1

65 14 44
                                    

Happy Reading
Jgn lupa voment ya, biar aku semangat lanjutin
















Malam yang dingin di ujung pergantian musim gugur, kaki panjangnya terus melangkah lebih jauh, tubuh mungilnya berbalut hoodie hitam yang kebesaran, hilang tertelan oleh lautan manusia, hanya berbekal topi dan masker hitam untuk melindungi wajahnya, hatinya berdetak lebih cepat seiring langkahnya, berharap-harap cemas semoga tidak ada fans yang melihatnya keluar malam ini, atau lebih buruknya lagi saesang fans mengikutinya.

Kling

Sampailah dia di tempat tujuannya, kakinya melangkah segera, langsung menuju ke tempat kasir, dan mengatakan pesanannya dengan cepat, terkesan seperti sedang diburu oleh waktu.

Sesekali memperbaiki posisi topi hitamnya, terlihat sepanjang waktu dia terus menundukkan kepalanya, membuatnya tampak seperti orang aneh, lalu dia berjalan ke salah satu meja dan duduk di sana, menunggu pesanannya siap.

Sang kasir yang tengah sibuk melayani pembeli sesekali akan melirik, mencuri pandang ke arahnya yang tengah sibuk memainkan game di ponselnya, karna bagaimanapun, penampilan dan sikapnya justru terlihat lebih mencurigakan dari pengunjung lainnya.

Dia berdiri ketika pesannya telah siap, dan membayarnya dengan kartu pribadinya. Lalu secepat kilat pergi dari sana setelah mengatakan terima kasih, bahkan sebelum sang kasir berhasil mengenali siapa orang misterius itu.

Saku hoodienya bergetar, ponselnya berdering, tepat ketika lampu penyebrangan jalan di depannya berubah menjadi hijau.

Dia segera menggeser ikon gagang telepon ke warna hijau dengan ibu jari kirinya. Ketika dia menempelkan benda persegi itu di telinganya, tangan lainnya sibuk membawa pesanannya.

"Hal-"

"Njun Lo dimana, heh! Lama banget cuma beli gitu doang, nyasar ya Lo?"belum sempat dirinya menyelesaikan sapaannya, orang di seberang menuntutnya dengan pertanyaan.

Dia mempercepat langkahnya  menyeberangi zebra cross, melewati tiga ruas jalan untuk sampai ke sisi sebrang, mengikuti rombongan penyebrang lainnya, sebelum lampunya berganti warna.

Enggan mendengar celotehan temannya, dia mematikan panggilannya sepihak.

Dia menekan panggilan satu,

"Halo?..."langkahnya mulai memelan.

"Apa kau di sana?"hening beberapa saat, membuat langkahnya kini benar-benar terhenti.

"Apa kau baik-baik saja?"pandangannya mulai kosong, lurus menatap aspal satu meter di depannya.

"Aku? Aku baik-baik saja"dibalik maskernya dia tersenyum.

"Kau tidak perlu menghawatirkanku, semuanya menjagaku dengan baik di sini, mereka juga menyanyangiku sepertimu" dia mulai mendongak, menerawang jauh, menatap langit yang kali ini sepi tak ditemani oleh bulan dan bintang, sama seperti dirinya saat ini, hanya seorang diri, sama seperti langit, dia tak memiliki penyangga, tapi dia berbeda dengan langit, untuk berdiri menjulang tinggi dan kokoh seperti itu, apakah dia bisa? Tanpa 'dia' di sampingnya? Dia tidak yakin, dia tidak yakin pada dirinya sendiri.

"Aku yakin aku bisa, kau saja bisa, kenapa aku tidak?"katanya dengan seulas senyum, menahan semua bendungan yang hampir pecah mendobrak pertahanannya.

"Aku juga sangat merindukanmu, aku mencintaimu, Ren."dia terkekeh menghapus ujung matanya.

"Akan ku usahakan untuk mengunjungimu di waktu luang, tapi sepertinya akhir pekan ini aku tidak bisa, kau tahu... aku masih harus latihan lebih giat lagi, aku belum hafal koreonya, iyaa...aku tahu mungkin mudah untukmu, tapi itu terlalu sulit untukku"dia mulai berjalan dengan tenang. Sesekali menarik nafas berat, mengusir rasa sesak yang tiba-tiba menyerang dadanya.

Pure BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang