Rima pov
BERUNTUNG. Yah,mungkin itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan diriku. Aku beruntung. Well, aku memang bukan putri raja yang berasal dari sebuah keluarga kaya raya.Tapi paling tidak, aku masih hampir selalu bisa mendapatkan apa yang kuinginkan.
Keluargaku pun bukanlah sebuah keluarga sempurna yang tidak pernah ada perkara di dalamnya. Kadar konflik dalam keluargaku biasanya hanya sebatas Mama yang selalu meneriakiku untuk meletakkan barang-barang sesuai dengan tempatnya. Overall, keluargaku masih bisa diklasifikasikan sebagai keluarga yang harmonis. Paling tidak,setiap anggota keluarga masih bisa saling bertemu,bertukar cerita,makan bersama dan kadang juga hang out bareng dikala weekend.
Jika dilihat dari prestasi akademis, bisa dibilang aku ini nggak pintar-pintar amat, kok. Tapi aku cukup pintar untuk bisa masuk di kelas unggulan. Dikelas unggulan ini, aku memang hanya berada di urutan kelima belas. Tak cukup untuk bisa dibilang sebagai sesuatu yang membanggakan. Tapi kalau di kelas lain, ternyata nilaiku sudah bisa diketegorikan sebagai rangking satu.
Dalam lingkup bermasyarakat,aku juga biasa-biasa saja, tak pernah terlihat begitu menonjol. Tapi paling tidak,aku sering ikut ambil bagian dalam berbagai acara. Itulah yang membuat aku cukup dikenal. Aku merasa cukup bahagia karena punya banyak teman yang baik dan peduli padaku. At least, jika suatu saat aku butuh seseorang untuk berbagi, aku tau kemana aku harus pergi. Ya, teman-temanku.
Aku tidak cantik. Aku biasa-biasa saja. Aku juga tidak modis. Aku bukanlah seorang korban mode yang selalu ganti gaya mengikuti tren-tren masa kini. Aku juga tidak pernah koleksi a must have item seperti yang selalu dikutip oleh majalah-majalah fashion khas anak muda saat ini. No! Aku beli majalah bukan hanya untuk melihat kolom fashion-nya, tapi lebih karena aku nggak mau ketinggalan berita yang sedang in. Aku nggak mau aja dibilang sebagai anak kudet yang nggak tau perkembangan zaman.
Sekali lagi, aku berparas dan berpakaian biasa-biasa saja, namun aku merasa beruntung karena aku memiliki pacar yang sangat tampan. Yah, untuk ukuran cewek biasa-biasa saja dengan gaya yang serba apa adanya, bisa dikatakan aku ini sangat beruntung bisa mendapat cowok sekeren Ulin.
Pokoknya,Ulin adalah tipe cowok idaman setiap ciwi-ciwi,deh!! Dia baik,perhatian,penyayang,setia,pintar,tajir,dan yang pasti ganteng tingat langit. Coba angkat tangan, siapa yang nggak mau punya pacar kayak gitu? Aku yakin,nggak ada satu pun cewek yang nggak mau angkat tangan.●●●●●●●
"Rim! Rima!!!" Aku langsung menoleh ketika mendengar teriakan yang heboh meneriakkan namaku. Kulihat Dita, sahabatku, berlari-lari menghampiriku."Gila! Masak hari ini aku harus ngerjain semua tugas yang di kasih Pak Akbar?! Liat deh, Kimia,Matematika,sama Fisika." Gerutunya.
Aku dan Dita berbeda kelas. Jadi tugas kami pun berbeda. Karena kelas kami berbeda, maka kami hanya bisa bertemu di saat-saat tertentu, seperti saat sebelum bel masuk, istirahat, dan pulang sekolah. Kami memang sudah akrab sejak kelas satu SMA. Waktu itu kami berdua satu kelas. Namun hingga saat ini kami sudah duduk di kelas tiga, kami tidak pernah satu kelas lagi.
"Yaudah, nikmatin aja." Ujarku bercanda.
Yah,sesungguhnya aku tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Dita adalah seorang aktivis di karang taruna. Hampir setiap malam ia selalu mengikuti pertemuan. Entah rapat untuk mempersiapkan sebuah event, ataupun hanya kumpul-kumpul. Apalagi menjelang hari kemerdekaan bangsa seperti ini, dia pasti sibuk. Nah, jika sebuah perbincangan sudah di mulai dengan keluhannya akan tugas-tugas sekolah, aku sudah bisa menebak, kemana perbincangan ini akan berujung.
"Tolong bantuin aku ya, Rim?"ujar Dita merajuk sambil menggelayuti lenganku.
Hmm...persis seperti yang kupikirkan. Dia akan memintaku untuk membantunya mengerjakan tugas-tugas hang di kasih Pak Akbar tadi.
"Kebiasaan deh,kamu! Aku juga lagi banyak tugas nih!" Jawabku sok sibuk.
Sebenarnya sih,tidak. Aku hanya nggak mau aja Dita terus-menerus seperti ini. Aku takut dia jadi ketergantungan dan akhirnya jadi menggampangkan semuanya. Lagipula, sekali-dua kali ngerjain tugasnya sih nggak apa-apa. Aku ngerti banget kalo Dita memang lebih sering terlihat lebih mirip setrikaan di bandingkan pelajar. Repot banget! Kadang sampe nggak tega lita matanya berkantung dan jadi mirip mayat hidup yang nyasar ke sekolah tiap kali sedang sibuk mempersiapkan sebuah event . Tapi, biar bagaimanapun, kalo diminta ngerjain tugasnya tiap hari, bisa-bisa aku jadi sama kusutnya kayak Dita. Tugas sendiri aja udah nyaingin tinggi Gunung Himalaya.
"Yah terus gimana, nih?please, Rim...cuma kamu yang bisa bantuin aku,"ucapnya lagi sambil memamerkan muka melas yang bisa dibilang memelasnya kayak anak jalanan.
Sebenarnya aku kasihan juga. Tapi aku tau, ini bukanlah sebuah tindakan yang bisa dibenarkan. Aku tidak mau membodohi temanku sendiri. Jika aku terus membantunya, maka itu sama saja dengan membodohinya, kan? Lagipula ada alasan lain mengapa aku tidak bisa membantunya saat ini. Ini tanggal 15 Juli. Artinya, hubunganku dan Ulin tepat berjalan satu tahun.
What a blessing day! Aku selalu bersyukur pada Allah atas apa yang telah Dia berikan untukku. Segalanya. Selama ini, aku selalu menjalani kehidupan dengan mulus, tanpa ada hambatan yang begitu berarti. Aku selalu berfikir bahwa Allah sangat sayang padaku.
Karena hari ini adalah hari anniversary aku dan Ulin, rencananya kami akan dinner di sebuah resto untuk merayakannya. Jadi, nggak mungkin kan aku mengerjakan tugas-tugas Dita malam ini?
Tapi aku juga tidak mau jika harus mengatakan hal yang sebenarnya pada Dita. Dari dulu aku selalu berfikir bahwa urusan pacaran tidak perlu di umbar pada teman. So, mereka nggak perlu tau acara malam Minggu kita sama doi. Lagipula, aku yakin, nggak semua orang segitu keponya sama hidup kita. Apalagi kalo temen kita itu jomblo. Mana enak sih, cerita hal-hal seperti itu sama mereka? Ntar malah disangka pamer, lagi.
Nggak keren banget kalo aku harus bilang bahwa malam ini aku dan Ulin akan dinner untuk merayakan hari jadi kami. Aku berharap Dita tau sendiri bahwa hari ini jadwalku udah nggak bisa di ganggu gugat. "Aku nggak bisa Dit," jawabku akhirnya "Aku juga lagi banyak tugas. Emang kapan dikumpulinnya?"
"Besok!" Jawab Dita dengan nada tujuh oktaf. "Dan kamu tau kan, kalo Pak Akbar itu galaknya ngalahin singa sakit gigi? " lanjutnya sambil terkekeh.
Pak Akbar emang terkenal sebagai salah satu guru yang sangat galak. Saking galaknya, dengan sukses dia berhasil mendapatkan berbagai macam gelar 'kehormatan' dari murid-muridnya. Mulai dari gelar umum seperti, "Guru Killer", "si Raja Hutan", "Auman Macan," sampe yang agak bikin kuping panas seperti "Kembaran Kakek Cangkul."
Sebenarnya dia adalah guru Fisika, tapi karena guru Matematika sedang ada teachers' treaning di Jawa dan guru Kimia sedang ada acara keluarga, Pak Akbar sebagai guru piket hari ini, menggantikan kedua guru tersebut untuk mengajar.
Karena mood Pak Akbar sedang luar biasa 'baik' hari ini, beliau jadi sangat pemurah dalam memberikan tugas untuk murid-muridnya tersayang. Alhasil, Dita dan beberapa murid lain yang juga sama apesnya, berhasil mendapatkan oleh-oleh berupa segunung PR.
"Untung Pak Akbar nggak ada jadwal substitute di kelas ku," ujarku sambil menarik napas lega, yang diikuti oleh pandangan penuh iri hati dari Dita. Aku nyengir,berusaha mengabaikan muka cemberut di sebelahku. Tapi walaupun senyum indah sedang terpancar di wajahku, otakku sibuk berfikir. Aku menimbang-nimbang bagaimana cara yang tepat untuk menolak permintaan Dita kali ini.
Disaat aku sudah mulai kehabisan ide untuk menolak permintaan Dita, tepat pada saat itu, ponselku berbunyi.
"Ulin!" Pekikku
"Nanti kita jadi dinner , kan?" Terdengar suara Ulin di ujung telepon.
"Oh, nanti malam? Jadi, dong!" Aku sengaja mengatakannya sedikit keras. Tujuannya jelas, agar Dita bisa mendengar bahwa aku sudah memiliki janji terlebih dahulu.
"Oke kalau gitu. Nanti aku jemput jam enam, ya?" Ujar Ulin.
"Oke," jawabku.
Sambungan terputus.
"Oh, kamu udah ada janji sama Ulin, ya? Hiks... terus aku gimana?" Dita yang sedari tadi menguping pembicaraanku langsung pura-pura menangis untuk menarik simpati. Aku tau betul triknya.
"Maaf ya Dita, tapi aku udah janji sama Ulin dari jauh-jauh hari."
"Kok tumben jalan-jalan? Kan besok hari sekolah? Malem-malem lagi, perginya." Kening Dita berkerut. Itu tandanya dia sedang berfikir. Baguslah... semoga dia tau sendiri jawabannya. Aku hanya tersenyum manis sebagai jawaban.
●●●●●●●Sesampainya di rumah, aku langsung memilih baju yang akan kupakai untuk acara nanti malam. Sebenarnya sih aku agak kurang setuju dengan usul Ulin yang ingin mengajakku dinner di sebuah resto. Menurutku, itu agak berlebihan. Aku lebih memilih untuk dinner di kafe yang sudah sering kami kunjungi. Selain sudah familiar dengan suasana dan makanannya, aku juga nggak perlu sibuk-sibuk mencari dress seperti saat ini. "Hufft..." aku pusing sendiri. Aku tak hobi memakai dress. Kondangan saja aku malas, apalagi kalau harus memakai dress untuk acara semacam ini.
Yah, tapi mau gimana lagi? Ulin ngotot banget supaya kita makan malam di tempat yang spesial. Dia bilang, momen seperti ini patut dirayakan dengan lebih romantis. Okay, aku setuju dengan poin itu. Siapa sih yang nggak senang punya pacar ganteng, baik hati, tajir, perhatian, romantis pula?! What a perfect boyfriend, isn't he? Well, aku harus lebih banyak bersyukur pada Allah.
Tapi bagaimanapun, usianya sudah jauh lebih tua dibandingkan aku. Jadi, aku pikir dia akan menyikapi hal ini dengan lebih normal. Saat ini, Ulin tercatat sebagai seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran di sebuah unversitas negri ternama. Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya di universitas tersebut. Akhir-akhir ini diasedang giat-giatnya menimbang tempat atau daerah mana yang akan dituju untuk koasistenya kelak. Kemungkinan aku bakal LDR-an sama dia. Poinnya adalah, dia lebih tua lima tahun dibanding aku dan aku berharap dia sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini. Tapi nyatanya, permintaannya nggak kalah norak di banding anak SMP.
Kembali ke masalah dress . Akhirnya kupikir, aku akan pakai dress yang simple saja. Aku kembali memfokuskan pikiranku pada dress. Cukup Dress berwarna biru, warna favoritku, sebatas lutut dengan potongan yang cukup simple, dipadu high heels biru tua. Perfect! Setidaknya sempurna dalam standartku, yang mana tingkatnya sangatlah minimal.
Aku melihat jam dinding. Sekarang baru jam tiga. Acaranya masih tiga jam lagi. Aku bisa santai-santai dulu. Aku mengeluarkan buku diary-ku. Memang kuno sekali kedengarannya. Aku nggak peduli kalau teman-temanku mengejakku karena kebiasaanku menulis diary. Aku pernah membaca sebuah artikel, bahwa menulis sebenarnya punya banyak manfaat. Jika mau dibandingkan, ternyata manfaat menulis tidak kalah baiknya dengan olah raga lainnya. Aku sendiri memang merasakan efeknya. Setiap kali aku merasakan emosi yang cukup kuat, aku membutuhkan sebuah media sebagai tempat untuk meluapkan emosiku. Dan media paling tepat untuk dipergunakan oleh orang yang mengklasifikasikan bahwa berjalan lima menit sama dengan berolahraga, ya diary ini. Setiap kali aku selesai menuliskan keluh kesahku ataupun hal lainnya, aku selalu merasa lebih tenang.
Seperti biasa, aku menuliskan hariku di sekolah hari ini. Tak lupa, aku juga menuliskan cerita cintaku dengan Ulin. Aku berfikir bahwa apa yang aku lakukan sekarang seperti orang tua yang sedang kegirangan karena bayi mereka sudah bertambah usia. Menggelikan. Tapi biar bagaimanapun, hal ini tetap terasa sangat manis untukku.
Bagaimana tidak? Ulin adalah pacar pertamaku. Betapa bahagianya aku, karena hubunganku bisa bertahan di usia satu tahun. Usia yang memang nggak bisa dibilang panjang. Tapi di sisi lain, pencapaian kami berdua pun nggak bisa di pandang sebelah mata.
Bukannya mau membanding-bandingkan ataupun merasa lebih hebat dari teman-temanku yang lain, tapi nyatanya, kisah cinta teman-teman seusiaku kebanyakan hanya bertahan dalam hitungan bulan. Bisa tembus tiga bulan saja sudah bagus.●
●
●
●
●
Gimana kelanjutan cerita Rima dan Ulin? Apakah dinner mereka akan lancar, selancar air mengalir? Lalu apa yang akan terjadi setelah mereka dinner pada malam itu?.
GILAA! masii part 1 gw ngetiknya udah 1900 kataBtw cerita part 1 ini gimana? Terlalu panjang kah?, minta saran ya gais🙏
Oh ya, menurut kalian di cerita ini butuh cast nggak??coment ya gais🙏
Btw sorry kalo banyak yang typo🙏Tunggu aja kelanjutan partnya ya gais:), tinggalkan jejak kalian dengan cara vote and coment,
SEKIAN DAN TERIMAHKASII🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga ujung waktu
Short StoryKita tak akan pernah tau apa yang kita miliki, sebelum kita benar-benar kehilangan.Ketika sesuatu terjadi pada Ulin,kekasih paling sempurna di dunia,Rima merasa dirinya hancur. Ia menenangkan diri ke Pulau Dewata, tempat ia pertama kali bertemu deng...