantar paketnya, berteduh dulu. Untung saja Phi pingsan saat sudah di depan rumahku, kalau di jalan lalu pingsan 'kan bahaya," kata Krist.
"Bekerja keras itu boleh saja, Phi, tetapi harus tahu waktu dan batasan. Jika kau sakit pasti keluargamu nanti yang lebih khawatir. Ini saranku. Phi boleh mengambilnya atau mengabaikannya," tambah Krist yang berbicara sambil membereskan sisa obat dan minuman Singto.
Tanpa Krist sadari, Singto memandang khidmat setiap ucapan yang keluar dari mulut Krist. Pandangan lekat itu tiba-tiba buyar setelah Singto mendengar suara jentikan jari dari Krist.
"Hei... apa Phi mendengarkanku?" tanya Krist memastikan karena lawan bicaranya terlihat hanya diam dan memandangnya.
"Iya. Aku mendengarkanmu dan tahu itu. Oh, iya! Kau mahasiswa baru, ya? Maaf aku melihat dideskripsi barang yang kau pesan."
"Iya! Aku mahasiswa baru, Phi. Perkuliahan online ini sungguh merepotkanku! Tidak efektif pula," gerutu Krist sambil merengus.
Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Singto. Saat pertama kali jumpa dulu, ia sangat suka melihat senyum cerah Krist. Dan sekarang, cemberutnya Krist.
"Lalu kalau Phi sendiri? Masih kuliah atau sudah lulus?" tanya Krist.
"Hmm... aku mahasiswa akhir," ujar Singto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delivery Love
Teen FictionSaat ini adalah masa pandemi covid-19, orang-orang tidak ada yang boleh keluar rumah demi mengurangi angka penularan covid-19 di negeri ini. Salah satunya adalah Krist, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi jurusan DKV di salah satu kampus ternama di B...