Seorang laki-laki berwajah maskulin tersenyum merekah sambil mengelus piala di pangkuannya. Piala itu merupakan penghargaan yang baru saja didapatnya di kampus.
Jendela mobil sengaja dibuka, membiarkan angin sore menerpa wajah kencang, membelai rambutnya.
“Selamat, ya, Den Jimmy!” ucap Sang supir melirik sekilas ke spion di atas kepalanya sambil tersenyum. “Maaf, ucapan mamang agak telat.”
“Nggak apa-apa, Mang. Mamang, kan, harus fokus buat nyetir?” Lantas laki-laki bernama Jimmy itu kembali bereuforia dengan pialanya.
Hari ini pemuda itu pulang ke rumah dengan rasa luar biasa. Bangga. Ia sudah tak sabar untuk memberitahu kabar ini kepada kedua orang tuanya di luar negeri.
Jimmy segera merogoh saku celana jeansnya dan mengambil sebuah smartphone. Membuka aplikasi telepon dan memencet nomor berkode negara 82. Ya, tidak salah lagi. Itu nomor telepon seseorang yang berada di Negeri Ginseng—Korea Selatan.
“Halo, Sayaaang,” suara ramah seorang wanita tidak lama terdengar setelahnya. “Ada kabar baik, kah? Silvi dapat nilai bagus? Atau dia udah punya pacar baru? Kenalin ke mama, dong?”
Jimmy langsung memutar bola matanya mendengar kicauan mamanya di seberang sana. Tapi sesaat kemudian, ia segera mengubah ekspresinya.
“Mama kebiasaan deh,” jawabnya dengan nada kesal. “Kalau nelpon sama aku ya jangan langsung ditanya tentang Silvi. Dia aman-aman aja pokoknya. Lagi pula dia kan bisa nelpon Mama juga?”
“Iya deh, Abang Sayaaang.” Suara menyengir terdengar di seberang sana. “Ada kabar apa nih sebenarnya? Pokoknya harus kabar baik, ya? Mama nggak menerima kabar nggak menyenangkan. Cepat kasih tahu, mama penasaran banget nih.”
“Iyaaa iyaaa. Kabar baik kok, Maaa.” Jimmy terpana sejenak membayangkan bagaimana bangganya Sang Mama ketika mendengar kabar yang ingin ia sampaikan.
“Ayooo. Kok lama banget sih?” Mamanya mendesak tidak sabaran. “Jangan-jangan Abang mau nge-prank mama, nih.”
Mahasiswa sastra semester enam itu langsung terkikik. “Tenang, Maaa. Aku nggak nge-prank kok. Ini emang butuh waktu dikit. Soalnya ini kabar yang sangat luar biasa. Mama pasti bakalan terkejut mendengarnya.”
“Ayooo. Cepat katakan. Jangan bikin Mama jantungan, deh!”
Jimmy kembali terkikik saat mendengar suara genit khas mamanya. “Oke, Ma. Sekarang aku mau kasih tahu. Tadi di kampus, aku dapat—”
IHK-IHK-IHK-IHK-IHK-IHK-IHK!!!
Berhentinya mobil secara mendadak membuat smartphone Jimmy terlempar ke luar karena ia duduk terlalu dekat dengan jendela. Ia sendiri pun hampir membentur kaca jendela.
Ia langsung menoleh ke depan. Sebuah mobil berdiri memblokir separuh jalan. Jaraknya hampir menempel dengan mobil Jimmy.
Si Mamang memundurkan mobilnya sedikit.
Beberapa orang berpakaian hitam, berbadan kekar dan berkacamata hitam turun dari mobil itu.
Lalu mereka menunggu di samping mobil hingga keluar seorang gadis bergaun merah dengan potongan tanpa lengan, tanpa tali strap yang hanya menutupi setengah dada hingga pangkal pahanyanya.
Gadis itu tampak begitu anggun dan seksi.
“Siapa mereka, Mang?!” tanya Jimmy dengan nada kaget.
“Mamang tidak tahu, Den.” Sang sopir menggelengkan kepala. Mulutnya menganga, entah kaget dengan sergapan tiba-tiba, entah terkesima dengan perempuan muda yang cantik dan seksi itu.
“Keluar kalian!” Dua orang dari mereka mendatangi mobil Jimmy, mengetuk-getuk kaca jendelanya dengan sangat kasar. Sisanya mengawal gadis itu.
“Aden tunggu di sini, ya. Biar Mamang aja yang keluar.” Si Mamang sopir langsung mendorong pintu dan keluar dengan disambut cekikan di leher.
Salah satu pria sangar yang mencekik leher mamang sopir, menyeret si mamang ke dekat gadis itu.
Mamang sopir menelan ludah. Selain terkejut dengan reaksi mereka, ia juga tertegun menatap tubuh indah berlekuk wanita itu.
Si gadis tersenyum miring melihat si mamang, lantas menyentuh dagunya.
Pria paruh baya itu kembali meneguk ludahnya. Gadis itu berdiri begitu dekat dengannya. Kalau saja dua tangannya tidak sedang dicekal, ia bisa dengan leluasa menyentuh tubuh sang gadis yang sangat menggiurkan ini.
Sementara, di dalam mobil, Jimmy masih memperhatikan, menghitung situasi. Kalau sampai mereka berani macam-macam, barulah ia akan turun tangan.
Gadis itu hanya mengangkat dagu si mamang agar menatap wajahnya. Si mamang kembali terpana melihat garis wajah di depannya yang begitu halus, kecantikannya nyaris sempurna.
Sang gadis melepaskan dagu si mamang begitu saja tanpa mengatakan sesuatu, lalu melirik ke arah mobil Jimmy.
“Dia kita apain, Bos?” tanya salah satu pria yang mencekal si mamang.
“Terserah kalian,” jawab si Gadis dengan nada santai. Di balik kacamata hitam itu, sebelah alisnya terangkat, seolah menganggap pria paruh baya yang sedang ditawan anak buahnya tersebut sangat tidak penting. “Kalau kalian ingin berolahraga, silahkan.”
Maka kedua anak buahnya tersebut saling tatap dengan senyum sebelah, lalu meregangkan otot tangan.
Tanpa ampun, mereka langsung mendaratkan pukulan ke perut si mamang sebelum sempat menghindar.
“Ampun, Bang.” Si Mamang terlempar ke belakang hingga terduduk. Ia mengangkat sebelah tangan—memohon agar pemukulan dihentikan—dan sebelahnya lagi memegang perutnya sambil meringis kesakitan.
Mereka kembali mengambil ancang-ancang, lalu meloncat untuk menendang si Mamang. Namun gagal. Justru mereka yang terlempar ke kiri dan ke kanan, karena Jimmy sudah menendang mereka terlebih dahulu.
Jimmy segera mendekat ke si mamang dan berusaha membantunya untuk bangkit berdiri.
“Tidak apa-apa, Mang?” tanya Jimmy dengan mata menjulingi gadis itu dan anak-anak buahnya.
Jimmy hanya berbasa-basi agar musuhnya tersebut merasa tidak puas dan kembali menyerangnya, karena ia sangat geram dengan serangan yang diterima si mamang.
“Hentikan!” titah sang gadis saat melihat anak buahnya hendak menyerang Jimmy. Ia segera mendekati pasangan tuan muda dan sopirnya yang masih berusaha berdiri dengan susah payah.
“Apa maumu?” tanya Jimmy dengan nada dalam dan tatapan berapi-api.
“Apa mauku?” Gadis itu tersenyum kecut. Ia hanya memelintir anak rambut cokelat panjangnya yang bergelombang itu sambil berjalan, berputar-putar mengelilingi Jimmy dan mamang sopirnya. Sebelah tangan lagi bersedekap santai. “Kau mau tahu apa mauku?”
Jimmy masih merangkul si mamang yang berdirinya sangat lunglai, pukulan anak buah gadis itu membuat si mamang kehilangan banyak tenaga. Perutnya terasa sakit.
“Katakan!” Suara Jimmy lebih tegas. “Apa maumu?”
Gadis itu membuka kacamata dan menatap dua laki-laki di hadapannya dengan sangat remeh.
“Kalau kau mengenal seorang Jessica, kau pasti tahu apa mauku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
My HOT Girlfriend
RomanceMENGANDUNG KONTEN DEWASA. Jimmy, pemuda tampan, maskulin, pintar, good boy dan anti berbuat salah, tetapi sangat cuek dengan perempuan selain mama dan adiknya. Ia menolak mengikuti jejak sukses kedua orang tua di luar negeri karena memiliki jalan ni...