Cukup lelap tidur Ivy semalam. Walaupun sebenarnya ada yang mengusik malam singkatnya. Mimpi.
Sang mentari membiarkan cahayanya menyusuri setengah bagian bumi. Penggugah tidur manusia-manusia malas. Penerang pagi jiwa segar yang siap beraktivitas.
Ivy mendudukkan badannya di pinggir ranjang. Pikirannya masih sayu. Matanya memandang kosong ke luar jendela. Entah karena faktor apa, dia mulai bosan merasakan pagi yang selalu begitu.
Kehidupan seorang peralihan tak hanya didapati Ivy seorang diri. Hanya, dia merasa lebih enggan untuk menjalaninya ketimbang beberapa sebayanya.
Ivy menyeret kakinya menuju pintu kayu tanpa polesan, hingga terdengar bunyi srek srek, gesekan sandal dengan lantai. Lantai tua dengan lubang di sana sini seolah membalas dendam atas injakan yang ia terima selama ini.
Pintu itu perlahan dibukanya. Selembar kertas menatap Ivy senang setelah menunggu penerimanya. Kertas putih masam dengan beberapa coretan pena. Diambilnya pelan sambil membaca tulisan di atasnya.
Untuk gadis peralihan, Ivy
Benedic Gamalea, Ketua Rosary, dengan hati bahagia mengundang semua pemuda dan gadis Rosary yang sedang mengalami masa peralihan ke Gedung Berkumpul di sebelah Kedo Utama setelah hari petang.
Beliau akan mengumumkan masa depan kalian. Bersama siapa kalian akan meneruskan keturunan Rosary. Bersama siapa kalian akan bahagia di masa dewasa.
Terima kasih kepada semuanya. Sang ketua akan menjamu kalian dengan senang hati.
-Roberto Gamalea
Tulisan itu diakhiri dengan coretan abstrak dan nama, Roberto Gamalea. Anak dari Ketua Rosary.
Ivy hanya tidak mengerti mengapa mereka menjodohkan anak-anak. Padahal angka 20 masih jauh untuk seumurannya. Mereka akan menghabiskan 7 tahun lagi setelah perjodohan ini untuk berumah tangga.
Selama ini Ivy tahu bahwa mereka akan dijodohkan. Dia juga tidak mengelaknya. Tapi ternyata setelah mengalaminya sendiri, dia sangat tidak nyaman dengan perjodohan ini.
Hanya saja peraturan tetap peraturan. Tidak ada pelanggar di Rosary. Semua aman dan bahagia. Untuk menjaga keadaan ini, semua warga, termasuk Ivy tidak sungkan untuk diam dan berlagak bahagia.
Dia berbalik memasuki kamar lagi. Didapatinya kain putih berenda, sudah menjadi baju dengan rok yang menggabung, dan beberapa garis cokelat di pinggangnya. Gaun itu terbaring di atas ranjangnya. Sempat heran karena dia tidak menyadari keberadaannya saat bangun tadi.
Lembaran kecil berada di atasnya.
Pakailah ini untuk perjodohan malam nanti, Sayang.
Pasti cantik anak gadis ini.- Ibu
Ya. Ibunda telah menyiapkan semua ini. Ibundanya menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tidaklah terkejut seorang Ivy dengan kebaikan sang ibunda.
Yang bisa dan harus Ivy lakukan adalah datang memenuhi undangan tersebut. Jika tidak, hanya akan ada satu kursi kosong, bertuliskan Ivy. Yang pasti ibundanya tidak akan senang bila itu terjadi.
Pergulatan batin Ivy selesai sudah setelah dia benar-benar ada di dalam Gedung Berkumpul. Hiruk pikuk ruangan terdengar jelas di telinga Ivy. Semua sebayanya berangsur-angsur memenuhi ruangan di mana dia berada saat ini.
Dia yakin semua orang sedang berbicara bersamaan. Kecuali sebagian kecil yang enggan menjadi bagian dari sumber suara. Melengking. Serak. Lembut. Menggelegar. Semua ada pada waktu yang sama. Termasuk suara lembut nan tegas yang berada di sebelah kiri Ivy.
"Aku senang kau datang."
"Aku juga senang," balas Ivy lega. Keberadaannya memberi sedikit kebahagiaan untuk sahabatnya. Felan.
"Apakah kau siap?" tanya Felan berharap akan jawaban "ya" dari Ivy.
"Tidak ada pilihan lain selain, ya." Ivy memang tidak bisa memilih untuk saat ini. Jawabannya harus ya. "Tapi aku sedikit ragu karena mimpiku tadi malam." Lanjut Ivy dengan raut bingung.
"Mimpi apa? Buruk? Ceritakan padaku cepat." Tanya Felan penasaran.
"Aku mengalami 2 bagian mimpi. Buruk dan menyenangkan. Lebih baik kuceritakan yang menyenangkan terlebih dahulu."
"Ok. Semoga akan membuatku tertawa."
"Aku bermimpi bertemu dengan beberapa domba di sebuah kotak. Kemudian mereka menghilang satu demi satu. Hingga sisa 1 domba yang menurutku paling menawan datang menghampiriku. Dan aku merasakan kebahagiaan yang sangat." Dengan semangat Ivy menjelaskan panjang lebar.
"Ha ha ha. Kau berhasil membuatku tertawa. Kau memang aneh." Tawa Felan pecah setelah mendengar cerita Ivy.
"Apa maksudmu? Apanya yang lucu?" Ivy menyuguhkan raut wajah herannya pada Felan.
"Kita semua mengalaminya. Aku juga. Aku juga bermimpi sama denganmu."
"Benarkah? Kau juga mengalaminya?"
"Iya. Mimpi itu normal kau miliki. Itu mencerminkan keadaan kita sekarang yang akan segera bertemu domba terakhir, yaitu salah satu pemuda yang akan dijodohkan dengan kita."
"Jika begitu, mimpiku yang selanjutnya," kata-kata Ivy terhenti. Menggantung. Mengundang penasaran Felan untuk mengetahuinya.
"Ada apa dengan mimpimu?"
"Setelah domba itu menghampiriku, mucul domba lain yang lebih besar entah dari mana. Domba besar itu berlari ke arah domba yang akan menghampiriku, kemudian menerkamnya hingga tergeletak mati penuh darah."
"Bagaimana bisa domba memakan seasamanya? Dan anehnya aku tidak mengalami mimpi itu. Mimpiku berakhir dengan domba pertama. Ada ada denganmu?"
"Aku tak tahu. Aku takut. Apakah maksud mimpi itu?"
"Mungkin akan datang pemuda lain, bukan dari kotak, bukan dari Rosary. Dia akan mengalahkan pemuda yang dijodohkan kepadamu." Felan menjelaskan sebegitu rupa agar Ivy mengerti.
"Mungkinkah?"
____________________
Maaf lama. Maaf gaje. Maaf gak nyambung. Maaf gak bagus. Maafkan?
Cuma mau ngisi bag.3 hehe.
Makasih udah baca^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Pode Guest
Science FictionPode. Daerah terisolasi di sudut kota. Berbatasan langsung dengan hunian warga Rosary (nama kota). Merupakan tempat dikumpulkannya orang-orang pengidap penyakit aneh, yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya, dan mungkin tidak akan pernah ditemu...