Kuhembuskan napasku keras, aku mulai jenuh dengan hidupku yang jalan di tempat. Setiap hari melakukan hal yang sama di mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Pekerjaan sebagai budak korporat mengharuskanku duduk berjam-jam di depan layar komputer. Meski gajiku terbilang lumayan tinggi, tapi apa gunanya jika taruhannya adalah kebebasanku. Aku butuh sesuatu yang baru.
Tapi apa?
"Woy, ngapain lo?"
Rudi sudah berdiri di sebelah kananku ketika aku menoleh. Aku tak menjawabnya, hanya menunjukkan sebatang rokok menyala yang kupegang. Kami sedang berada di rooftop kantor saat ini, sebuah gedung kantor bersama yang memiliki 30 lantai.
"Lah, bukannya lo udah ngga ngerokok, ya?" Rudi sedikit terkejut, menatapku dengan tatapan heran dan bertanya-tanya.
"Sesekali lah, sebat. Stres gue, kerjaan nggak ada abisnya. Gue butuh hiburan."
"Ajak lah cewe lo jalan. Liburan ke mana gitu, cari yang deket-deket aja, yang penting otak lo refresh. Sumba keren tuh, tahun kemaren gue ke sana sama Wina."
"Cewe dari dari lampu ajaib? Lagi kosong gue. Ada kalik sebulanan."
"Ajegileee!! Bukannya baru ya sama yang ntu?"
Ya, aku memang baru berhubungan dengannya dua bulan. Namanya Stevanie, tapi aku biasa memanggilnya Stevie. Bukan hal baru sebenarnya, aku memang dikenal playboy oleh teman-temanku. Tapi aku lebih suka menyebut diriku dengan petualang cinta. Mencari yang benar-benar cocok denganku bukan perkara mudah, kebanyakan dari perempuan-perempuan itu hanya mengincar uangku. Memuakkan.
"Males Gue, Rud. Kartu kredit gue jebol terus ama tuh cewe. Nyokap gue juga kayaknya kurang suka ama dia."
"Makanya, cari cewe tuh yang bener," Rudi tergelak di akhir kalimatnya.
"Ya gimana, dapetnya yang kayak gitu mulu. Bukan gue juga yang mau. Mereka mah awalnya doang baik, ujung-ujungnya nguras dompet juga,"
Entah memang takdirku begini atau hanya sial saja—tapi sial kok terus-terusan, aku selalu mendapatkan pacar yang setipe dengan Stevie. Mereka baik di awal, ramah dengan mata berbinar-binar penuh perhatian, tapi lama-lama jika hasrat belanjanya tidak terpenuhi olehku, mereka berubah menjadi siluman ular. Bahkan ada yang pernah sampai selingkuh dengan om-om hanya karena aku membatasi jatah belanjanya. Duh!
"Emang lo cari yang kek gimana, sih?" Pertanyaan Rudi membuatku berpikir ulang. Iya, sebenarnya tipe seperti apa yang aku cari selama ini?
"Hmm... Nggak tahu, gue juga bingung. Pokoknya yang beda lah, yang nggak matre."
"Cewe tuh bukan matre, Chan. Mereka realistis, duit emang bukan segalanya, tapi segalanya butuh duit."
"Ya tapi beli yang emang butuh aja, lah. Bukan cuma karena laper mata, apalagi nurutin gengsi, gaya hidup, show off. Yang kayak gitu malah kelihatan kampungan banget, norak."
"Iya juga, sih," Rudi mengangguk-angguk setuju.
"Lagian, ya, bukannya gue nggak sanggup biayain mereka. Kalo aja mereka tulus sama gue, apapun yang mereka mau pasti gue penuhin. Lo lihat adek-adek gue, apa ada yang kekurangan? Mereka semua juga ngoleksi barang branded, gue kasih meski mereka nggak minta. Tapi mereka tetep hormatin gue sebagai abang yang mereka sayang, bukan cuma ATM berjalan. Selama ini punya pacar sejenis Stevie, bukannya bahagia, gue malah dapet tagihan kartu kredit bengkak doang."
"Lo beneran nih nyari yang beda?"
"Hmm..."
"Buat serius apa main-main aja, nih?"
"Ya lihat orangnya dulu kayak gimana."
"Ya udah, lo mau nggak gue kenalin sama sepupu gue?"
"Cantik nggak?"
Rudi tergelak, "Katanya yang penting tulus, tapi ternyata tetep aja yang utama kudu cantik."
"Loh, lo nggak pernah denger tuh ada istilah dari mata jatuh ke hati. Ngelihat orang tuh pasti dari yang jelas-jelas kelihatan di depan mata dulu, nggak mungkin lo tiba-tiba tau sifatnya padahal baru ketemu."
Lagi-lagi rudi mengangguk-angguk setuju. "Cantik kok, cantik banget malah. Anaknya juga baik banget. Gue jamin dia beda sama mantan-mantan lo itu. Masih kuliah tapi, semester 5 kalo ngga salah."
"Kalo ngga salah ya berarti bener."
"Yeee! Serius, nih, gue. Mau, ngga?"
"Boleh, deh."
"Tapi ada syaratnya."
"Apaan, dah? Kenapa jadi kayak gue yang ngebet minta dikenalin?"
"Masalahnya gue kenal lo luar dalem. Lo pikir gue gila ngenalin sepupu gue ke playboy cap buaya darat macem lo tanpa syarat?"
"Alah, lagak lo. Kita satu spesies btw."
Rudi tertawa meningkahiku.
"Apaan syaratnya? Jangan aneh-aneh lo."
To be continued
Halooo, kelanjutan cerita ini dan juga cerpen-cerpen lainnya, bisa dibaca di Karya Karsa yaa. Di Karya Karsa sudah sampai bab 5. Kalian bisa cari username yang sama di sana, atau tinggal klik link di bio aku. Terima kasih ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunamai Ia, Cinta (COMPLETED)
Historia CortaKumpulan cerita pendek tentang rasa ______ Setiap judul terdiri dari beberapa part, jumlah part tiap judul bisa beda bisa sama. Hope you enjoy the story ☺️