Prolog

26 7 1
                                    

Lea baru saja sampai di Bend Municipal Airport. Perjalanan pesawat selama delapan jam lebih membuat membuat badannya sedikit pegal. Walaupun duduk di bangku first-class, tetap saja berdiam diri tanpa melakukan aktivitas sangat tidak nyaman baginya. Belum lagi penerbangan sempat melakukan transit di San Francisco selama hampir dua jam. Benar-benar perjalanan yang melelahkan. Tapi, bukan masalah besar bagi gadis itu mengingat tujuannya hingga sampai di sini.

Setelah mengambil tasnya, Lea berjalan menuju ke arah pintu keluar sembari melihat ponselnya. Banyak notifikasi yang masuk selama dia dalam perjalanan. Beberapa di antaranya merupakan pesan dari teman-temannya. Mengesampingkan membalas pesan dari temannya, Lea menggulir layar pipih itu mencari sebuah pesan dari seorang pria yang mungkin saat ini tengah menunggunya. Tanpa menunggu lama, Lea menekan tombol panggil ketika menemukan kontak pria tersebut. Sembari berbicara melalui telepon, Lea berjalan dengan membawa tas besarnya dan berbelok ke arah kiri dari pintu keluar.

"Pardon me. Nona Leanne Grace?" tanya seorang pria ketika Lea celingak-celinguk mencari seseorang.

Lea menoleh dan memperhatian pria itu dari wajahnya hingga name-tag yang tersemat di pakaian semi formalnya, lalu menjawab, "Ya."

"Kendaraan Anda sudah siap, Nona. Mari saya bantu membawakan tas anda," ujar pria itu sopan.

Lea mengangguk dan mengikuti pria itu yang berjalan ke arah sebuah mobil bewarna hitam. Setelah memasukkan tas Lea ke dalam bagasi, pria itu mempersilahkan Lea untuk masuk di tempat duduk penumpang.

Perjalanan darat kali ini membutuhkan waktu kurang lebih empat jam menuju tempat tujuan yang sesungguhnya. Tempat yang sudah direncanakan Lea sebelumnya. Lebih tepatnya, rencana dadakan setelah pikiran konyol itu muncul. Tempat yang akan mengubah segalanya tentang Lea, yang memberikan harapan besar bagi gadis itu untuk menemukan dirinya, menemukan kenyamanannya.

Keputusan ini memang gila. Teman-temannya bahkan menyumpah-serapahi Lea akibat keputusan yang menurut mereka sangat tidak masuk akal dan tanpa pertimbangan ini. Mereka mengira bahwa Lea sudah tidak waras lagi. Menyia-nyiakan kesempatan emas dan memilih meningalkan semuanya. Dan sialnya, mereka bahkan tidak tahu tempat tujuan Lea. Pernyataan yang mereka dengar sewaktu di kantor saja sudah membuat mereka ingin menelan Lea hidup-hidup. Apalagi jika mereka tahu bahwa teman sintingnya itu pergi ke tempat yang mungkin hanya akan didatangi oleh orang-orang yang sudah memiliki keluarga atau berusia lanjut.

Lea sudah merencanakan untuk tinggal di sana selama mungkin. Walaupun ia juga belum tahu bagaimana keadaan di sana sebenarnya. Dari situs online yang ia temukan, tempat itu sangat bagus dan sepertinya menyenangkan. Semoga saja ekspektasi Lea sesuai dengan kenyataan nantinya.

Lea membuka buku catatannya dengan kertas hitam dan melihat jurnal yang sudah ia tuliskan dengan tinta putih di sana. Cukup banyak list yang nantinya akan ia lakukan. Membayangkannya saja sudah membuat Lea senyum-senyum sendiri. Lea suka tantangan. Hidup sendiri adalah tantangan yang seru baginya.

"Maaf, Nona. Bolehkah aku bertanya?" Tiba-tiba pria yang tengah mengemudikan mobil itu membuka suara. Ternyata ia tanpa sengaja memperhatikan Lea melalui spion mobil.

"Of course, please," jawab Lea mengangkat kepala sebentar, lalu kembali membaca catatannya.

"Apakah anda berkunjung ke tempat keluarga atau kerabat Anda di sini?" tanya pria tersebut hati-hati.

"Ah, tidak," jawab Lea sembari tersenyum kecil.

Pria itu diam. Raut wajahnya nampak penasaran dan ingin bertanya lagi. Tapi, ia sungkan mengutarakannya karena bisa jadi gadis itu menganggap hal tersebut merupakan privasinya. Lea kembali mengangkat kepalanya dan melihat ke arah kursi kemudi. "Aku hanya ingin tinggal di sana."

EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang