Saat ini hujan mengguyur sebagian Kota Bandung termasuk restaurant seafood dimana aku dan wanita di depanku duduk bersama anaknya menunggu sang suami yang masih terjebak hujan di kantor. Bulan bersinar terang menyinari jalanan kota, menambah suasana damai di tengah hujan seperti ini. Wanita itu Laucaren Dirgantara, kakakku, menyesap kopinya perlahan disela penjelasannya yang panjang lebar, sedangkan aku sendiri berkutat dengan laptop di depanku.
"Hujan... Toko bunga bunda...", Karen memandangi jalanan padat penuh kendaraan yang berdesakan melalui jendela kaca. Suara klakson motor dan mobil bersahutan. Malam minggu, jam pulang kantor, pantas saja.
Jariku berhenti mengetik mendengarnya bergumam, "what's wrong?"
Ia menggeleng, "Saat itu pertama kali aku bertemu dengan dia"
Maksud Karen, dia itu...
Karen menopang dagu, menatapku penasaran.
"Kenapa kamu tiba-tiba mau nulis ini?"
Ah, benar. Aku tak pernah berpikir hal itu. Apa alasanku menulis kisah mereka? Bahkan aku juga meng-interview hampir semua orang yang terlibat. Untuk mengambil sudut pandang dari banyak orang. Bukan hanya dari Karen.
"Entah. Ingin aja", jawabku asal. Ia juga tak menanyaiku lebih lanjut.
Ready?
Aku akan mulai menceritakannya.
Silakan menikmati perjalanan waktu ke dalam ingatan masa lalu yang tak pernah dilupakan. Impian mengharapkan kedamaian. For peaces for peace. Empat buah untuk kedamaian. Apakah mereka bisa melakukannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Four pieces for peace
Science Fiction"Ada empat hal untuk kedamaian. Apa yang cocok untukmu?" Seseorang datang menawarkan perjanjian yang mengharuskan mereka terjun dalam masalah tak terduga. Akankah mereka bisa menyelesaikannya?