4. Kalah Telak

887 57 4
                                    

Perjalanan panjang dari hotel dipenuhi dentam kencang berulang yang mengalir dari jantung ke seluruh tubuh, hingga membuat Bonita menggigil karena amarah. Sesampainya di rumah, dia meletakkan tas dan serangkaian kunci asal saja di tepi kolam renang, lalu mengempaskan tubuh ke dalam air yang menyilaukan mata.

Masih terbayang di pelupuk matanya saat Benjamin dipeluk mesra oleh Zayna di dalam lift berjam-jam yang lalu. Dinginnya air kolam tidak mampu membuatnya berpikir jernih. Gigilan di tubuhnya bertambah. Amarahnya teraduk dengan rasa cemburu. Dia tidak mampu mengutarakan emosi macam apa yang sedang memenuhi jiwanya.

Bagaimanapun kelihatannya di mata Bonita, di antara perasaannya yang berkecamuk hingga segalanya yang terlihat hanyalah abu-abu, Benjamin dan Zayna memang terlihat sangat serasi. Bonita sangat yakin mereka sepertinya sudah lama menjalin hubungan. Sepertinya kata-kata Benjamin saat menyebut Zayna sebagai teman lama -walau tanpa menyebut nama Zayna, memang merupakan kebenaran.

Muncul ide bagaimana jika dia menenggelamkan diri saja dan mati di kolam itu? Mungkin akan menyenangkan saat tahu Benjamin menangisi kematiannya. Namun, akan sangat menyedihkan jika tidak, karena Benjamin sudah memiliki wanita lain yang jauh lebih baik darinya.

Bonita mengeluarkan kepala di permukaan air dan menghirup udara dengan rakus. Dia menatap matahari yang menggantung tinggi. Silau sekali hingga limpahan cahaya matahari seolah menamparnya tanpa ampun.

'Bee membuatmu silau hingga kamu memberinya kepercayaan yang tidak perlu. Coba kamu lihat apa yang dia lakukan pada kepercayaanmu yang berharga itu! Mungkin sebaiknya kamu memang tidak perlu dekat dengan pria manapun hingga ajal menjemputmu, Boo.' Pikiran memuakkan itu muncul tanpa disadari Bonita.

Decak kesal menghantarkan riak air di sekeliling tubuhnya yang mengapung di permukaan. Dia memejamkan mata dan yang terbayang di pelupuk matanya masih sama. Sosok Benjamin yang dipeluk mesra oleh wanita anggun dan seksi -yang kecantikannya tidak akan mampu dikalahkan oleh wanita manapun yang dikenalnya, bahkan termasuk dirinya, membuat hatinya dipenuhi sengatan panas yang menyesakkan.

Dia tahu dia cemburu. Tahu dengan jelas bahwa dia marah. Namun, tidak ada satu kata pun yang mampu keluar dari bibirnya karena kekesalannya telah mengunci semua kata yang mungkin terungkap.

'Zayna sangat cantik. Pria mana yang tidak luluh pada tubuhnya yang seksi? Dibandingkan dengan wajah dan tubuh sepertiku. Aku kalah telak darinya. Kurasa ... ini saat hubunganku dan Bee berakhir.'

Pikiran untuk menyerah datang begitu saja seiring helaan napas yang membuat hati Bonita hampa. Jenis kehampaan yang menyebarkan rasa sakit yang tidak mungkin sembuh dalam waktu dekat.

Suara telepon berdering dari ponsel yang tergeletak sembarangan di tepi kolam renang menyadarkan lamunannya. Dia tahu telepon siapa itu karena nada deringnya berbeda dengan yang lainnya.

Entah sudah berapa kali Benjamin meneleponnya sejak mereka bertemu tatap di depan lift. Bonita tidak sedikit pun berniat menerimanya. Bagi Bonita segalanya sudah jelas saat menemukan tatapan bersalah dari Benjamin di hotel berjam-jam yang lalu. Rasa sakit di hatinya yang sejak kemarin tidak beranjak pergi, terasa semakin lebar dan dia membiarkan rasa sakit itu menenggelamkannya dalam derita.

Bulir air panas lolos dari sela matanya bercampur dengan air dingin di kolam renang. Dia membiarkan tubuhnya terapung di atas air dan berniat tetap seperti itu sepanjang hari. Setidaknya tidak akan ada yang mengganggunya di rumah yang hanya ada dirinya sendiri karena Nolan sedang berada di luar negeri.

Somebody That You LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang