Pergantian Rencana

10 1 1
                                    


"Pengajuan untuk pembentukan klub ini, tidak bisa kuterima." suara ketua osis terdengar begitu jelas. Enka yang berdiri di sampingku terlihat tidak terima dengan keputusan itu.

"Kenapa?" sahutnya dengan tergesa.

Sejenak mata ketua osis melihat kearah kami, lalu menghela nafas panjang. Sepertinya ini bukan pertama kali ia menghadapi hal seperti ini. Cukup untuk membuatnya terlihat malas seperti itu.

"Apa kalian baca syarat pembentukan klub?"

"Eh.. sudah?" balas Enka tidak meyakinkan.

Aku sangat yakin Enka tidak membacanya sama sekali. Meski dia mengajaku untuk membentuk klub penelitian, ia sendiri tidak mempersiapkan matang apa yang diperlukan.

"Untuk mendirikan klub, setidaknya kamu membutuhkan empat orang."

Enka terdiam mendengar ucapan ketua osis. Kupikir dia sudah menemukan dua orang member lagi selain aku. Ternyata tidak seperti yang kupikirkan. Cewek ini lebih ceroboh dari yang kuduga.

"Kalau kalian sudah punya empat anggota, silahkan datang kembali." ucap ketua osis mengakhiri pembicaraan dengan kami.

Dengan begitu, kami keluar ruang osis. Aku tidak bisa memastikan apa yang Enka rasakan. Tapi menurutku, dia tidak terlihat begitu memikirkannya. Pembentukan klub di sekolah memang memerlukan empat anggota. Setelah itu, formulir pembentukan klub akan diajukan ke pihak sekolah untuk penyetujuan. Oh ya, sebelum itu siswa yang mengajukan pembentukan klub setidaknya harus memiliki calon guru pengawas untuk klub yang akan didirikan. Begitulah garis besarnya.

Melihat Enka yang datang ke ruang osis untuk mengajukan pembentukan klub hanya bermodal aku sebagai anggotanya. Ya, aku tidak bisa berkmentar apa-pun. Maka dari itu, aku hanya diam mengikutinya setelah keluar dari ruang osis.

"Haaah, sepertinya kita perlu dua orang lagi." Enka tiba-tiba berbicara setelah beberapa menit diam.

"Sepertinya begitu."

"Tapi menemukan dua orang lagi yang mau bergabung sepertinya bakal sulit juga." lanjut Enka.

"Sepertinya begitu."

"Apa kamu tidak bisa mejawabku dengan lebih serius?"

"Sepertinya begi—." Aku menahan ucapanku setelah melihat Enka yang menatapku dengan wajah kesal.

"Ma-maaf! Aku masih memikirkan hal lain." balasku dengan buru-buru.

Pikiranku memang sedang teralihkan sesaat setelah sosok siswa tanpa kepala berjalan melewati kami. Lurus menuju halaman belakang sekolah. Aku sempat berpikir bagaimana cara berkomunikasi dengan roh seperti itu? dan itu membuatku mendapat tatapan kesal dari cewek di sebelahku.

"Aku merasa pikiranmu sering kemana-mana waktu bicara denganku. Meski aku baru mengenalmu dua hari ini. Aku tahu itu."

Tidak ada yang bisa kukatakan selain maaf pada Enka. Meski ujungnya dia tidak terlalu mempermasalahkannya.

"Jadi, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu melihat sesuatu yang baru gitu?" sambung Enka dengan nada setengah bercanda.

"Ya, aku baru melihat roh siswa tanpa kepala berjalan melewati kita menuju halaman belakang."

"Serius?!" Mata enka berseri setelah aku mengatakan hal itu padanya. Dari gelagatnya aku sepertinya akan tau dia akan mengatakan apa.

"Ayo kita kejar dia! Ada hal yang ingin aku tanyakan." Ungkapnya penuh semangat.

Aku sudah menduga hal ini.

"Tu-tunggu! bagaimana kamu bakal interaksi dengan roh tanpa kepala?"

Enka terlihat bingung, dia juga mengalami dilema yang kurasakan beberapa detik lalu. Dilihat dari manapun, bagaimana orang bisa bicara tanpa kepala. Telepati? Mana mungkin. Itu hanya terjadi di dunia fantasi.

Kami terdiam beberapa saat di koridor lantai satu sampai akhirnya Enka memutuskan untuk menyert tanganku menuju halaman belakang.

"Tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang. Lebih baik memastikan langsung kan?" ucapnya dengan nada bersemangat.

Belum sempat kami melangkah keluar gedung, bel yang menandakan istirahat telah berakhir berbunyi. Ekspresi Enka terlihat tidak senang dengan bunyi itu.

"Sepertinya lain kali?"

"Apa boleh buat. Selain itu, karena kita belum bisa membentuk klub. Kita akan beraktivitas sebagai perkumpulan untuk sementara." balas Enka dengan nada keberatan. Aku pikir dia tipe orang yang akan dengan mudah mengajak bolos untuk memenuhi nafsu ingin tahunya. Tapi sepertinya aku salah. Tanpa mengatakan apapun setelah itu, Enka bergegas menuju kelasnya.

Ditengah jam pelajaran berlangsung, roh siswa tanpa kepala muncul di hadapanku.

"Jadi kamu bisa melihatku?"

Aku yang awalnya berpura-pura tidak melihatnya langsung melirik kearah roh siswa itu. Suara tawa aneh mulai menggema, membuatku tidak bisa lagi fokus akan pelajaran yang sedang berlangsung. Kelakuannya membuatku tidak nyaman.

Tanganku mulai bergerak cepat untuk menulis kalimat untuk berbicara dengannya, kalau sekarang aku memilih untuk berbicara resiko untuk didengar orang sekitarku cukup besar.

'Aku tidak takut denganmu, jadi bisakah kamu tidak menggangguku?' tulisku pada lembar buku. Ah, bukankah roh di depanku tanpa kepala?

Seakan mengetahui apa yang aku bingungkan, roh di hadapanku kembali mengeluarkan suara yang entah dari mana.

"Heee, jadi kamu enggak takut. Tapi ya, sudah lama aku tidak berbicara dengan orang jadi khusus untukmu aku akan kasih tau rahasiaku."

'Rahasia?'

"Sebenarnya kepalaku tidak kenapa-kenapa. Aku sengaja menghilangkannya. Hehe. Roh sepertiku bisa menghilangkan bagian tertentu dari tubuhku. Cukup keren bukan?"

Aku merasa bodoh memikirkan hal ini beberapa saat lalu. Sekarang, aku malah memikirkan bagaimana reaksi Enka kalau kukasih tahu hal ini?

Paling tidak, hal yang ingin ditanyakan olehnya sampai ingin menyeretku mengejar roh ini pasti tidak jauh dari hal ini. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang