25. MENGINTIP KEBENARAN YANG TERSINGKAP MALU-MALU (1)

4.6K 452 55
                                    

Malam, Dears! ^^

Meskipun masih belum 40K, Hara update juga, kan? Hara sayang tahu sama kalian. Makanya update malam ini.

Nikmati malam ini karena bab lanjutan besok, bisa jadi Hara bikin kalian enggak bakal bisa tidur. Haha

Hara bakal update lanjutannya kalau nyampe 41,5K viewers atau 100 vote.

Jangan lupa vote sebelum baca,
Dan komentar di akhir cerita.

So, here we are ...

Happy reading!



***



Punggung Aira seketika menegang. Ruas-ruas tulang belakangnya serasa diguyur es. Sorot matanya berubah nanar. Namun, dia tetap tak ingin kalah dengan keseriusan Ardi menjawab.

"Si-siapa?" tanya Aira tak gentar meskipun sekujur tubuhnya tak luput dari gemetar.

Ardi mengalihkan pandangannya. Dia duduk lurus ke depan sembari bersandar ke bahu sofa. Kedua tangannya mengepal dan bertengger di atas paha.

"Namanya Ayu. Ayu Sarasvati." Tiba-tiba Ardi menoleh, menambatkan pandangan mereka kembali. "Dia temanku semasa koas dulu."

"M-Mas be-bercanda, 'kan?"

Ardi menggeleng. "Kamu memintaku untuk jujur, maka inilah kejujuranku." Ardi meraih tangan Aira dan menggenggamnya erat seakan-akan memberi keyakinan bahwa kejujuran yang dia lontarkan tidak akan mengubah apa pun di antara mereka. "Aku akan ceritakan semua. Jadi, tolong jangan mengambil kesimpulan apa pun sebelum kamu selesai mendengarnya. Bisa?"

Aira sontak menunduk. Sebisa mungkin, dia menahan air mata yang mulai menyengat. Jujur, pikirannya kini bercabang memindai segala kemungkinan yang terjadi. Tidak ada kemungkinan baik yang ada di otaknya saat ini. Terlebih dia mendengar sendiri bagaimana seorang wanita yang tidak dia ketahui dengan lantang meminta pertanggungjawaban Ardi.

Ardi melarikan tangan kanannya untuk merangkum pipi kiri Aira. "Kalau kamu tidak ingin mendengarnya, tidak akan aku teruskan. Aku tidak suka melihatmu menangis. Inilah yang menjadi satu-satunya alasan kenapa aku tak mengatakan apa pun dan menyimpannya sendiri," tuturnya.

Tak mendapat sahutan dari Aira, dia pun menarik Aira untuk rebah di dadanya, membiarkan wanita itu menyembunyikan wajah sendunya. Ardi mengusap lembut punggung Aira yang kini bergetar. Walaupun tak ada isakan yang terdengar, Ardi tahu kalau Aira-nya tengah menahan tangis.

"Sudah kukatakan untuk tidak mengambil kesimpulan sendiri. Ternyata kamu tidak mau mendengarku, Sayang." Ardi menghela napas lelah.

"La-lanjutkan! A-aku mau dengar, Mas."

"Kamu yakin?"

Aira hanya menanggapinya dengan kepala yang bergerak turun. Keduanya kembali bungkam untuk beberapa menit.

"Semasa koas dulu, aku dan Ayu bersahabat baik. Dia perawat yang baik dan ramah kepada setiap pasien. Sejak dulu, aku tahu Ayu memiliki perasaan lebih padaku." Ardi memulai ceritanya tanpa menghentikan usapannya di punggung Aira.

"Bagaimana dengan kamu?" tanya Aira parau.

"Ayu cantik, pintar, dan supel. Layaknya pria lain, tentu saja aku pun mengaguminya. Tapi hanya itu. Hubungan kami tidak berkembang selain menjadi sahabat. Tidak ada yang mengucapkan rasa suka. Baik aku dan Ayu sepakat untuk berjalan di tempat. Mungkin karena kami tidak ingin hubungan baik yang sudah kami bangun menjadi rusak hanya karena rasa suka sesaat."

TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang