Dear R

25 3 2
                                    

***~~***

(Happy Reading)

"Gue enggak akan terima Rian sampai lo kagak jomblowati lagi!"

"Cuma Rian yang ngertiin wanita seperti lo, pertahankan dia!"

"Gue ragu apa mungkin dia mau sama wanita penghalu seperti gue?"

"Gue butuh jawaban lo kali ini"

"Ada kalanya lelaki lelah menunggu jawaban yang tak kunjung pasti"

"Menunggu itu ada dua pilihan, berbuahkan hasil penantian atau menumbuhkan rasa sesak di dada"

"Kalau menunggumu menyenangkan itulah cinta yang sesungguhnya"


"Ngelamun lagi?"

Aku tersadar dan mengerjapkan mata dengan melihat seseorang yang barusan datang dan telah duduk di hadapanku.

"Kangen banget ya?"

Aku yang sedang berpura-pura minum jus semangka perlahan menunduk dan mengangguk. Aku ingin menangis, rasanya menahan rindu itu berat sekali.

Seseorang itu mendekat dan di usapnya rambut panjang yang di sukai ya itu.

"Maafin aku."

Mendengar ucapan maaf itu, aku berusaha menatap mata seseorang ini, mata yang teduh, yang menjadi keluh kesah kisah sepanjang perjalanan tanpa hadirnya sosok sahabat yang menemani selama ini.

"Kamu enggak salah, Deo berhak menentukan masa depannya sendiri."

Ya. Inilah aku sekarang tanpa Deo sahabatku itu.

Aku berada di kota dan negara yang sama seperti masa remaja kemarin, aku dan Rian bersama melalui kisah baru ini.

"Pada akhirnya juga semua akan kembali sendiri tanpa seorang sahabat." Sambungku lagi

Rian mendekap aku ke dalam pelukannya, kembali di usapnya kepalaku dengan lembut. Sesekali aku merasakan dia mencium aroma rambut yang tadi pagi aku sudah keramas. Untungnya.

"Kamu masih suka mual mata kuliah Dosen Cahyono?" Tanya Rian dengan memainkan jemari tanganku

Aku mengangguk "Masih"

Oh iya, aku dan Rian sekarang menjadi mahasiswa di salah satu kampus terkenal di Jakarta. Kita mengambil jurusan yang sama (Kedokteran) tetapi beda kelas.

Yang di tanyakan Rian tadi, aku memang sering mual setiap ada praktek bedah dengan Pak Cahyono.

Tidak jarang Rian yang terkadang kelas nya bergabung dengan kelasku saat praktek bedah ikut membantu ketika aku mual. Ah menyulitkan sekali.

Aku tidak menyangka bahwa mental yang aku miliki begitu kuat untuk memilih Kedokteran sebagai fakultas di universitas yang aku jalani ini.

"Pacarku kuat!"

Sudah beribu kali aku mendengar dua kata itu terucap dari mulut seorang Rian. Itu berupa semangat atau hal lain?

Oh maaf, bukan maksudku tentang yang lain. Semua yang terucap dari perkataan bukankah ada makna nya tersendiri? Aku terkadang tidak berguna menjadi seorang pacar. Bisaku hanya menangis ketika di marahi Dosen setiap praktik, sehingga Rian lah yang rela dan siaga menenangkan ku.

Terkadang aku merasa. Apa mungkin Rian tidak bosan aku seperti ini terus?

Btw, kalian mau tau di kampus ini juga ada Nata dan Aldi. Beruntung nya aku ketika tau jurusan yang mereka ambil berbeda dengan aku dan Rian. Aku senang. Ya pasti!

Enggak akan ada penganggu ketika aku sedang ingin bersama dengan Rian pacarku.

*****

Hallo Gengs!

Ini baru awal belum prolog, kemungkinan aku menyelesaikan "Perfect Love" dulu ya. Karena dari sana kalian akan paham alur cerita ini, siapa Deo itu? Kenapa mereka berpisah? Atau bahkan pemain di dalam cerita ini yang kalian belum ketahui bisa kalian ketahui lewat ceritaku yang berjudul "Perfect Love"

Dengan cinta Yasashi❤️

Dear RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang