ONE: Meet

1 0 0
                                    

"SABRINA! SABRINA! SABRINA!"

Pukul 20.00 aku menyelesaikan jadwal terakhir ku untuk hari ini. Meskipun langit sudah gelap, fans ku masih bersikeras menanti di depan gedung siaran tv ini. Aku melambaikan tangan ku dan berjalan cepat untuk masuk ke mobil.

"fans mu memang nggak ada duanya." Kata kak Vanny, asisten manager ku.

Aku hanya tersenyum puas. Siapa yang tidak senang kalau memiliki fans yang secara antusias menyukai mu?

"jadwal besok mulai jam 12 ya. Pagi jangan keluyuran kemana-mana!" kata kak Bayu, kepala manager ku.

"kak Diditt, kak Bayu jahat banget nih. Masa aku ngga boleh keluar-keluar. Aku bukan anak 16 tahun lagi lohh" kata ku manja untuk berusaha keluar dari penjara ini.

"Bay, biarin lah dia keluar. Yang penting kan tau aturannya." Kata kak Didit, manager ku yang terakhir.

Kak Bayu hanya bisa menghembuskan nafas berat. Aku tahu dia pasti tidak akan bisa mengelak lagi kalau kak Didit sudah angkat suara. Kak Bayu pun mengangguk dan memperbolehkan ku keluar apartemen asal mengikuti aturan agensi.

Yes.

21.30

Aku sampai di apartemen ku. Setelah mandi aku langsung beranjak ke tempat tidur. Aku menutup mata ku dan berusaha tidur.

10 menit

20 menit

30 menit

Aku masih saja tidak bisa tidur. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan di dekat apartemen. Aku mengambil sweatpants hitam, kaos hitam polos, jaket abu-abu, topi, masker, dompet dan HP ku. Aku keluar dari apartemen dengan santai. Sudah tengah malam dan aku yakin jalan pasti sepi.

Aku berjalan menyusuri blok apartemen ku. Ternyata masih banyak pub, bar, dan café yang buka tengah malam begini. Yang harusnya jalanan sudah gelap, jadi terang karena lampu-lampu ini. Tidak butuh 30 menit berjalan, banyak mata sudah mulai mencurigai penyamaran ku. Semua mata mengoreksi ku dari atas sampai bawah. Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan cepat untuk mencari tempat yang tidak terlalu banyak orang. Akhirnya mata ku tertuju pada satu café. Café dengan design interior vintage, klasik, tapi berkelas di ujung jalan blok ini. Di atas pintu masuk tertulis 'Votre Café'. Aku masuk ke dalam café itu dan disambut dengan bunyi lonceng tanda datangnya customer. Aku langsung memeriksa lingkungan sekitar. Hanya ada 3 meja yang sedang digunakan. Bagus, disini sepi.

Aku langsung menempati meja pojok yang cukup jauh dari kaca. Sekali lagi aku melihat kanan kiri, lalu aku menghembuskan nafas lega.

"permisi, ini bukan café table-order." Kata seorang perempuan yang duduk tidak jauh dari tempatku bersama dengan suami dan kedua anaknya.

Aku hanya mengangguk sopan lalu beranjak dari kursi ku untuk order. Karena tidak ada tanda-tanda pelayan atau bahkan barista, akhirnya aku menekan lonceng kasir. Aku menundukkan kepala ku untuk menyembunyikan wajah ku.

"selamat malam. Silahkan pesanannya."

Dari suara baritone-nya, aku sudah bisa menebak kalau dia cowok.

"hot cappuccino satu." Kata ku singkat.

"ada yang lain?" Tanya pelayan ini.

Aku hanya menggeleng tanpa melihat cowok ini sedikit pun. Bisa gawat kalau dia fans ku. Satu komplek bakal histeris.

"harganya 35.000" katanya.

Wah, ini sangat murah. Apa karena lokasinya yang tidak strategis? Aku langsung memberikan kartu ATM ku.

"mohon maaf, kami tidak menerima pembayaran dengan kartu ATM jenis ini."

Ini mulai sedikit mengesalkan. Aku jadi lebih lama berdiri disini.

"lalu jenis apa yang bisa dipakai?" kata ku masih dengan menunduk.

"ini list nya." Katanya singkat.

"nggak bisa dibacain aja?" kata ku untuk menghindari kontak mata dengan pelayan ini.

"ada banyak jenis. Akan menjadi tidak efektif kalau dibacakan semua. Bagaimana dengan melihatnya sendiri?" kata pelayan cowok ini sopan tapi berasa menjengkelkan.

Aku berpikir keras. Mungkin lebih baik membuka topiku dan melakukan kontak mata dari pada harus berdiri disini lebih lama dan menarik perhatian orang-orang disini. Akhirnya aku melepas topi hitam ku dan melihat list yang berada ditangan pelayan ini.

Wah.

Aku hanya terpatung di tempat melihat visual cowok ini. Rambut hitam pekat dengan jawline yang terlihat jelas, hidung mancung, alis tebal, dan badan proposional yang dibalut dengan kemeja putih, celana jeans, serta apron. Cowok ini seorang barista.

"miss? List nya." Jadi begitu cara barista dan pelayan di café ini memanggil customernya?

Aku langsung mengambil list dari tangannya. Aku yang terpaku dengan visualnya menjadi geram karena semua jenis ATM bisa dipakai disini kecuali ATM yang aku kasih. Kalau gini kan tinggal bilang aja semua bisa dipake kecuali ATM ku. Huh.

"pakai ini aja." Kata ku sambil memutar bola mata ku.

Barista ini mengambil kartu ku dan menyelesaikan pembayaran.

"nanti pesanannya di antar atau ambil sendiri?"

"ada apa miss? Maaf, tidak kedengaran suara nya" kata pelayan ini.

Aku geram dan langsung membuka masker ku.

"nanti pesanannya diantar atau harus ambil sendiri?" kata ku nyaring. Barista ini terlihat sedikit kaget lalu tersenyum kecil.

Oh tidak. Dia pasti sadar siapa aku.

"saya antar miss." Katanya sambil memakaikan topi di kepala ku. Barista ini ganteng tapi sangat menyebalkan.

Aku langsung mengambil struk dan pergi duduk. Aku memakai kembali masker ku dan merapikan topi ku. Aku kesal tapi khawatir disaat yang bersamaan. Aku memeriksa kembali situasi café. 1 dari 3 meja yang awalnya ditempati sudah kosong. Sejauh ini tidak terlihat ada kerumunan. Meskipun begitu aku tetap saja khawatir kalau aku pergi sekarang. Jalanan masih ramai.

*klak*

Setelah 5 menit, hot cappuccino ku datang bersama dengan barista tadi.

"selamat menikmati, miss Brielle"

Oh tidak. Dia benar-benar tahu kalau aku Sabrina Brielle. Suara baritone dan senyuman ramah tapi dinginnya itu membuat ku langsung memalingkan muka ke arah tembok. Ini bisa membuat ku gila. Semoga barista ini tidak melakukan yang tidak-tidak.

45 menit berlalu dan tiba-tiba pelayan perempuan datang membawa sepiring Beef Filone.

"maaf, aku nggak pesen ini." Kata ku ke pelayan wanita ini.

"Barista Theo meminta miss untuk menikmati makanan ini sebelum meninggalkan café." Jelasnya.

Meninggalkan café? Aku melihat sekeliling ku, dan ternyata semua meja sudah kosong dan jalan sudah terlihat sepi.

"barista Theo?" kata ku untuk memastikan.

"iya. Barista yang membuat Hot Cappucino pesanan miss" Setelah itu pelayan perempuan ini pergi.

Barista Theo. Theo.

Tunggu sampai aku bertemu lagi.

My Caffe LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang