Aku pernah bertemu sesorang, dia bercerita banyak hal hingga aku jatuh pada lantunan dongengnya. Bertanya-tanya kemana ia sekarang, namun hal itu tak kunjung mendapat jawaban.
Suara gemuruh mulai saling bersahutan, gemercik air yang turun mulai membising. Udara mendingin, embun tercipta. Secangkir kopi dengan creme brulee yang hampir habis teronggok begitu saja diatas meja, uap terus mengepul seiring dengan banyaknya embusan nafas yang ia keluarkan. Jemarinya sibuk mengetik aksara pada laptop merah jambu dihadapannya, sesekali beristirahat dan memijit pelipisnya memikirkan kata selanjutnya yang akan ia tuangkan. Matanya terpejam dengan pikiran yang melesat menembus ruang dan waktu, membuatnya harus membuka kembali kelopak matanya. Waktu pun berhenti.
“Pesanannya, nona.”
Ia menoleh kesamping, mendapati seorang pemuda dengan surai sewarna daun tengah memegang nampan yang berisi pesanannya. Senyuman lebar terpatri pada wajah pemuda itu, dengan terampil tangannya meletakkan sepotong pie apel keatas meja pengunjung tokonya.
“Terima kasih.” Gadis itu membalas senyumnya, menatap lapisan atas pie apel yang terpanggang sempurna.
“Tak kusangka kau benar-benar pergi mengunjungi kedai kue milikku.” Pemuda itu membuka obrolan yang diakhiri oleh kekehan kecil.
Gadis itu menutup buku dihadapannya dan tertawa ringan, “Aku bosan di onbororyou, Grim selalu menyuruhku untuk merapihkan dorm itu padahal dia sendiri yang menghancurkannya.”
Pemuda itu kembali membalasnya dengan kekehan, ia selalu tau tentang apa saja yang gadis itu keluhkan jika bertemu dengannya. Kalau bukan perkara kucing setan itu, pasti adik kelasnya-spade-atau yang satunya.
“Bagaimana dengan liburanmu?” ia kembali bertanya kepada gadis bernama (name), memposisikan diri duduk dihadapannya dengan nampan yang masih ia bawa.
Gadis itu memejamkan mata, menghirup aroma kopi yang menyeruak sebelum meminumnya perlahan. Asap tipis mengepul sempurna diatas gelas, menandakan kopi itu masih hangat untuk dinikmati. Ia tersenyum tipis saat lidahnya dimanjakan oleh cita rasa kopi yang begitu ketara. Tidak ada yang berbeda sejak pertama kali bertemu.
“Tidak baik, sangat membosankan.” Tangan (name) terulur untuk meletakkan kembali gelas tersebut diatas meja dan beralih untuk menikmati pie apel yang baru saja dihidangkan. “Ace dan Deuce pulang ke rumah mereka jadi tidak ada yang menemaniku, aku ingat waktu itu pernah membuat janji kalau aku ingin pergi ke toko kue milik Trey-senpai jadi aku pergi saja kesini secara diam-diam.”
Pemuda yang dipanggil Trey menaikkan sebelah alisnya berusaha mengingat tentang janji (name), “Oh ya? aku tidak ingat.”
(name) mendengus kesal menatap Trey tajam dengan mulut yang masih sibuk mengunyah pie yang ia pesan. Padahal iya ingat kalau kakak kelasnya lah yang menawarkan untuk berlibur ke toko kuenya, Trey tau kalau (name) akan sendirian di NRC karena tidak ada tempat untuk pulang. Mau pulang ke dunia asalnya pun bagaimana? Kepala sekolahnya belum menemukan caranya. Lagipula tersesatnya (name) didunia ini juga merupakan tanggung jawab Crowley-sensei jadi untuk sementara ia tinggal di salah satu dorm bekas disana.
“Ahahaha iya iya aku ingat,” Trey tertawa lebar melihat wajah masam (name) yang menurutnya sangat menarik, “sudahlah jangan marah begitu nanti kuberikan bonus pie apel untukmu.”
Dasar perut gentong, tentu saja mendengar hal itu ia langsung tersenyum cerah kepada kakak kelasnya yang satu ini. Memang kue bikinannya sangat enak, apalagi sang ketua asramanya seringkali meminta Trey untuk membuatkan tart seperti ini. Bukankah itu bukti bahwa masakannya sudah tervalidasi?
“Akan kutunggu kuenya setelah liburan berakhir.” (name) melahap kembali potongan pie apelnya setelah berkata demikian.
Trey hanya terkekeh kembali setelah beberapa detik terdiam memperhatikan gadis dihadapannya yang menurutnya terlihat menggemaskan. Iya, pria berkacamata dengan marga Clover telah jatuh cinta pada seorang (name). Ia sangat ingat kala gadis itu membantunya untuk membeli bahan-bahan membuat kue kala unbirthday party diadakan secara mendadak. Walau gadis itu tidak pandai memasak sepertinya, namun ia terlihat menikmati waktunya menolong dirinya kala itu.
“(y/n)...” ia menghela nafas memanggil asma gadis berhelai (h/c), “tolong tunggu aku setelah kelulusan.”
(y/n) tidak mengerti dengan pembicaraan secara tiba-tiba ini, mengapa Trey memintanya untuk menunggu dirinya? Bukankah mereka sedang bersama saat ini? Jadi apa yang harus ditunggu?
Hujaman air semakin deras meninggalkan aroma petrikor yang keluar dari dalam tanah, alunan piano dari speaker sihir toko kue melantun sempurna menambah kesan melankolia. Sepuluh detik berlalu, hanya ada diam diantara mereka dan Trey yang terus menatap (y/n) dengan wajah serius.
“Maksud senpai?” (y/n) merasakan kegugupan yang menjalar pada tubuhnya. Bagaimana tidak? Disuruh menunggu dengan tatapan mata yang dilayangkan selama sepuluh detik, apa tidak berpikiran macam-macam?
Trey menghela nafas pelan, bibirnya ditarik keatas membuat sebuah senyuman sebelum akhirnya menjelaskan. “Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu.” Dipotongnya ucapan itu dengan wajah yang sangat serius.
“Lalu? Katakan saja.” Diletakkannya piring kecil sisa remahan pie diatas meja kemudian menyesap kopi yang masih tersisa.
“Aku tidak bisa mengatakannya sekarang,” manik keemasan laki-laki itu mengalihkan pandangannya pada jendela berisi guyuran hujan. “jadi tolong tunggu aku.” Apa boleh buat (y/n) hanya perlu menunggu Trey siap mengatakan sesuatu yang dimaksud, tidak baik juga memaksakan kehendak orang bukan?
(y/n) meangguk dan tersenyum kecil kearah Trey yang masih terpaku dengan hujan diluar sana. “Baiklah aku akan menunggumu, berjanjilah untuk mengatakan hal ini diwaktu tepat yang kau maksud.”
Trey menoleh kembali menatap (y/n) dengan sedikit tak percaya. Bagaimana bisa gadis itu langsung memutuskan untuk menunggu sedangkan ia tidak tau kapan ia akan kembali pada dunia asalnya, mungkin jika takdir tengah tak berpihak padanya (y/n) akan dibawa pulang menemui dunia sebenarnya.
Trey kembali dengan senyuman kecil dengan tangannya yang mengelus pucuk kepala gadis itu seraya berkata “Iya, aku berjanji.”
Dan benar saja, gemuruh juga hujan memang sudah berhenti sejak tadi, namun takdir pun turut mengikutinya. Sangat kejam hingga gadis itu dihantui rasa penasaran selama empat tahun lamanya. Jarak yang terpaut sangat jauh juga dimensi yang tidak memihaknya untuk bertemu, membuatnya mengeluarkan semua yang dirasa dalam bentuk tulisan pada layar tegak pipih dihadapannya. Sebuah kebiasaan baru setelah empat tahun berlalu.
Diliriknya kaca jendela samping kiri, posisi yang sama seperti empat tahun yang lalu membuatnya merindukan sosok berkecamata itu. Sedang apa dia? Bagaimana kelulusannya? Apa dia masih membuat kue yang sama untuk sahabatnya? Apa ia masih mengurus toko kue itu? Dan, apa ia masih mengingatnya?
Rentetan pertanyaan lolos begitu saja saat deret tulisan itu telah membentuk paragraf sempurna sebuah cerita. Setelah dirasa cukup untuk menenangkan pikirannya ia bergegas untuk merapihkan barang-barangnya dimeja pendek berpoles tinta coklat dan berjalan menuju kasir.
“Ku harap kau tidak melupakan pie apel mu.”
Gadis itu terkejut saat telinganya merungu suara lama yang ia kenali, dengan refleks kepalanya ia tolehkan kebelakang dan mendapati seorang pria tinggi dengan rambut dan kacamata yang setia bertengger pada pangkal hidungnya. Seakan-akan gemuruh fana telah menyambar jantungnya kala itu. Maniknya membola sempurna kala menangkap sosok yang tidak asing terlihat.
(y/n) menutup mulutnya tak percaya dengan sosok dihapannya, terasa sentuhan hangat tangannya dipipi sungguh ini bukan mimpi. “Trey-senpai....”
“Ya ini aku.” Jawabnya dengan senyuman yang masih sama.
Dengan pelan ia berjalan mendekati kakak kelasnya untuk memastikan lagi kalau ini bukan ilusinya, sesering itukah ia memikirkan pria berkacamata itu hingga berilusi seperti ini? (y/n) menggelengkan kepala tidak percaya membuat Trey langsung menarik gadis itu untuk mendekat dan memeluknya.
Ia masih saja tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya. Namun sungguh pelukan dan rengkuhan ini terasa nyata tak lagi fana.
“Masih tidak percaya dengan keberadaanku di duniamu?” ribuan neuron pada otak (y/n) masih memproses hal yang baru saja terjadi, namun Trey langsung mendekatkan wajahnya tepat pada telinga (y/n) dan berkata “Apa perlu aku perjelas janji ku empat tahun lalu hanya karena aku mencintaimu?” dengan berbisik.
Mugkin memang takdir yang tengah bermain-main dengan ku.
-fin-

KAMU SEDANG MEMBACA
Summer [Twisted wonderland] || Heartslabyul
FanfictionIni hanya tentang sebait kisah, yang pernah kualami bersama mereka. ©Disney and Aniplex