Bab 1

3 1 0
                                    

Ayla menatap sendu bingkai foto keluarganya. Ia rindu. Sangat. Kehangatan. Keharmonisan. Ia sangat merindukannya. Ia ingin semuanya kembali seperti semula sebelum seseorang yang sudah ia anggap baik merusak semuanya. Keluarganya sudah hancur dengan adanya orang ketiga.

Ia benci orang yang telah membuat mama dan papa nya berpisah. Sangat benci. Ia kira orang tersebut begitu tulus namun semuanya hanyalah topeng.

Tok. Tok.

Ketukan pintu membuat Ayla tersadar dari lamunannya. Ia meletakkan kembali bingkai foto ke tempat semula lalu melangkah membukakan pintu. Ia tersenyum.

"Ada apa, Ma?"

Andini, sang mama hanya mengisyaratkan matanya seolah meminta masuk ke dalam kamar Ayla.

"Besok kamu waktunya tinggal sama papa, ya, nak," ucap Andini.

Ayla mendekat menuju mamanya.

"Ayla nggak mau, Ayla mau tetep sama mama," sergah Ayla.

Andini mengelus surai hitam milik anaknya sambil tersenyum.

"Mama mohon kamu tinggal di sana seminggu, ini sudah perjanjian, nak. Perjanjian itu harus dilaksanakan. Papa pasti kangen sama kamu."

"Kalau Ayla harus melakukan perjanjian itu. Apa kabar sama papa yang selalu berjanji untuk tetap sama mama tapi nyatanya nol."

"Ayla," panggil Andini mengingatkan. "Kamu harus bisa memaafkan mama Di–

"Dia bukan mamaku!"

"Nak, hidup itu selalu penuh kejutan. Adakalanya kita diuji oleh Tuhan namun pasti Tuhan akan memberikan yang lebih baik lagi. Sudah hampir setahun kamu selalu nolak kalau disuruh tinggal di rumah Papa. Papa berhak ketemu kamu, Nak. Mama nggak mau mutus ikatan darah anak dan orang tua. Kamu mau ya," bujuk Andini.

Ayla yang sudah tak tahan melihat mamanya selalu membujuknya akhirnya mengangguk kepalanya.

"Tiga hari. Ayla di sana selama tiga hari aja."

Andini tersenyum lalu mengangguk. Ia memeluk putri semata wayangnya.

***
Hari ini, hari dimana Ayla akan bertemu papanya setelah hampir setahun ia tak pernah bersua. Kini ia berdiri di depan pintu besar sendiri. Ia meminta Mamanya untuk tak ikut dengannya, ia takut mamanya akan sedih ketika melihat orang ketiga tersebut.

Klek.

Pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang ia kenal. Wanita itu tersenyum kala melihat anak dari suaminya itu menatapnya.

"Ay, kamu udah dateng, nak. Ayo masuk, papa udah nunggu," ucap Dini mempersilahkan Ayla masuk.

Ayla langsung melongos masuk tanpa merespon ucapan Dini.

Langkah Ayla terhenti kala melihat papanya bersama dengan saudara tirinya tengah bercanda. Hati Ayla teriris melihatnya. Ia rindu akan tawa bersama papanya.

Anton, papa Ayla menghentikan tawanya kala melihat anaknya sudah berdiri di hadapannya.

"Nak, akhirnya kamu mau tinggal di sini," ucap Anton sambil berjalan menuju Ayla.

Ayla menampilkan sedikit senyumnya saat papanya memeluk dirinya. Matanya menatap seseorang yang berdiri tak jauh darinya. Dia orang yang dulu pernah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Dan kini takdir mengabulkannya, ia menjadi saudaranya dengan cara yang tidak ia inginkan.

"Hai, Ay. Lama nggak ketemu," sapa Maira kikuk.

Ayla tak menjawab. Anton merasa keadaan canggung antara anak kandung dan anak tirinya. Ia mengajak Ayla untuk masuk ke dalam kamar yang akan ditempati oleh Ayla.

Anton menutup pintu lalu berjalan menuju putrinya.

"La, kamu nggak boleh gitu sama adik kamu," ucap Anton.

Ayla mendengus pelan, "dia bukan adik aku. Pa, aku udah mau buat tinggal sama papa. Tapi, please jangan bahas mereka."

Anton menghela napas pelan, ia mengelus rambut putrinya lalu meninggalkannya.

***
Sudah sehari Ayla tinggal di rumah papanya. Sehari itu pula Ayla enggan keluar kamarnya. Kini ia harus keluar kamar untuk makan karena sedari ia tiba ia belum makan apapun.

Ayla mengambil gelas lalu mengisinya dengan air. Ia meneguknya sampai tandas. Ia terkejut kala melihat Maira berdiri tersenyum di hadapannya.

"La, apa kita nggak bisa seperti dulu lagi?" tanya Maira mengawali percakapan.

Ayla diam. Ia enggan menjawab pertanyaan saudara tirinya itu.

"Kita udah jadi saudara, La. Tapi kenapa kamu kayak gini?"

Ayla geram. Ia merasa geram kala mendengar ucapan sok polos dari Maira.

"Terserah lo. Andai aja nyokap lo nggak ngancurin keluarga gue, mungkin gue masih bisa baik sama Lo. Tapi sekarang keluarga gue hancur sama seperti hubungan kita yang hancur dan nggak akan pernah bisa diperbaiki lagi," Ayla mengucapkannya sambil menahan amarah.

"Hubungan kita masih bisa kayak dul—

"Nggak akan sebelum lo dan nyokap lo balikin kebahagiaan keluarga gue lagi. Satu lagi, selama gue di sini, anggap aja gue orang asing, karena emang nyatanya sekarang Lo orang asing bagi gue." Putus Ayla.

Ayla tak lagi selera untuk makan. Ia merasa sudah kenyang. Ia segera berjalan menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti.

"Aku tahu sebenarnya kamu mau hubungan kita sama seperti dulu. Hanya saja kamu masih belum ikhlas nerima takdir kita yang seperti ini. Mungkin aku nggak bisa anggap kamu orang asing, karena kamu memang bukan orang asing bagiku. Tapi jika hal itu membuatmu senang, aku akan melakukannya."

Bersambung...

Hai, ketemu lagi sama cerita baruku.
Semoga kalian suka ya, jangan lupa vote dan kasih krisarnya

Follow
Instagram : kamillavinna

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

La-RaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang