[1]

27 0 0
                                    

Rana mengendap-endap tanpa suara. Tangan kanannya menjinjing sepatu. Satu tali tas nya terlampir di bahu kirinya.

Oke berhasil.

Rana berhasil keluar dari rumahnya.

Kini tantangan terbarunya harus menghidupkan motor diam-diam. Tanpa diketahui Satria—

"RANA! HEH MAU NGAPAIN LO?!"

—Abangnya.

Rana menghela napas kesal dan memutar kedua bole matanya sebal.

Kerah belakang seragam Rana ditarik membuat tubuhnya ikut tertarik.

"Bang! Sakit, ih! Lepas!"

"Gak. Gak ada lepas-lepas. Lo tuh longgar dikit langsung kabur."

Lagi-lagi Rana memutar bola matanya malas.

"Please, Bang."

"Gak."

"Tapi, Bang—"

"Gak."

"Bang–"

"Enggak."

"BANGSAT!"

"HEH!"

"Apa?! Gue mau ngomong Bang Satria. Lo nya aja maen potong omongan orang. hu!"

"Ha ha. Lucu lo kayak pasar malem."

"Apaan sih. Pasar malem aja kagak ada lucu-lucunya."

"Ya makanya itu."

Rana menghela napasnya kasar.

"Emang kenapa sih gak boleh? Gue udah gede kali," ucap Rana sambil melepas paksa tangan Satria dari kerahnya.

"Gede apaan. Badan aja masih kayak triplek."

"GEDE UMURNYA BUKAN TETENYA!" Rana teriak di depan kuping Satria.

Gadis itu sudah kepalang kesal. Tak sekali dua kali Satria mengatainya tepos. Entah secara langsung ataupun tidak.

Sedangkan Satria terbahak puas.

"Ya, Bang, ya? Sehari ini doang elah. Besok gue dianter lo deh."

Satria akhirnya menghela napasnya pasrah.

"Yaudah, iya. Tapi awas aja sampe lo atau motornya kenapa-napa."

"YES! SIAP BOS!"

Rana bersorak senang sambil mengayunkan tangannya dari atas ke bawah.

Ya, sedari tadi Rana berusaha untuk berangkat sendiri ke Sekolah dengan motor barunya. Beberapa hari yang lalu, David, sang Papa, memang membelikan transportasi roda dua itu untuk putri semata wayangnya.

Tapi David bilang Rana boleh memakai itu ke Sekolah saat sudah memiliki SIM. Yang berarti itu masih lama.

Rana mana tahan menunggu saat-saat itu. Jiwa bar-barnya sudah meronta-ronta.

Karena itulah tadi pagi Rana memutuskan untuk memakai motornya secara diam-diam. Jelas David dan Leta sedang tidak berada di rumah. Mereka sedang dinas ke kota lain. Namun aksinya terpaksa batal karena ketahuan oleh Satria.

Walau covernya galak dan suka ngomel, Satria sangat tidak tegaan kepada Rana. Apalagi kalau Rana sudah menangis. Yang ada dia yang pusing.

Makanya tadi dengan segenap kekuatan Rana, ia berhasil membujuk Satria untuk mengizinkannya pergi ke Sekolah dengan motornya itu.

Sepanjang jalan Rana tak henti-hentinya tersenyum. Gadis yang biasanya akan memasang wajah judes itu kini menarik lebar bibirnya tanpa jeda.

Sempat beberapa kali hampir oleng dan menabrak, tapi Rana masih selamat sampai sekarang.

Atau tidak.

Karena saat ia baru saja memasuki parkiran Sekolahnya yang sudah lumayan sepi, ia terjatuh.

Motornya limbung ke kanan akibat tak seimbang dan alhasil Rana ikut terjatuh.

Hening.

Tidak ada siapa-siapa disini.

Rana ingin menangis karena malu dengan dirinya sendiri. Suasana justru menjadi canggung karena ia terjatuh tanpa diketahui atau dilihat orang-orang.

Kebetulan Rana memang cewek cengeng, berakhirlah ia dengan menangis, seperti anak kecil. Tanpa bergerak sedikitpun dari posisinya.

Sampai akhirnya Rana yang masih menunduk dengan tangan yang terus mengusap kasar air matanya itu menangkap bayangan seseorang tepat di depannya.

Rana berhenti menangis. Lalu mendongak.

Menatap cowok yang juga menatapnya datar.

Satu tangan dimasukkan ke dalam kantong celana. Tangan lainnya memegang sebelah tali tas yang terlampir di bahu. Rambut badai. Dan tinggi yang semampai.

"BANG SATRIA, RANA JATOH DI DEPAN COWOK GANTENG. MALUUUU!" batin Rana berteriak dalam hati.

Ini hari pertama dan Rana sudah memalukan dirinya sendiri.

Rasanya Rana ingin buat tiktok pakai sound "Ini benar-benar memalukan. Aku benar-benar malu."

Atau ia langsung menyebur ke dasar Samudera Pasifik saja? Ah, Rana memang bodoh. Disaat-saat seperti ini ia justru memikirkan hal tidak penting.

Setelah sekian lama hanya saling menatap, akhirnya Rana bersuara, "Lo ngapain liatin gue? Bantuin apa."

Dengan terpaksa—terlihat dari raut wajahnya—si cowok ganteng itu akhirnya membantu Rana berdiri. Dan membawa Rana ke UKS tanpa berbicara sepatah katapun.

Rana pikir dia tidak terluka. Ternyata lutut dan sikunya berdarah. Untungnya si motor aman. Karena tamat riwayat Rana jika motornya itu sampai lecet sedikit saja.

Satria pasti langsung akan curiga dan mengomel lalu membocorkan masalah ini ke David. Kemudian Rana tidak akan diperbolehkan lagi memakai motor kemanapun dan--

"Udah selesai."

"Hah?" Rana tersadar dari lamunannya.

Cowok itu hanya diam menatap Rana datar, seperti tadi. Sambil kembali meletakkan kapas dan betadine di lemari UKS.

Karena canggung dan sedikit gugup. Rana pun bersuara duluan, lagi.

"O-oh, iya. Thanks ya, um.." ucap Rana menggantung, sebab ia tidak mengetahui nama cowok yang membantunya itu.

"Saga." Potong Saga menghadap Rana.

Rana bisa melihat nama cowok itu di bagian dada kanannya. Saga Stefanno Dirgantara.

"O-oh, thanks, Saga." ucap Rana mengangguk sedikit terbata-bata

"Ya. Sama-sama."

Lalu Saga kembali menyampirkan sebelah tali tasnya di bahu kanannya dan memasukkan tangan kirinya ke dalam kantong celana. Seperti tadi. Meninggalkan Rana sendirian di dalam UKS.

Seperginya Saga, Rana kembali menatap luka-lukanya. Lalu tersenyum.

"Thanks juga ya, luka."

Dan, ya, hal memalukan tadi menjadi awal kisah bertemunya Rana dan Saga. []

putih abu-abuWhere stories live. Discover now