Cerita - 1

45 0 0
                                    

-S a t u-

Tidak ada hari libur bagi seorang perempuan berambut pendek se-atas bahu yang saat itu sedang berdiri di depan meja wali kelasnya. Ia berkali-kali menghela napas, menandakan dirinya bosan menunggu. Hari itu Sabtu, di mana seharusnya hari libur bagi setiap murid. Harusnya. Jika perempuan itu tak ingin terjebak pada nilai zero di dalam rapor.

Namanya Nadin. Perempuan itu berkali-kali melirik jendela di luar ruangan, berharap sang wali kelas datang. Hampir genap tiga puluh menit berdiri, dan kakinya mulai terasa pegal. Sebenarnya Nadin bisa, sih, duduk di kursi guru. Hanya saja, kesopanannya itu membuatnya harus berpikir dua kali kalau tidak ingin terpergok guru nantinya.

Berdecak pelan, Nadin berbalik. Pandangannya teralihkan pada kaca di belakangnya yang mengarah langsung ke lapangan. Ia bergeser, melihat lebih jelas siapa orang yang nekat bermain basket siang-siang. Untungnya, cuaca di luar cukup mendung, jadi Nadin yakin anak laki-laki itu tidak akan hitam begitu saja. Duh, kan rasis.

Tapi bukan itu yang benar-benar Nadin pikirkan. Saat tahu siapa sosok yang bermain basket, Nadin tadinya tidak terlalu peduli. Tapi ketika laki-laki itu dengan sangat keras melempar bola ke dalam ring, berlari cepat mengejar bola sebelum melakukan dribble dan kembali memasukkannya dalam ring, melompat lagi seperti orang yang tidak sabar menunggu hari esok, napas Nadin rasanya seperti tertahan di tenggorokan.

Keringat mengucur deras di dahi laki-laki itu. Tidak peduli bila itu mengganggu pandangannya, juga rambutnya.

Nadin hanya merasa.. itu melelahkan.

Semakin lama ia melihat, semakin terasa bahwa laki-laki itu sedang dalam masalah. Oke, anggap saja Nadin sok tahu. Tapi siapapun yang melihat itu pasti akan menghentikan permainan anak laki-laki tersebut. Karena takutnya itu akan membuat kakinya keram atau yang lebih parah, cedera.

Tepat ketika pikiran itu berkelana di otak Nadin, permainan laki-laki itu terhenti. Ia membungkuk, memangku kedua tangannya pada lutut. Napasnya memburu, matanya terpejam sebentar untuk merasakan seberapa cepat jantungnya berdegup.

Kemudian dia mulai berdiri tegak lagi, mengambil bolanya yang sudah menggelinding jauh. Setelah ia mendapatkan bolanya kembali, matanya tak sengaja menatap kaca samping pintu utama ruang guru. Bertemu tatap pada perempuan yang sedari tadi melihatnya bermain.

Perempuan itu berkedip, tatapannya turun melihat bola digenggaman yang laki-laki sebelum kembali naik melihat matanya. Hanya sebentar, karena setelahnya, Nadin memilih duduk membelakangi kaca.

Keduanya menghela napas di waktu yang hampir bersamaan.

10'10'19

Satu Hari Berbagi Cerita [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang