Bertemu Lagi

6.3K 445 59
                                    

Cerita ini cerita pertama tentang poligami  yang saya tulis. Dalam cerita ini ada beragam profesi yang dilakoni si tokoh utama. Mohon maaf sebelumnya, di sini saya tidak sedang mendiskreditkan sebuah profesi dan tempat hiburan. Bagaimanapun, semua profesi yang tidak melanggar hukum adalah profesi yang baik. Yang membuatnya tidak baik adalah pribadi yang menjalani profesi tersebut dengan menyimpang. Perkara tempat karaoke, tidak semua tempat karaoke seperti yang saya gambarkan dalam cerita ini. Saya hanya memilih menggambarkan dari sisi gelap  tempat hiburan tersebut.  Cerita ini bisa dibaca juga di Karyakarsa dan Goodnovel.
***

Blurb:

Disti sudah berjuang sekuat tenaga untuk membesarkan putra kecilnya seorang diri. Namun, ketika hidup menghimpit tanpa ampun, ia terpaksa menerima pilihan terakhir yang tersedia: menikah dengan Yasa, kakak mendiang suaminya, demi menutupi aib keluarga.

Yang tak pernah Disti duga, istri pertama Yasa justru menyambutnya dengan hangat, tanpa rasa cemburu, tanpa kebencian, dan hanya kebaikan yang membuat Disti merasa semakin terjebak dalam dilema. Bagaimana mungkin ia bisa beradaptasi dalam pernikahan poligami ini, ketika kebaikan istri pertama malah membuatnya merasa semakin tak layak berada di sana?

Di antara perasaan bersalah, simpati yang tumbuh menjadi sesuatu yang lebih, dan tekanan dari keluarga, Disti harus menentukan jalan hidupnya. Sampai kapan ia bisa bertahan dalam ikatan yang dipenuhi kebaikan yang justru menjadi beban? Dan apa yang akan terjadi ketika perasaan-perasaan terpendam mulai tak bisa disembunyikan lagi?

======

Beberapa Bulan yang Lalu

"Bunda!"

Senyum manis langsung menghiasi wajah lelah Disti saat mendengar panggilan itu. Ia segera turun dari sepeda motor, membuka helm, dan meletakkannya di atas jok. Tanpa menunggu lama, Disti melangkah cepat menuju Arjuna, putra semata wayangnya, yang berdiri di teras sambil melambai-lambaikan tangan. Meski masih mengenakan seragam kerja, Disti langsung merengkuh Arjuna ke dalam pelukan dan mengecup pipi anak itu dengan lembut.

"Bunda kok tumben pulangnya malam banget?" tanya Arjuna, bocah empat tahun itu, dengan suara polos.

"Bunda kan lembur, sayang," jawab Disti, memeluknya erat sejenak. "Juna kangen ya, sama Bunda?"

"Iya, Juna kangen banget sama Bunda," jawabnya manja, membuat Disti tersenyum sambil mengusap punggung kecilnya.

Namun, senyum di wajah Disti perlahan memudar. Di dalam hatinya, ada perasaan pedih yang tak terkatakan. Malam ini, ia harus berbohong pada putranya. Kenyataannya, Disti tidak lembur. Ia baru saja pulang dari aksi menuntut hak sebagai buruh pabrik setelah mengalami pemecatan sepihak. Dua tahun bekerja sebagai penjahit di sebuah pabrik garmen tak cukup membuat Disti "aman" dari PHK. Pabrik itu tengah mengalami kesulitan finansial dan Disti adalah salah satu dari sekian banyak pekerja yang harus merelakan pekerjaannya.

"Ti, belum mandi kok sudah peluk-peluk Juna? Mandi dulu sana!" tegur suara dari ambang pintu. Sari, ibunya, berdiri di sana dengan sorot mata penuh perhatian.

Disti tersenyum kecil, lalu mengurai pelukannya dari Arjuna, dan me. "Iya, Bu."

Ia mengusap kepala Arjuna sebelum melangkah masuk ke dalam rumah. Di kamar kecil berukuran tiga kali tiga meter itu, Disti duduk di tepi kasur tanpa ranjang yang terhampar di atas karpet plastik bercorak catur. Ia memandang seragam kerjanya sejenak, enggan melepaskan. Bayangan almarhum suaminya, Varen, melintas di benaknya dan membuat matanya berkaca-kaca. Menjadi orang tua tunggal di usia 25 tahun tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Lima tahun lalu, ia menikah dengan Varen meski tanpa restu keluarga suaminya. Varen bahkan diusir dari rumah demi mempertahankan hubungan mereka. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Kecelakaan tragis merenggut nyawa Varen, tepat di hari ulang tahun kedua Arjuna.

Segetir RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang